Perjuangan Sepi Kelompok Rentan Menuju Pemulihan Pandemi 2022
Protokol kesehatan yang kita lakukan dalam keseharian tidak semata untuk melindungi kita, tetapi juga melindungi kelompok rentan yang masih berjuang dalam sepi. Karena sejumlah hal, mereka kesulitan mendapatkan vaksin.
Oleh
CORONA RINTAWAN
·5 menit baca
Kompas
Heryunanto
Hingga pertengahan Desember 2021, lebih dari 100 juta rakyat Indonesia telah menerima vaksin Covid-19 dosis kedua. Ini berarti hampir 50 persen dari total populasi sasaran vaksin di Indonesia telah terjangkau dan merupakan pencapaian yang perlu diapresiasi.
Namun, sebagian dari sekitar 50 persen yang belum mendapatkan vaksin tersebut adalah para lansia, penyandang disabilitas, mereka dengan komorbiditas, atau yang berada di tempat yang sulit terjangkau. Sampai saat ini, baru 7 juta lansia yang telah mendapatkan vaksin dosis kedua.
Padahal, data Satgas Covid-19 menunjukkan angka kematian terbesar akibat Covid-19 adalah pada kelompok lansia, yaitu sebesar 46,8 persen. Untuk kelompok disabilitas, hingga saat ini belum ada data resmi, berapa yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19.
Data dari dashboard vaksin Kementerian Kesehatan per 13 Desember 2021 menyatakan bahwa 70 dari 100 orang yang menjadi sasaran vaksinasi telah mendapatkan dosis pertama. Berarti masih ada 30 dari 100 orang yang sangat berisiko, baik membawa risiko bagi kita maupun menerima risiko dari kita.
Sebagian dari 30 orang tersebut mungkin tidak bisa mengakses vaksin karena tidak memiliki KTP, mungkin merupakan orang dengan gangguan jiwa, mungkin rumahnya terlalu jauh dari sentra vaksin dan tidak memiliki kemampuan atau fasilitas untuk bepergian jauh, mungkin takut divaksin karena memiliki disabilitas atau komorbiditas, dan tidak dapat mengakses informasi yang tepat mengenai boleh tidaknya ia divaksinsi.
Kerentanan berkali lipat
Di tengah keriuhan liburan akhir tahun ini, saya ingin mengajak kita semua untuk berefleksi. Ketika kita melakukan perjalanan untuk berlibur dan bertemu sanak saudara kita, sengaja atau tidak sengaja, kita akan bertemu banyak orang. Di antara mereka, mungkin ada yang termasuk kelompok rentan yang belum dapat mengakses vaksin sehingga kita mungkin membawa risiko bagi mereka.
Hal ini menjadi semakin penting di tengah risiko masuknya varian Omicron dari virus Covid-19 ke Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam lembar teknisnya menyatakan bahwa penyebaran varian Omicron ini jauh lebih cepat daripada varian lain (termasuk varian Delta). Hal ini tentu akan membawa risiko lebih besar bagi kelompok rentan, terutama lansia dan kelompok disabilitas yang belum mendapatkan vaksin.
Laporan dunia WHO mengenai disabilitas menyebutkan bahwa orang dengan disabilitas kemungkinan besar adalah orang-orang yang lebih tua, lebih miskin, memiliki komorbid, dan perempuan. Banyak dari mereka yang mengalami kekerasan dan pengabaian. Sebelum pandemi, fasilitas pendidikan dan kesehatan pun sudah sulit diakses oleh kelompok disabilitas, dan pandemi Covid-19 menjadikan mereka makin rentan berkali lipat.
Salah satu tantangan adalah sulitnya mengakses informasi yang mereka butuhkan. Informasi yang dapat dikonsumsi oleh mereka dengan disabilitas sensori, bahkan lebih sulit ditemukan. Selain itu, dukungan fasilitas bagi mereka untuk menjalani protokol kesehatan masih kurang memadai, misalnya; tingginya tempat pengukuran suhu untuk orang dengan disabilitas fisik, tempat cuci tangan yang tidak bisa diakses orang dengan kursi roda, hingga sulitnya mengakses berbagai layanan. Orang dengan disabilitas kerap memerlukan layanan regular, yang karena pandemi tidak bisa mereka lakukan akibat risiko kunjungan ke rumah sakit tinggi.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Pemeriksaan kesehatan salah satu penyandang disabilitas sebelum mendapatkan vaksin Covid-19 di aula Bale Rame, Kompleks Gedung Budaya Sabilulungan, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (4/9/2021).
Kelompok rentan lainnya adalah lansia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, penduduk usia lanjut atau di atas 60 tahun di Indonesia sebanyak 26 juta jiwa, dengan hampir separuh dari mereka mengalami keluhan kesehatan. Lansia sangat membutuhkan akses layanan kesehatan untuk pengobatan jangka panjang, seperti dalam kasus hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan ginjal.
Tanpa kondisi Covid-19, kemungkinan komplikasi dari penyakit-penyakit tersebut sudah tinggi, dan keterbatasan akses layanan kesehatan serta infeksi Covid-19 menyudutkan mereka pada risiko yang lebih tinggi. Vaksinasi perlu dipercepat agar warga senior kita terhindar dari infeksi berat dan kematian karena Covid-19.
Keterbatasan akses layanan kesehatan serta infeksi Covid-19 menyudutkan mereka pada risiko yang lebih tinggi.
Perjuangan mendasar
Sementara kita sudah akan disibukkan dengan pilihan booster atau vaksin ketiga dan vaksin untuk anak-anak usia 6 hingga 11 tahun, teman-teman kita di kelompok rentan masih terus berjuang mendapatkan akses agar bisa beradaptasi dan mengatasi segala hambatan dalam pandemi ini. Kelompok disabilitas masih berjuang mencari materi informasi mengenai vaksin yang bisa didengar oleh disabilitas netra. Lansia dan orang dengan disabilitas fisik di desa-desa yang jauh masih bingung memikirkan bagaimana caranya bepergian berkilo-kilo meter ke sentra vaksin atau bertanya-tanya apakah semua merek vaksin aman untuk komorbiditas mereka.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam risalah kebijakannya mengenai pandemi Covid-19 dan orang dengan disabilitas menyarankan agar orang dengan disabilitas dilibatkan dalam pengambilan kebijakan baru, dan dirumuskannya kebijakan khusus bagi mereka karena kerap kali peraturan umum tidak relevan bagi penyandang disabilitas. Misalnya, untuk memastikan bagaimana mereka dapat mengakses informasi, mengakses vaksin, pengaturan durasi antardosis, dan sebagainya.
Setelah hampir dua tahun berada di tengah pandemi Covid-19, kita sama-sama mengharapkan kebijakan pemerintah yang semakin inklusif. Sejak berakhirnya tahun 2020, kita telah belajar bahwa meski kita mengarungi badai yang sama, kita berada di kapal yang berbeda. Kapal yang ditumpangi kelompok rentan adalah kapal yang paling berisiko. Menjelang tutup tahun 2021, sudah saatnya kita menyediakan kapal yang lebih baik bagi mereka.
ARSIP PRIBADI
Corona Rintawan
Sebagai masyarakat umum, apa yang dapat kita lakukan? Empati dapat menjadi landasan kita dalam berperilaku. Bahwa protokol kesehatan yang kita lakukan dalam keseharian, termasuk ketika kita sedang menikmati liburan akhir tahun, tidak semata untuk melindungi kita saja, tetapi juga melindungi kelompok rentan yang saat ini masih terus berjuang dalam sepi. Sekali lagi perlu diingat, ”tidak ada orang yang aman sampai semua orang aman”.
Corona Rintawan, Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) & Emergency Operations Specialist Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP)