Perkembangan Varian Omicron
Para menteri kesehatan negara G-7 baru saja mengeluarkan pernyataan bersama yang memperingatkan bahwa varian Omicron adalah ancaman terbesar untuk kesehatan masyarakat dunia. Menteri kesehatan G-20 perlu mengambil sikap.
Varian Omicron terus merebak di dunia. Sesudah pada 26 November 2021 dinyatakan sebagai ”variant of concern (VOC)” oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), maka data sampai 16 Desember 2021 sudah ada 15.778 kasus Omicron di 85 negara, dan pada hari ini angkanya tentu sudah makin bertambah lagi.
Kita ketahui bersama sudah ada laporan kasus dari Indonesia, termasuk kasus pertama Tn N, seorang petugas di Wisma Atlet Jakarta. Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita pelajari dan waspadai dari kasus ini.
Pertama, karena Tn N tidak dari luar negeri, artinya sudah ada penularan di dalam negeri, jadi bukan tak mungkin ada Tn A, B, C dan seterusnya, selain Tn N. Artinya, amat perlu sekarang ini dilakukan pelacakan amat masif tentang penularan ke dan dari Tn N serta kemungkinan kalau ada kasus baru lain di hari mendatang, dengan cara melakukan mitigasi berlapis, atau multilayer risk mitigation approach.
Kedua, kalau memang Tn N tertular di Wisma Atlet, padahal tentunya protokol kesehatan cukup ketat di sana, ini sedikit banyak menambah informasi bahwa Omicron memang lebih mudah menular. Artinya, kita semua memang harus benar-benar menerapkan 3 M dan 5 M secara ketat, apalagi menjelang libur akhir tahun ini. Mari kita ubah pendapat bahwa kepatuhan protokol kesehatan adalah ”New Normal” menjadi ”Now Normal”, kebiasaan hidup kita di ”zaman Now”.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita pelajari dan waspadai dari kasus ini.
Ketiga, kasus Tn N ditemukan karena dilakukan tes pada orang tanpa gejala. Jadi, artinya peningkatan tes harus terus digalakkan dan kalau ada kasus harus dikarantina ketat dan semua kontaknya (atau setidaknya sebagian besar, jangan hanya delapan orang, misalnya) harus diidentifikasi dan ditangani saksama, mungkin sampai karantina juga.
Apalagi 18 Desember sudah ada tambahan dua kasus lagi di negara kita, dan bukan tak mungkin akan ada tambahan yang lain. Investigasi lapangan dan Penyelidikan Epidemiologi (PE) yang sudah biasa kita lakukan jauh sebelum Covid-19 benar-benar harus diintensifkan.
Enam aspek
Kalau ada varian baru Covid-19, selalu dunia mempelajari enam aspeknya untuk melihat dampaknya pada kesehatan masyarakat. Aspek pertama adalah tentang seberapa besar penularannya. Untuk Omicron memang sudah menyebar ke lebih dari 85 negara dan bukan tak mungkin akan mencapai 100 negara dalam waktu tidak terlalu lama lagi.
Kalau kita lihat per benua, di Afrika sejauh ini sudah ada tiga gelombang serangan Covid-19, pertama akibat D164G, kedua akibat varian Beta dan gelombang ketiga sebagai dampak dari varian Delta. Varian Omicron kini naik tajam di Benua Afrika dan dikhawatirkan akan menjadi sumber penting gelombang keempat di benua itu.
Baca juga : Omicron Diproyeksikan Menyebar Pesat di AS dalam Dua Pekan ke Depan
Untuk Eropa, diperkirakan pada Januari 2022 varian Omicron akan menjadi varian dominan di kawasan itu, tentu dengan berbagai masalahnya. Khusus untuk di Inggris, pada 18 Desember 2021 pihak Health Security Agency melaporkan kasus konfirmasi varian Omicron naik menjadi 24.968 kasus. Angka ini naik tinggi dari hanya sekitar 10.000 kasus pada 24 jam sebelumnya.
Yang cukup mengkhawatirkan adalah bahwa di Inggris jumlah kematian akibat Omicron ini naik menjadi tujuh orang pada 18 Desember, jauh melonjak dari satu kematian pertama yang dilaporkan pada 14 Desember 2021 yang lalu.
Australia juga memperkirakan bahwa varian Omicron akan terus naik di benua di selatan negara kita itu, dan sekarang antara lain ditandai dengan peningkatan kasus sampai 1.360 di negara bagian New South Wales. Di Amerika Serikat (AS), Dr Anthony Fauci —penasihat presiden AS—pada 16 Desember 2021 menyatakan bahwa diperkirakan dalam beberapa minggu mendatang varian Omicron juga akan menjadi dominan di AS.
Sementara itu, sejak awal Desember, WHO sudah menyatakan bahwa kawasan Asia Pasifik harus mempersiapkan diri terhadap kemungkinan kenaikan tajam kasus Covid-19 dengan varian Omicron ini. Kesimpulannya, Omicron memang akan dan sudah menular ke berbagai belahan dunia.
Aspek kedua adalah tentang berat ringannya penyakit. Memang cukup banyak laporan kasus Omicron yang ternyata gejalanya ringan. Informasi ini harus dikaji dari setidaknya tiga faktor untuk mengonfirmasi apakah memang ringan atau tidak demikian halnya.
Tiga faktor itu adalah (a) jumlah kasus yang ada masih belum terlalu banyak sehingga kalau sekarang gambaran kasusnya ringan, tetapi kemudian kasusnya menjadi lebih banyak, maka bukan tidak mungkin gambarannya berbeda. Kemudian, (b) yang banyak dilaporkan saat ini adalah kasus pada mereka yang usia muda. Artinya, kalau nanti lebih banyak kasus pada usia lanjut dan/atau pada mereka dengan komorbid, maka mungkin saja polanya berbeda.
Selanjutnya, (c) walaupun sekarang ini sebagian besar kasus memang ringan, tetapi jelas sudah tercatat kematian akibat Omicron. Artinya, varian ini dapat memastikan.
Jadi, bagi seorang yang pernah sakit Covid-19, serangan Omicron akan lebih meningkatkan kemungkinan mereka terinfeksi ulang kembali.
Aspek ketiga adalah tentang kemungkinan infeksi ulang. Laporan ilmiah yang ada sejauh ini memang masih belum di-peer reviewed, yang artinya belum terpublikasi resmi di Jurnal Kesehatan Internasional. Nmun, data awal ini memang menunjukkan bahwa virus Omicron dapat lolos dan luput dari kekebalan ilmiah yang terbentuk sesudah seseorang sakit. Jadi, bagi seorang yang pernah sakit Covid-19, serangan Omicron akan lebih meningkatkan kemungkinan mereka terinfeksi ulang kembali.
Aspek keempat tentu adalah pertanyaan tentang bagaimana dengan kekebalan yang kita dapat dari vaksinasi Covid-19, apakah dapat mencegah seseorang tertular varian Omicron? Dalam hal ini sudah ada beberapa penelitian awal, tetapi juga hasilnya masih dianalisi oleh peer review dan belum terpublikasi resmi di jurnal. Hanya saja, kecenderungan dari berbagai penelitian ini memang menunjukkan setidaknya tiga hal.
Ketiga hal itu ialah (1) memang tampaknya efektivitas vaksin akan turun dalam upaya mencegah seseorang dapat tertular Omicron. Hanya saja, memang belum dapat dipastikan seberapa besar penurunan itu, apakah memang rendah sekali atau tidak. Lalu, (2) tampaknya vaksin masih akan bermanfaat untuk mencegah penyakit berat, kemungkinan masuk rumah sakit dan juga kematian. Kemudian, (3) cukup banyak penelitian awal yang memang menunjukkan bukti permulaan tentang manfaat vaksin dosis ke ketiga, atau booster, walaupun data pastinya memang masih menunggu analisis ilmiah yang lebih menyeluruh lagi.
Baca juga : Waspadai Omicron, Batasi Mobilitas
Ketiga hal ini menunjukkan sekarang vaksin memang masih harus terus digalakkan, dan kemungkinan pemberian vaksin booster perlu dikaji mendalam, setidaknya bagi mereka yang punya risiko tinggi.
Aspek kelima adalah tentang penggunaan PCR untuk diagnosis. Memang, pada infeksi oleh varian Omicron terjadi mutasi spike protein di posisi 69-70 yang menyebabkan terjadi fenomena ”S gene target failure (SGTF)”, di mana gen S tidak akan terdeteksi dengan PCR lagi, hal ini disebut juga ”drop out gen S”. Namun, walau ada masalah di gen S, untungnya masih ada gen-gen lain yang masih bisa dideteksi sehingga secara umum PCR masih dapat berfungsi.
Tidak terdeteksinya gen S pada pemeriksaan PCR dapat dijadikan indikasi awal untuk kemungkinan yang diperiksa adalah varian Omicron, yang tentu perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan ”Whole Genome Sequencing (WGS)” untuk memastikannya.
Hanya saja, hal ini kemudian mungkin berubah lagi karena Australia melaporkan menemukan semacam sub-varian baru dari Omicron, yang dilaporkan tidak memiliki SGTF (”S gene target failure”). Dengan tidak adanya SGTF, hasil PCR akan sama saja dengan varian lainnya sehingga deteksi tidak adanya gen S tidak dapat digunakan lagi. Bahkan, disebutkan ada peneliti dari University of London College, Prof Francois Balloux, yang menyebutkan ada dua jenis Omicron, yaitu BA.1 dan BA.2 yang keduanya sangat berbeda, dan tentu perlu dikaji lebih lanjut.
Tentang aspek keenam, yaitu pengobatan, kita memang masih harus menunggu bukti ilmiah yang lebih pasti lagi. Yang jelas, pada 7 Desember 2021, WHO kembali mengeluarkan pedoman pengobatan Covid-19, yang memang belum secara spesifik bicara tentang varian Omicron.
Ancaman terbesar
Pada 17 Desember 2021, para menteri kesehatan negara G-7 (yang berpenghasilan terbesar di dunia) baru saja mengeluarkan pernyataan bersama yang memperingatkan bahwa varian Omicron sekarang adalah ancaman terbesar untuk kesehatan masyarakat dunia, ”biggest threat to global public health”. Artinya, dunia dan kita semua memang harus mengatur langkah menghadapinya.
Karena Indonesia adalah pemegang presidensi G-20, mungkin baik juga kalau para menteri kesehatan G-20 juga mengambil sikap terhadap perkembangan Omicron ini.
Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI; Guru Besar FKUI; Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes