Guru Digeser, Sekolah Swasta Harus Tetap Spektakuler
Momentum penarikan guru swasta yang diterima sebagai PPPK menjadi ikhtiar pengembalian khittah penyelenggaraan sekolah swasta. Namun ini tergantung kesiapan sekolah, karena itu penarikan guru itu sebainya proporsional.
Di sisi penyelenggara pendidikan swasta, berpindahnya guru ke sekolah negeri menjadikan pemikiran tersendiri mengingat memindahkan guru bukan permasalahan sederhana dan sangat berwarna. Implikasi kebijakan seperti tersaji pada pemberitaan tersebut, yakni hilangnya ribuan guru swasta karena lulus seleksi guru PPPK sedikit banyak berpengaruh pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah nonpemerintah tersebut.
Kondisi di lapangan menunjukkan, ribuan guru swasta terpilih tersebut sudah dalam kondisi tersertifikasi, bahkan berstatus sebagai guru penggerak. Ini merupakan pukulan telak bagi sekolah swasta untuk mengepakkan kualitas layanan pendidikan.
Hakikat menjadi guru PPPK merupakan hak asasi pribadi setiap guru. Namun, pemenuhan hak tersebut pada akhirnya berpengaruh pada ikhtiar peningkatan penyelenggaraan pendidikan. Pada salah satu kabupaten di wilayah Solo Raya ditemukan dalam satu sekolah swasta 50 persen gurunya diterima sebagai PPPK sehingga secara tidak langsung menjadi ”kiamat sughro” sekolah tersebut.
Bagi sekolah swasta, perekrutan guru PPPK ini sebuah pukulan telak. Guru merupakan salah satu aset dalam pengembangan sekolah, dan umumnya guru yang diterima PPPK sudah tidak diragukan kredibilitasnya, tetapi harus meninggalkan sekolah berpindah di sekolah negeri.
Passion seorang guru dalam manajemen pendidikan tidak semudah menggantikan kebendaan pada elemen sarana prasarana. Kondisi menjadi menyakitkan mengingat penyelenggaraan sekolah swasta bukanlah sebuah badan usaha, melainkan peneguhan idealisme lembaga demi mencerdaskan anak negeri.
Menyibak realitas ini, pada akhirnya eksistensi sekolah swasta dalam pendidikan di negeri ini senantiasa memunculkan fenomena tersendiri. Tanpa disadari beragam kebijakan pendidikan pemerintah tidak sepenuhnya berpihak pada keberadaan sekolah swasta dan tidak jarang justru memberangus sekolah swasta.
Akankah penarikan guru swasta sebagai ekses seleksi guru PPPK ini dengan serta merta berdampak signifikan dalam pengembangan sekolah swasta, ataukah justru menjadikan sekolah swasta kian terpuruk dalam pengembangannya?
Pada sisi lain, penarikan guru dari sekolah swasta sebagai ekses perekrutan guru PPPK secara tidak langsung merupakan kesempatan emas bagi penyelenggara pendidikan untuk menegakkan idealisme pendidikan yang dicita-citakan. Manakala masih diberlakukan, kebijakan guru ASN yang dipekerjakan di sekolah swasta dengan istilah guru DPK (Diperkerjakan ) beberapa saat silam terjadi perbedaan visi guru dalam pelaksanaan tupoksinya.
Kenyataan tersebut tidak lepas dari perbedaan persepsi keduanya, di satu sisi penyelenggara berkeinginan menegakkan idealisme, di sisi lain keberadaan guru DPK sebatas menjalankan profesi semata. Fenomena tersebut pada akhirnya menimbulkan ”perang dingin” di antara pengelola dengan guru DPK yang pada akhirnya kontraproduktif dalam pengembangan lembaga bersangkutan.
Momentum penarikan guru swasta yang diterima sebagai PPPK secara tidak langsung menjadi ikhtiar pengembalian khittah penyelenggaraan sekolah swasta. Dalam upaya peneguhan ideologi sekolah swasta ini, beberapa lembaga pendidikan sudah menerapkan standar tertentu tenaga pengajar yang di dalamnya harus sesuai dengan ideologi lembaga pendidikannya.
Lembaga penyelenggara sekolah swasta selama ini dalam menjalankan pembelajarannya melakukan perekrutan mandiri bagi tenaga pengajarnya, dan dampaknya dapat dirasakan publik yang mengakses lembaga pendidikan tersebut. Publik terpuaskan dengan misi lembaga, di sisi lain lembaga penyelenggara merasa pembangunan idealismenya tersampaikan.
Tanpa disadari, eksistensi sekolah swasta dalam pendidikan di negeri ini senantiasa memunculkan fenomena tersendiri. Beragam stigma menghampiri sekolah nonpemerintah ini. Manakala terdapat sekolah swasta diminati publik, tudingan privatisasi mengemuka. Namun, ketika didapati sekolah swasta dengan minim peminat, empati publik kukuh tak tersentuh.
Tanpa disadari, eksistensi sekolah swasta dalam pendidikan di negeri ini senantiasa memunculkan fenomena tersendiri. Beragam stigma menghampiri sekolah nonpemerintah ini.
Nyali sekolah swasta harus luar biasa agar tetap survive di tengah minimnya keberpihakan terhadapnya. Rencana penarikan guru swasta dapat dipersepsikan sebuah kebijakan revolusioner dalam pengembangan pendidikan swasta di negeri ini. Kebijakan ini akan optimal dalam peneguhan idealisme pendidikan manakala memperhatikan berapa aspek fundamental di antaranya:
Pertama, berikan perhatian sepenuhnya pada pengukuhan idealisme pendidikan. Tidak bisa dimungkiri keberadaan penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah swasta merupakan ikhtiar eksistensi sosial lembaga tersebut.
Menyikapi fenomena ini selayaknya pemerintah memosisikan sebagai pendorong pengembangan sepenuhnya dalam ikhtiar peningkatan kualitas sumber daya manusia negeri ini. Riilnya, peningkatan keberpihakan pada sekolah swasta berkaitan dengan keberadaan tenaga pengajar dapat diberlakukan kebijakan yang mendukung dalam mekanisme pembelajaran tanpa menambah beban penyelenggaraannya. Manakala guru yang lulus PPPK sudah ditarik dari sekolah swasta, teramat elegan jika bantuan penyelenggaraan bagi tenaga pengajar dialokasikan dengan bentuk kemudahan untuk mendapatkan tunjangan perbaikan profesi sebagai bentuk perhatian tersendiri dalam mencerdaskan negeri di sekolah swasta.
Kedua, berlakukan penarikan proporsional guru bagi sekolah bersangkutan. Upaya ini mendukung proses penarikan guru PPPK agar tidak menimbulkan ”stroke” pada lembaga penyelenggara akibat ketidaksiapan penarikan guru bersangkutan. Penarikan guru selayaknya dilakukan tidak sporadis, tetapi mempertimbangkan kemampuan sekolah swasta bersangkutan dengan pemberlakuan audit idependen pada sekolah swasta bersangkutan. Manakala sekolah bersangkutan dinyatakan sehat finansial untuk tidak mempekerjakan guru PPPK, selayaknya penempatannya tidak diperpanjang demikian sebaliknya.
Tidak bisa dimungkiri keberadaan guru di sekolah swasta memengaruhi mekanisme manajemen pembelajaran demi pengedepanan idealisme sekolah swasta itu sendiri. Sekolah swasta merupakan aset bangsa bagi peningkatan kualitas manusia. Kebijakan yang bermuara pada marjinalisasi sekolah swasta sangatlah kontraproduktif bagi peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan perhatian pemerintah senantiasa dinantikan dalam upaya kesetaraan pendidikan yang diidam-idamkan.
(Mukhlis Mustofa, Dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP Universitas Slamet Riyadi Surakarta)