Gulungan badai masalah yang menghadang BRIN hari-hari ini, sudah dibayangkan para anggota DRN beberapa tahun lalu. Terutama menyangkut penanganan ribuan aset sumber daya manusia yang bekerja di lembaga-lembaga riset.
Oleh
BAMBANG SETIADI
·3 menit baca
Pada era Dewan Riset Nasional (DRN) 2015-2018 dan 2019-2020, salah satu perjuangan habis-habisan yang diusulkan ialah perlunya Indonesia memiliki undang-undang mengenai inovasi (UU Inovasi). Karena perjuangan itu, DRN mendapat penghargaan sebagai lembaga pemerintah yang paling konsisten memperjuangkan inovasi.
Pemikiran-pemikiran DRN tentang inovasi dan perlunya UU Inovasi itu disampaikan secara berantai dan berdialog dengan sekitar 30 pemangku kepentingan terkait riset dan inovasi. Termasuk dengan DPR, MPR, fraksi-fraksi DPR, dan tim perumus UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek).
Tiga hal penting yang disampaikan DRN, pertama, perlu disusun UU Inovasi. Kedua, perlu diubah nama UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) menjadi UU Sistem Nasional Iptek dan Inovasi (Sisnas Iptekin). Ketiga, kalau UU No 11/2019 misi utamanya inovasi, di dalam UU Sisnas Iptek itu, kata Inovasi harus menjadi Bab, bukan hanya tersebar di 31 pasal dari 100 pasal dalam UU No 11/2019. Sayangnya, pemikiran DRN hanya didengarkan, tidak diimplementasikan.
Sayangnya, pemikiran DRN hanya didengarkan, tidak diimplementasikan.
Gulungan badai masalah yang menghadang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan masalah-masalah besar penanganan BRIN hari-hari ini sudah dibayangkan oleh para anggota DRN waktu itu. Terutama menyangkut penanganan ribuan aset sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di lembaga-lembaga riset yang umur institusionalnya hampir semua di atas 25 tahun, dalam suatu visi inovasi untuk pembangunan ekonomi.
Masalah yang akan muncul dalam waktu tidak lama lagi ialah bagaimana BRIN mengelola hasil inovasi terkait dengan sektor industri, pengembangan produk dan pengaruhnya terhadap ekonomi? Dalam kaitan ini, DRN menerbitkan buku Peran Strategis Inovasi dalam Meningkatkan Produk Domestik Bruto, sebagai referensi utama dan pertama tentang peran inovasi dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Pada halaman pertama ditulis pendapat William R Brody (1944-2008) tentang inovasi: What is the calculus of innovation? The calculus of innovation is quite simple: ”Knowledge drives innovation, innovation drives productivity, productivity drives economic growth.”
Mengapa perlu UU Inovasi? Sebab, semua negara di dunia yang mempertaruhkan inovasi sebagai sumber daya baru membangun ekonomi selalu mempunyai UU Inovasi. Referensi mengarahkan inovasi untuk pembangunan di negara-negara yang sekarang berjaya (Amerika Serikat, China, Korea, India, dan beberapa negara di Afrika) dimulai dengan UU Inovasi.
UU No 11/2019 itu hanya untuk menjelaskan mengapa Indonesia memerlukan dan bagaimana membentuk BRIN, tetapi belum menjelaskan bagaimana BRIN bekerja mengarahkan urutan seperti pendapat William R Brody: bahwa inovasi itu pengertiannya ialah rantai kaitan antara ilmu pengetahuan—inovasi—produktivitas—pertumbuhan ekonomi.
Revisi UU No 11/2019?
Apa yang terjadi hari-hari ini tentang kinerja BRIN? Dalam semangat menggebu pembangunan BRIN, tetapi tidak ada pedoman UU khusus terkait inovasi yang dipegang sebagai arah, seperti yang dipikirkan DRN hampir empat tahun lalu.
Karena itu, kalau konsisten seperti pemikiran dan usulan DRN tentang perlunya UU Inovasi, UU No 11/2019 tentang Sisnas Iptek harus direvisi. Tanpa UU Inovasi, kita hanya melihat drama pengelolaan riset, teknologi, dan inovasi yang tak pernah selesai. Itu suatu keniscayaan. Dan, itu membuat bangsa ini letih.
Bambang Setiadi, KetuaDRN 2015- 2018 dan 2019-2020