"Konten adalah Raja Hanya Jika Anda Memberikan Mahkotanya"
Usia Kompas sudah tak muda, mestinya sudah selesai dengan dirinya dan semakin outward looking, mengabdi demi kepentingan yang lebih besar. Tak terjebak kepentingan murahan, tak butuh nebeng siapapun penguasa politik.
Oleh
DIAH UTARI BR
·4 menit baca
Pagi hari yang segar di hari ke dua tahun 2022, di depan meja teras terpampang sebuah tulisan yang sangat menarik perhatian. Sebuah tawaran kolaborasi antara penulis dan pembaca, dalam hal ini adalah surat kabar Harian Kompas dengan pelanggannya lewat pilihan kalimat “Konten adalah raja hanya ketika anda memberikan mahkotanya”.
Ada penyaji konten dan ada pembaca yang memberikan, bukan memberi ya tetapi memberikan yang mengandung arti penyerahan yang didasari oleh sebuah kesadaran bahwa yang diserahi memang bisa dipercaya dan pantas menerimanya.
Kolaborasi, sebuah relasi yang sangat unik antara penyaji berita dan pembacanya. Sepintas nampak sederhana tetapi ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi untuk bisa berkolaborasi. Dia tidak akan terjadi secara otomatis ketika dituliskan atau dijadikan strategi, tanpa ada usaha aktif menciptakan prasyarat terjadinya kolaborasi.
Kolaborasi bukan sekadar nilai tetapi keterampilan yang artinya membutuhkan usaha untuk mengasahnya. Kolaborasi bisa terjadi hanya jika ada kesediaan antara kedua belah pihak yang berkolaborasi untuk saling mendengarkan, berempati, memberi feedback yang menyenangkan/tak melukai apalagi menghakimi dan kesediaan untuk flexing (siap saling berganti peran kadang sebagai penyaji konten dan kadang menjadi pembaca).
Memaknai pernyataan “Konten adalah raja hanya ketika anda memberikan mahkotanya” menjadi semakin menarik ketika membaca surat dari redaksi yang berjudul “Memberi untuk menjadi lebih”. Selesai membaca dan mencermati isinya rasa hati menjadi semakin sejuk.
Selesai membaca dan mencermati isinya rasa hati menjadi semakin sejuk.
Ada semacam janji/komitmen yang memang sangat penting bagi seorang pembaca berita, dan redaksi Kompas mengutip kata seorang sejarawan dunia yang berbunyi ”di era banjir informasi kejelasan menjadi kekuatan”. Menjadi lebih kuat ketika paragraf berikutnya berani menambahkan kata kebenaran untuk mendampingi kata kejelasan.
Pilihan kutipan yang sangat relevan di era Big Data yang ditandai dengan 4 V yaitu volume, velocity, variety dan veracity. Dari ke empat V yang ada, tiga V menjadi sesuatu yang given bagi kita, dia ada tanpa bisa ditolak dan dihindari.
Tetapi Veracity atau kebenaran data adalah faktor yang bisa dikendalikan oleh penyaji informasi. Bisa dilakukan pemilihan dan pemilahan serta verifikasi sehingga bisa menghasilkan informasi benar, akurat, dan akuntabel yang dibutuhkan masyarakat.
Cahaya dalam kegelapan
Lega rasanya ketika Kompas berkomitmen untuk mengambil peran itu, melalui kerja-kerja jurnalisme yang profesional. Sungguh pilihan yang sangat penting justru di era banjir informasi saat ini.
Satu hal lagi yang semakin meyakinkan pembaca, bahwa Kompas dalam melakukan proses produksinya menjamin kerja pengolahan data dan informasi yang taat metodologi serta etik. Semakin hari 3 V dari Big Data akan kian membingungkan manusia yang butuh kebenaran dan kejelasan informasi sesuai kebutuhan.
Proses pemilihan, pemilahan, dan verifikasi bukan lagi pekerjaan yang mudah dan sederhana karena yang dihadapi adalah data dan informasi seluruh aktivitas dan perilaku manusia di muka bumi ini.
Manusia bisa gelagapan atau malah mungkin sudah merasakan bagaimana sulitnya menghindarkan diri dari berbagai informasi yang abal-abal maupun yang benar dan sungguh dibutuhkan. Semoga tak sampai menenggelamkan manusia dalam kegelapan justru karena banyaknya informasi yang diterima.
Sekali lagi harapan untuk mendapat jaminan bahwa Kompas akan menyajikan berita dan informasi yang bisa menjadi setitik cahaya dalam kegelapan tumpukan informasi menjadi sangat melegakan dan itu dijamin dalam proses produksinya yang menghidupi nilai-nilai kebenaran dan etika serta hanya orang-orang etis lah yang akan terlibat di sana.
Pilihan judul surat dari redaksi “Memberi untuk menjadi lebih”. Sebuah pernyataan yang membawa konsekuensi yang tidak kecil, tapi ketika pernyataan itu sudah diyakini sebagai cara yang dipilih untuk menjadi kompas bagi masyarakat pastilah ada jalan terbentang menuju ke sana.
Di awali dengan adaptasi era digital dengan berani bertransformasi untuk menjadi lebih digital sebagai kompas bahkan sekaligus GPS (Global Positioning System). Pilihan ini mengartikan semakin terbukanya peluang berkolaborasi antara penyaji berita dan pembaca, karena komunikasi dua arah menjadi semakin lancar (surat pembaca), proses berempati semakin terbuka lewat ruang opini dari pihak redaksi maupun dari pembaca.
Dengan demikian, tercipta ruang diskusi yang terbuka dan bisa jadi ruang pembelajaran bagi masyarakat bagaimana berkomunikasi dan berdiskusi secara profesional dan santun dengan saling berempati, flexing dan pemberian feedback kepada pihak redaksi maupun pembaca dengan tata cara sesuai nilai-nilai budaya Nusantara yang luhur.
Sebagai penutup, selamat menghidupi semangat baru yang semakin menjawab tantangan zaman. Usia Kompas sudah tak muda, mestinya sudah selesai dengan dirinya dan semakin outward looking, mengabdi demi kepentingan yang lebih besar.
Tak terjebak kepentingan populer murahan agar oplah naik tapi menyesatkan, dan tak butuh nebeng siapapun penguasa politik karena sudah sangat bisa hidup mandiri dengan dukungan finansial yang ada, jumlah pembaca setia, maupun SDM yang pastinya bukan sembarangan tetapi orang-orang yang siap berkarya demi kepentingan yang lebih luhur dan berguna bagi nusa, bangsa dan negara. Tercermin dalam pilihan sangat jelas dan lugas dalam pernyataan “membela yang papa dan mengingatkan yang mapan”.
Diah Utari BRDosen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma