Peluang di Balik ”Kekalahan” Garuda di Pengadilan PKPU
Terkabulnya PKPU menjadi awal yang baik bagi misi penyelamatan berdasarkan rencana restrukturisasinya, Garuda akan menegosiasikan pengurangan harga sewa agar sesuai dengan nilai pasar.
Oleh
DUDI SUDIBYO
·4 menit baca
Kreditor yang kooperatif membantu debitor dengan mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) adalah hal yang lazim terjadi di Indonesia.
Debitor sering menggunakan taktik ini ketika perusahaannya berhadapan dengan utang dengan jumlah besar dan yang bersangkutan membutuhkan proses pengadilan untuk melindunginya dari tuntutan kreditor lain. Melalui cara ini, debitor dapat merestrukturisasi keuangan dan operasi bisnisnya sekaligus melakukan proses pemulihan.
Biasanya, pengadilan niaga tidak ragu dalam mengabulkan pengajuan PKPU karena mereka paham bahwa proses ini bukanlah instrumen untuk memailitkan debitor, melainkan instrumen untuk memberi kesempatan bagi kreditor dan debitor untuk mencari penyelesaian yang adil melalui proses di pengadilan yang cenderung lebih cepat, terbuka, dan efektif.
Namun, perlu dipahami bersama bahwa proses PKPU membawa risiko bagi debitor. Meski proses ini diarahkan oleh proses pengadilan dan memiliki jangka waktu yang telah ditentukan, jika debitor gagal meyakinkan kreditor untuk menyetujui rencana restrukturisasi dan rencana bisnisnya pada proses ini, pengadilan akan menyatakan bisnis debitor pailit.
Risiko ini pasti membayangi pertimbangan dari para hakim pengadilan niaga ketika mereka memutuskan untuk menolak pengajuan PKPU atas Garuda pada 23 Oktober lalu. Siapa di negara ini yang mau dianggap bertanggung jawab atas pailitnya Garuda yang secara simbolis dan historis telah menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia?
Tak gentar dengan penolakan tersebut, kedua penggugat dari gugatan pertama bergabung dengan kreditor lain untuk mengajukan PKPU lagi di dua hari berikutnya. Kali ini, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut. Dengan dikabulkannya PKPU, Garuda dapat melanjutkan ke langkah selanjutnya, yaitu mengajukan proposal perdamaian selama 45 hari ke depan, yang termasuk di dalamnya rencana restrukturisasi dan rencana bisnis yang telah disusun oleh sejumlah konsultan global ternama, yaitu Guggenheim Partners dan McKinsey.
Rencana-rencana yang dimiliki Garuda telah memetakan secara solid bagaimana perusahaan akan mengatasi utangnya, sisa-sisa kerusakan dari praktik mismanagement terdahulu, hingga inefisiensi di dalam tubuh perusahaan. Implementasi yang sukses akan mentransformasi Garuda menjadi maskapai yang efisien secara keuangan dan adaptif, siap menghadapi tantangan new normal. Inefisiensi di tubuh Garuda sudah banyak diketahui.
Contohnya armada pesawat Garuda. Perjanjian sewa pesawat Garuda adalah yang termahal di dunia dan telah menjadi kontributor utama utang perusahaan yang semakin menggunung. Kenapa Garuda membayar begitu mahal untuk sewa ini?
Mungkin penyebabnya adalah murni inefisiensi. Namun, banyak anggota Komisi VI DPR yang mengawasi isu transportasi mencurigai tindak korupsi sebagai penyebabnya. Mereka telah mengarahkan Kementerian BUMN dan Garuda untuk meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit proses pengadaan pesawat maskapai tersebut agar dapat dipastikan ada tidaknya pelanggaran pada pembuatan kontrak sewa.
Tindak lanjut
Kementerian BUMN dan Garuda semestinya sudah menindaklanjuti arahan dari Komisi VI. Oleh karena itu, akan menarik untuk melihat hasil audit BPKP dan dampaknya pada upaya restrukturisasi Garuda. Para kreditor yang enggan bernegosiasi tidak bisa lagi bersikap angkuh begitu mereka tahu bahwa pihaknya terlibat dalam kesepakatan bawah meja yang menyebabkan utang Garuda terus bertambah.
Berdasarkan rencana restrukturisasinya, Garuda akan menegosiasikan pengurangan harga sewa agar sesuai dengan nilai pasar atau sesuai jumlah yang dibayarkan maskapai lain kepada para lessor. Ini akan menjadi penghematan operasional yang sangat besar bagi Garuda.
Masalah turun-temurun lain Garuda adalah susunan armadanya yang tidak hanya bengkak dengan 142 pesawat, tetapi juga disesaki oleh jenis pesawat yang salah. Di antaranya, ada 18 pesawat regional jet produk pabrik Kanada Bombardier Aerospace CRJ-1000 yang mulai didatangkan di tahun 2011, menjadikan Garuda satu-satunya operatornya di kawasan ini.
Dalam kurun tujuh tahun beroperasi, keputusan ini telah merugikan Garuda sekitar 210 juta dollar AS akibat tidak sesuai kebutuhan pasar Indonesia. Awal Februari 2021, 12 CRJ-1000 sudah dikembalikan kepada lessor-nya dan nasib sama juga dialami pesawat Boeing 737-800 dan ATR 72-600.
Efisiensi sebuah maskapai penerbangan terletak pada pemilihan jenis pesawat yang tepat agar sesuai dengan lalu lintas dan pasar yang dilayaninya.
Efisiensi sebuah maskapai penerbangan terletak pada pemilihan jenis pesawat yang tepat agar sesuai dengan lalu lintas dan pasar yang dilayaninya. Untungnya, dengan rencana restrukturisasi ini, Garuda akan mengurangi armadanya menjadi 66 pesawat untuk fokus barunya melayani pasar domestik dengan hanya menggunakan Airbus A330 dan Boeing 737. Keputusan ini akan menyingkirkan jenis pesawat yang tidak sesuai dengan fokus baru maskapai tersebut.
Rencana restrukturisasi Garuda merupakan tanda bahwa dengan bernaung di bawah perlindungan PKPU dan proses penyelesaian pengadilan, ada peluang besar maskapai bisa menghindari kepailitan. Bukan hanya itu, dengan dibantu proses pengadilan, Garuda mungkin dapat melampaui ekspektasi rencana bisnisnya sendiri untuk mencetak keuntungan pada tahun 2025, dengan syarat industri perjalanan dan pariwisata pulih lebih cepat dari dampak pandemi yang menyebabkan pembatasan lalu lintas udara.
Penting untuk dicatat bahwa utang Garuda yang besar hari ini adalah akibat dari salah urus, korupsi, dan inefisiensi selama bertahun-tahun. Di bawah manajemen dan Dewan Komisaris yang baru, dan dengan saran dari para ahli di bidangnya, maskapai ini telah menunjukkan kemajuan yang solid dan niat untuk sekali lagi menjadi maskapai penerbangan yang dapat dibanggakan oleh masyarakat Indonesia.
Garuda layak diselamatkan dan terkabulnya PKPU menjadi awal yang baik bagi misi penyelamatan sang maskapai pembawa bendera.