Multileralisme dan Peran Indonesia di G20
Kemampuan Indonesia sebagai jembatan dalam membangun kepercayaan, kesepahaman dan penguatan tujuan bersama merupakan faktor yang menentukan bagi G20 untuk dapat berkontribusi bagi pemulihan ekonomi global.
Laporan Ketimpangan Dunia (World Inequality Report) 2022 menyebutkan bahwa kesenjangan kesejahteraan di dunia berada pada tingkat ekstrem di semua negara. Data menunjukan bahwa 1 persen populasi dunia menguasai 38 persen dari total akumulasi kekayaan sejak 1990-an.
Krisis yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 semakin memperparah jurang antara negara-negara berpendapatan tinggi dan negara-negara berpendapatan rendah.
Dengan posisinya sebagai salah satu negara berpendapatan menengah, presidensi G20 Indonesia memiliki peran penting dalam agenda-setting yang dapat menjembatani kepentingan dan menemukan kembali kerja sama global. Namun demikian, hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dicapai.
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan dampak negatif pandemi yang signifikan hingga tahun 2025, khususnya pada perekonomian negara berkembang.
Efek pandemi Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya—seperti krisis kesehatan global, terganggunya kegiatan belajar-mengajar hingga meningkatnya pengangguran— telah menghapus beberapa kemajuan pembangunan ekonomi dan sosial yang telah dicapai beberapa dekade terakhir.
Potensi pemulihan ekonomi yang tidak merata juga menjadi tantangan, khususnya terkait produksi, distribusi dan tingkat vaksinasi serta stabilitas makroekonomi, terutama di negara berkembang dan miskin. Jika tidak ada respons kebijakan yang tepat, hal ini akan menjadi salah satu sumber ketimpangan yang lebih luas di masa depan.
Selain itu, terdapat defisit kepercayaan yang berpotensi melemahkan kerja sama global dan multilateralisme yang pada akhirnya dapat menciptakan ketidakpastian dalam perekonomian global. Oleh karena itu, presidensi G20 Indonesia tahun 2022 sangat penting untuk menyampaikan beberapa tindakan kebijakan terkoordinasi yang konkret, tidak hanya untuk mencapai pemulihan ekonomi yang kuat tetapi juga pemulihan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan tangguh.
Evolusi G20 dan tantangan presidensi Indonesia 2022
Terdapat dua tantangan besar dalam presidensi G20 Indonesia yang perlu ditangani dengan cukup serius. Yang pertama adalah relevansi dan fokus G20 yang semakin kabur sebagai crisis-solving group dalam sepuluh tahun terakhir.
Kombinasi yang unik antara otoritas politik tingkat tinggi dengan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan, menjadi salah satu kunci keberhasilan G20 dalam mengeksekusi respons kebijakan bersama global (coordinated policy response) saat krisis finansial global terjadi pada 2008-2009.
Namun, dalam satu dekade terakhir, G20 telah berevolusi menjadi forum agenda-setting yang bersifat struktural dan cakupan kerja sama tata kelola global yang lebih luas dalam kerangka isu-isu yang sifatnya forward looking seperti isu arsitektur keuangan internasional, reformasi sistem perdagangan multi lateral, digitalisasi, sosial dan inklusivitas hingga perubahan iklim.
Konsekuensinya, struktur G20 yang semakin besar dan gemuk semakin mengurangi agility G20 dalam merespons isu-isu terkini, terutama krisis ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19.
Terdapat dua tantangan besar dalam presidensi G20 Indonesia yang perlu ditangani dengan cukup serius.
Yang kedua, perbedaan kepentingan antara negara-negara anggota G20 juga semakin tajam, ditambah lagi dengan tensi geopolitik dan geoekonomi yang membuat polarisasi semakin nyata. Isu-isu yang berkembang seakan tidak dapat dilepaskan dari perspektif rivalitas antar negara, yang menyebabkan sulitnya untuk menemukan kepentingan bersama (common interest) di antara para anggota G20.
Dalam beberapa tahun terakhir, G20 belum berhasil mencapai output yang riil, dan kegagalan ini diakibatkan oleh menurunnya dukungan terhadap multilateralisme.
Tensi antara dua kekuatan, yaitu Amerika Serikat dan China, di hampir semua aspek, membuat konsensus dan komitmen kepada kerja sama global sulit tercapai, khususnya dalam isu perdagangan internasional, kebijakan perubahan iklim dan koordinasi pembiayaan sistem kesehatan global dalam penanganan pandemi.
Pengaruh politik G20 seakan memudar akibat hal ini. Dan pada saat yang sama, G7 yang beranggotakan negara-negara maju semakin kuat dengan membawa kepentingan yang sejalan dan strategis.
Oleh sebab itu, presidensi G20 Indonesia harus dapat menghadapi dua permasalahan ini dalam rangka menghasilkan keluaran yang konkret dalam rangka meningkatkan kerja sama global. Saat ini Indonesia mengangkat tiga isu prioritas yaitu penguatan arsitektur kesehatan global, transformasi digital serta transisi energi yang berkelanjutan.
Baca juga : Mengembalikan Politik dalam Makna yang Otentik
Isu prioritas menjadi penting untuk mengarahkan fokus pembahasan dan dapat dikatakan sudah mencakup permasalahan mendesak di tingkat global saat ini.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membawa isu ini untuk mencapai kesepakatan konkret, di mana akan sulit dicapai tanpa dibarengi dengan perbaikan kerja sama multilateral secara fundamental.
Contohnya, di dalam bidang isu kesehatan global —seperti rencana pembentukan Global Health Fund di bawah G20 Joint Finance-Health Task Force yang memerlukan pendanaan sekitar 15 miliar dollar AS setiap tahunnya—, terdapat risiko hal ini tidak disepakati oleh banyak negara anggota.
Pada aspek lain, untuk transisi energi, misalnya, penekanan pada isu pendanaan juga akan dianggap memberikan beban kepada kelompok negara tertentu. Padahal, komitmen ini penting untuk meningkatkan skala kerja sama dan investasi strategis dalam rangka menutup celah pendanaan, untuk suatu hal yang dianggap sebagai global public goods dan akan memberikan manfaat bagi negara maju maupun berkembang.
Saat ini Indonesia mengangkat tiga isu prioritas yaitu penguatan arsitektur kesehatan global, transformasi digital serta transisi energi yang berkelanjutan.
Tanpa semangat kebersamaan, keputusan kebijakan yang baik, transparan, dan akuntabel kemungkinan besar tak akan tercapai. Sebagai salah satu engagement groups dalam G20, Think-20 (T20) memiliki peranan strategis untuk menjadi bank ide dalam memberikan opsi kebijakan berbasis riset kepada G20 yang berasal dari peneliti, akademisi dan ahli di bidangnya masing-masing.
Dengan fokus gugus tugas yang komprehensif, kurasi yang saksama serta anggota yang tersebar di seluruh dunia, T20 diharapkan dapat melahirkan kebijakan proposal yang lebih inklusif, praktis dan solutif kepada G20 dalam menjawab tantangan global.
Oleh sebab itu, T20 menjadi mitra penting bagi pembuat kebijakan dan proses G20 dalam menyediakan platform bertukar ide dan gagasan secara intelektual, independen dan inklusif, serta menjadi sarana komunikasi dengan publik yang lebih luas tentang isu-isu kebijakan global. Hal ini tentunya bertujuan untuk memperkuat dukungan para pemangku kepentingan dalam multilaterisme dan kerja sama global.
Visi bersama terkait multilateralisme
Pada akhirnya penguatan komitmen terhadap multilateralisme memerlukan dukungan politik yang besar, khususnya untuk dapat memberikan hasil yang konkret pada presidensi G20 Indonesia di tahun 2022.
Isu substansi merupakan hal yang penting, namun menemukan kembali visi bersama yang mengedepankan multilateralisme merupakan esensi utama dalam forum G20.
Oleh karena itu, kemampuan Indonesia sebagai jembatan dalam membangun kepercayaan, kesepahaman dan penguatan tujuan bersama merupakan faktor yang menentukan bagi G20 untuk dapat berkontribusi, bukan hanya dalam pemulihan ekonomi tapi juga menghadapi krisis-krisis di masa depan.
Bambang PS Brodjonegoro Lead Co-Chair T20 Indonesia 2022