Pemerintah pusat China serta otoritas Hong Kong bersikukuh harus menyelamatkan wilayah itu dari unsur yang mengancam integrasi negara. Tak ada kompromi bagi mereka yang ingin Hong Kong berpisah dari China.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pemilihan legislatif Hong Kong selesai digelar. Beijing menyebut pemilihan itu wujud keberhasilan mengembalikan demokrasi Hong Kong ke ”jalan yang benar”.
Pada sisi yang berbeda, sejumlah kalangan menilai hajatan yang menentukan 90 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Hong Kong itu tidak demokratis. Sistem pemilu yang dipakai juga dinilai memastikan hanya orang yang loyal kepada China yang dapat dipilih. Tak cukup luas terbuka ruang bagi mereka yang kritis terhadap Beijing untuk mengikuti pemilu. Beberapa waktu sebelum pemilu yang berlangsung pada Minggu (19/12/2021) itu, sejumlah tokoh yang dinilai pro demokrasi pun ditangkap dan dijatuhi hukuman.
Apa yang terjadi pada pemilu legislatif 2021 itu tak bisa dilepaskan dari rangkaian peristiwa sebelumnya. Beberapa tahun lalu, Hong Kong diguncang demonstrasi besar-besaran dan diwarnai kekerasan. Demonstran ingin kebebasan berpendapat dan berekspresi tetap dipertahankan di Hong Kong. Penilaian bahwa campur tangan Beijing yang semakin besar menambah kegelisahan pengunjuk rasa.
Penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru memberikan jalan lebar bagi otoritas untuk menindak keras mereka yang dinilai menginginkan pemisahan Hong Kong dari China. Penutupan media kritis dan penangkapan aktivis merupakan konsekuensi dari keberadaan UU tersebut.
Sejumlah aktivis hengkang dari Hong Kong di tengah tekanan beberapa negara Barat terhadap Beijing atas penerapan UU Keamanan Nasional. Pemerintah pusat China serta otoritas setempat bersikukuh harus menyelamatkan Hong Kong dari unsur yang mengancam integrasi negara. Tak ada kompromi bagi mereka yang memiliki gagasan Hong Kong sebaiknya berpisah dari China.
Dalam situasi itulah, pemilu legislatif lima tahunan diadakan pada akhir pekan lalu. Penyaringan calon anggota legislatif secara ketat untuk memastikan kesetiaan mereka terhadap pemerintah pusat membuat beberapa tokoh menolak ikut pemilu. Muncul pula ajakan boikot pemilu yang direspons tegas oleh otoritas, termasuk memperingatkan media asing karena menyarankan warga tidak memilih.
Dengan keikutsertaan 30 persen, semua 90 kursi di parlemen dimenangi politisi pendukung Beijing. Bagaimanapun, di tengah keikutsertaan terendah selama pemilu legislatif diadakan di Hong Kong, otoritas setempat tetap percaya diri. Menurut Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, angka keikutsertaan yang rendah menunjukkan tidak banyak warga yang kecewa dengan pemerintah. Mereka tak merasa urgensi untuk menempatkan orang kritis terhadap otoritas mengingat kinerja memuaskan dari pemerintah.
Pemilu legislatif Hong Kong 2021 sudah selesai. Semua sesuai dengan rencana otoritas setempat dan pemerintah pusat. Mungkin kini ada yang sedikit berbeda di Hong Kong, tetapi kenyataannya, di tengah tekanan dan ancaman sanksi dari negara Barat, wilayah itu tetap diincar perusahaan keuangan, tak berbeda jauh dengan masa silam.