Laut Flores Rawan Tsunami
Peristiwa gempa dan tsunami adalah keniscayaan di Laut Flores, khususnya, dan di wilayah Indonesia pada umumnya. Untuk itu, hal yang penting dan harus dibangun, antara lain, upaya mitigasi konkret dan kesiapsiagaan.

Heryunanto
Belum usai pemberitaan bencana erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur yang menelan korban jiwa cukup banyak, kita dikejutkan dengan gempa kuat yang melanda Laut Flores dan sekitarnya.
Gempa kuat dan dangkal bermagnitudo 7,4 ini terjadi Selasa, 14 Desember 2021, pukul 10.20.23 WIB. Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, pusat gempa terletak pada koordinat 7,59 L-122,24 BT, tepatnya di laut pada jarak 112 kilometer (km) arah barat laut Kota Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan kedalaman 10 km.
Gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas sesar aktif di Laut Flores, dengan mekanisme sumber pergerakan geser/mendatar (strike slip). Hasil pemodelan tsunami yang dilakukan BMKG menunjukkan gempa ini berpotensi tsunami dengan tingkat ancaman ”waspada” dengan estimasi ketinggian tsunami kurang dari 50 cm di Flores Timur bagian utara, Pulau Sikka, Sikka bagian utara, dan Pulau Lembata. Karena itu, BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami untuk wilayah Laut Flores dan sekitarnya.
Peringatan dini tsunami yang dikeluarkan BMKG terkonfirmasi dan benar terjadi tsunami meski tsunami kecil. Hasil pemantauan muka laut menggunakan Tide Gauge yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) menunjukkan kenaikan muka air laut setinggi 7 sentimeter di Stasiun Tide Gauge Reo dan Marapokot, NTT. Karena tsunami yang terjadi tidak berdampak signifikan, peringatan dini tsunami diakhiri pukul 12.27 WIB.
Patut disyukuri gempa bermagnitudo 7,4 yang terjadi tidak memicu tsunami destruktif. Akan tetapi, dampak gempa ini menimbulkan kerusakan pada ratusan bangunan rumah warga dan menyebabkan beberapa orang menderita luka-luka di Kepulauan Selayar dengan skala intensitas IV-V MMI. Dampak gempa berupa guncangan kuat juga dirasakan di Ruteng, Labuan Bajo, Larantuka, Maumere, Adonara, dan Lembata dalam skala intensitas III-IV MMI.
Sesar belum terpetakan
Terjadinya peristiwa gempa kuat dan merusak di Laut Flores sebenarnya bukan hal aneh. Secara tektonik, Laut Flores memang terletak di zona seismik aktif dan kompleks. Peta sumber dan bahaya gempa Indonesia 2017 (Irsyam dkk, 2020) menunjukkan kompleksitas tektonik di wilayah ini. Sedikitnya ada delapan segmen sesar aktif pembangkit gempa: Sesar RMKS (Rembang Madura Kangean Sakala), Sesar Naik Lombok-Sumbawa, Sesar Naik Flores Barat, Sesar Naik Flores Tengah, Sesar Naik Flores Timur, Sesar Naik Wetar, Sesar Selayar Barat, dan Sesar Selayar Timur.
Namun, yang mengejutkan para ahli adalah terjadinya gempa dangkal bermagnitudo 7,5 mekanisme geser dengan episenter terletak tidak pada jalur sesar yang sudah terpetakan. Menariknya lagi, lokasi pusat gempa ini secara seismisitas berada di wilayah dengan tingkat aktivitas kegempaan rendah berdasarkan data seismisitas regional periode 2009-2021. Meskipun pusat gempa ini dekat jalur sumber gempa Sesar Naik Flores (Flores Thrust), pembangkit gempa ini bukan Sesar Naik Flores.
Sesar Naik Flores dicirikan memiliki mekanisme naik, sedangkan gempa yang terjadi memiliki mekanisme geser. Ini berarti, gempa dipicu aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan. Sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun terakhir sehingga jelas pemicu gempa kemarin adalah sesar aktif, tetapi baru diketahui setelah terjadi gempa. Mengingat sumber pembangkit gempa ini belum terpetakan, menjadi tantangan bagi para ahli kebumian kita untuk mengidentifikasi dan memetakannya guna melengkapi peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia yang sudah ada saat ini.
Hingga Kamis, 16 Desember 2021 pukul 11.00 WIB, hasil pemantauan BMKG menunjukkan telah terjadi gempa susulan (aftershock) sebanyak 511 kali. Jika mencermati aktivitas gempa Laut Flores ini, tampak produktivitas gempa susulannya sangat banyak. Ini menunjukan bahwa saat ini masih terjadi rilis energi di sekitar pusat gempa. Hal ini juga membuktikan sebaran stasiun seismik BMKG di sekitar pusat gempa sudah cukup baik sehingga gempa kecil pun dapat terekam dengan baik.
Diimbau, masyarakat tak perlu takut dengan banyaknya gempa susulan karena gempa susulan memang lazim terjadi seusai terjadinya gempa kuat. Magnitudo gempa susulan terbesar mencapai 5,8, sedangkan yang terkecil 2,0. Data seismisitas gempa susulan ini bermanfaat untuk melakukan identifikasi jalur sesar pembangkitnya.
Kluster seismisitas gempa susulan hasil pemantauan BMKG secara spasial menunjukkan pola memanjang berarah barat barat laut (BBL)-timur tenggara (TTG). Ujung barat kluster seismisitas ini berada tepat di Pulau Pasimarannu yang terletak di sebelah selatan jalur Sesar Selayar, sedangkan ujung timur seismisitas berada di laut sebelah tenggara Pulau Kalaotoa.
Sebaran gempa susulan ini memberikan petunjuk dalam mengungkap keberadaan rekahan (rupture) baru yang merupakan cerminan jalur sesar aktif pemicu gempa. Jika orientasi sesar sudah ditetapkan seperti di atas dan dikaitkan dengan parameter sesar, maka dinyatakan bahwa ”sesar baru” yang teridentifikasi BMKG sebagai pembangkit gempa diklasifikasikan sebagai sesar geser menganan (dextral strike-slip fault).
Gempa Laut Flores berpotensi tsunami kemarin merupakan peringatan penting untuk kita bahwa sumber gempa sesar aktif yang mampu membangkitkan gempa kuat dan dapat memicu tsunami ternyata masih ada yang belum terpetakan. Di luar Laut Flores, gempa merusak dipicu sesar aktif belum terpetakan juga pernah terjadi. Gempa Solok 28 Februari 2019 bermagnitudo 5,6 menyebabkan 343 rumah rusak dan 48 orang terluka juga dipicu sesar aktif di darat yang belum terpetakan.
Gempa Ambon 26 September 2019 bermagnitudo 6,5 menyebabkan 31 orang meninggal, dengan sumber gempa di laut juga belum dikenali. Gempa ini diikuti gempa susulan sangat banyak, lebih dari 3.000 kali. Berikutnya, gempa Tojo Una-Una 26 Agustus 2021 bermagnitudo 5,8 menyebabkan kerusakan beberapa bangunan rumah warga dan menyebabkan satu orang meninggal, sumber gempanya juga belum terpetakan.
Teridentifikasinya sesar aktif ”baru” di Laut Flores ini dapat mengubah peta bahaya (hazard) di wilayah tersebut. Sesar aktif ”baru” ini menambah jumlah sumber ancaman gempa dan tsunami di Laut Flores dan sekitarnya. Fakta tektonik ini menjadikan Laut Flores sebagai salah satu kawasan rawan gempa dan tsunami di Indonesia.
Kawasan rawan tsunami
Berdasarkan catatan sejarah, sumber gempa di Laut Flores sejak dahulu sudah beberapa kali membangkitkan gempa besar dan memicu tsunami. Beberapa peristiwa tsunami yang sebagian besar berdampak destruktif di NTT pernah terjadi tahun 1818, 1820, 1836, 1855, 1896, 1897, 1927, 1961, 1982, 1989, 1991, dan 1992. Data ini menjadi bukti Laut Flores merupakan kawasan rawan tsunami.
Dampak tsunami akibat gempa di Laut Flores tak hanya melanda pantai NTT saja, tetapi juga berdampak hingga Sulawesi Selatan. Sebagai contoh peristiwa tsunami 29 Desember 1820. Gempa kuat yang berpusat di Laut Flores memicu tsunami melanda pantai utara Flores hingga Sulawesi Selatan. Di Bulukumba, korban meninggal akibat tsunami dilaporkan mencapai sekitar 500 orang. Tsunami Alor 18 April 1896 yang dipicu gempa bersumber di Sesar Naik Wetar menerjang Pulau Alor menyebabkan 250 orang meninggal.
Tsunami destruktif terakhir di Laut Flores dipicu gempa bermagnitudo 7,8 pada 12 Desember 1992. Terjangan tsunami dengan tinggi lebih dari 30 meter menyebabkan korban jiwa 2.500 meninggal dan 500 orang lain hilang. Tsunami Flores ini juga dilaporkan melanda pantai di Sulawesi Selatan meski tak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.
Upaya mitigasi konkret
Rawannya Laut Flores terhadap ancaman gempa dan tsunami menyebabkan mendesak untuk menyiapkan langkah mitigasi secara tepat, agar dapat terwujud zero victims jika terjadi gempa dan tsunami. Pemodelan tsunami akibat gempa magnitudo maksimum dari sumber gempa di Laut Flores perlu dibuat untuk mengetahui skenario terburuknya. Pemodelan ini penting dalam mengestimasi tinggi tsunami dan waktu tibanya untuk acuan mitigasi. Landaan tsunami ke daratan hasil pemodelan bermanfaat untuk perencanaan tata ruang wilayah berbasis risiko tsunami.
Penerapan building code dalam membangun struktur bangunan perlu diim- plementasikan guna meminimalkan korban jiwa akibat gempa. Bangunlah rumah dengan struktur kuat dengan besi tulangan, jika belum memungkinkan bangun rumah dari bahan ringan dari kayu dan bambu yang didesain menarik. Wilayah pesisir perlu dilengkapi tempat evakuasi vertikal dengan struktur tahan gempa dan tsunami. Selain itu perlu dibuat jalur evakuasi dilengkapi rambu evakuasi dalam jumlah memadai.
Tempat evakuasi sementara (TES) perlu disiapkan agar masyarakat dapat segera sampai di tempat aman jika terjadi gempa berpotensi tsunami. Hutan mangrove, cemara pantai, atau tanaman palem perlu dilestarikan untuk meredam tsunami. Guna membangun budaya masyarakat siaga gempa dan tsunami, perlu digencarkan pelatihan mitigasi gempa dan tsunami melalui simulasi evakuasi mandiri, edukasi bagi masyarakat, pemda dan siswa sekolah termasuk penguatan tim siaga bencana dalam literasi publik.
Masyarakat siaga gempa dan tsunami perlu didukung dengan rencana kedaruratan yang disesuaikan dengan skenario terburuk berdasarkan kajian bahaya gempa dan tsunami terbaru. Prosedur standar operasi (SOP) evakuasi harus menjadi bagian dalam rencana kedaruratan. Secara rutin penting untuk melakukan geladi lapang evakuasi atau evakuasi mandiri melalui jalur dan tempat evakuasi sementara yang telah disiapkan, dan terus melakukan kegiatan penguatan masyarakat siaga tsunami terkait mitigasi dan respons cepat saat terjadi gempa berpotensi tsunami.
BMKG akan terus meningkatkan performa dalam memberikan informasi gempa dan peringatan dini tsunami. BMKG juga menyiapkan peta bahaya genangan tsunami dan waktu tiba tsunami yang dibuat berdasarkan pemodelan tsunami dengan skenario gempa di Laut Flores. Untuk mendukung cepatnya penyebarluasan informasi gempa dan peringatan dini tsunami, BMKG sudah memasang 47 unit lebih peralatan penerima informasi dan warning, yang tersebar di kantor UPT BMKG, BPBD, dan Kantor SAR di sekitar Laut Flores.
Sebagai upaya edukasi mitigasi bencana, BMKG akan terus menyelenggarakan kegiatan sekolah lapang gempa (SLG). Kegiatan ini memberikan pemahaman potensi gempa dan tsunami, cara selamat, merespons peringatan dini, membentuk masyarakat siaga tsunami, table top exercise, susur jalur evakuasi, memasang rambu evakuasi dan memastikan keberadaan rambu, merekomendasikan jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara.
Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi tadi, kita bisa meminimalkan dampak bencana sehingga tetap bisa hidup aman dan nyaman meski di daerah rawan bencana. Peristiwa gempa dan tsunami adalah keniscayaan di Laut Flores, khususnya, dan di wilayah Indonesia pada umumnya. Untuk itu hal yang penting dan harus dibangun adalah upaya mitigasi konkret, kesiapsiagaan, kapasitas stakeholder, masyarakat, ataupun infrastruktur untuk hadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi.
Daryono, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami, BMKG.