Pengasapan biasanya dilakukan setelah ada laporan warga yang terkena DBD. Pengasapan tidak efektif membasmi nyamuk DBD karena yang mati atau terusir adalah nyamuk dewasa, sementara jentik-jentik masih hidup.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
Musim hujan biasanya diikuti dengan meningkatnya kasus demam berdarah dengue atau DBD. Nyamuk Aedes aegypti penularnya berkembang biak saat musim hujan karena ada banyak genangan air bersih.
Upaya fogging atau pengasapan biasanya dilakukan setelah ada laporan kasus warga yang terkena DBD dan yang diasapi adalah selokan. Pengasapan ini tidak efektif membasmi nyamuk DBD karena yang mati atau terusir adalah nyamuk dewasa, jentik-jentiknya tetap hidup.
Selama ini yang luput dari perhatian pengurus RT/RW adalah rumah-rumah kosong dan telantar di kawasan perumahan. Rumah-rumah kosong itu berpotensi menjadi sarang nyamuk DBD karena genangan air hujan di pekarangan ataupun di dalam rumah tidak terurus.
Situasinya memang dilematis bagi pengurus RT/RW karena rumah-rumah kosong itu ada pemiliknya. Untuk masuk paksa, bisa terkena sanksi pidana.
Pasal 167 Ayat (1) KUH Pidana berbunyi: ”Barangsiapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500”.
Masuk salah, tidak masuk juga salah. Nyamuk DBD jadi tidak bisa dibasmi efektif. Solusinya bagaimana?
Pemerintah provinsi dan DPRD perlu turun tangan membenahi rumah kosong dan telantar itu. Perlu dibuat peraturan daerah yang memberi tugas dan wewenang kepada camat dan lurah untuk mendata rumah-rumah kosong dan telantar di lingkungannya, lalu menghubungi pemiliknya agar membersihkan rumah dan pekarangan.
Jika pemilik rumah itu tidak dapat dihubungi, dapat dilakukan upaya paksa oleh aparat gabungan yang terdiri dari babinsa, Satpol PP, dan polisi setingkat polsek untuk memasuki pekarangan rumah kosong telantar dan kemudian membersihkannya.
Anggaran dapat dibebankan pada APBD di bawah mata anggaran pembasmian nyamuk DBD. Semoga usulan ini didengar oleh pihak yang berwenang dan dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata.
Gunawan Suryomurcito
Pondok Indah, Jakarta 12310
Suara Knalpot
Upaya pemerintah daerah DKI Jakarta menguji emisi gas buang kendaraan bermotor di Jakarta tahun depan sungguh terpuji. Selain mencemari udara yang mengganggu kesehatan, gas buang kendaraan yang di atas ambang batas juga menyumbang efek rumah kaca dan pemanasan global.
Belakangan ini di Jakarta timbul gejala lain yang tidak kalah mengganggu, yaitu knalpot sepeda motor yang dimodifikasi dan meraung-raung di jalan umum.
Kebisingan memang tidak serta-merta mengganggu kesehatan manusia, tetapi memicu gangguan psikologis. Alangkah baiknya jika penertiban emisi gas buang disertai penertiban suara knalpot.
Sanusi Sidi
Cipinang Muara, Jakarta Timur
Belarasa ke Korban
Ada perasaan syok dan marah ketika saya membaca artikel ”Beratnya Korban Pelecehan” (Kompas, 24/12/2021). Saya tak habis pikir, mengapa pihak penegak hukum malah menyarankan kepada ayah korban untuk menangkap sendiri terduga pelakunya.
Sungguh tidak adil dan menyakiti perasaan korban dan keluarganya. Menurut saya, fenomena ini semakin menegaskan urgensi segera disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Melalui pengesahan RUU TPKS, saya berharap penanganan hukum kasus kekerasan seksual bisa lebih baik.
Semoga tidak ada lagi penegak hukum yang tidak berbela rasa kepada korban.