Kawin kontrak turis Arab dengan gadis Indonesia telah lama terjadi, akibat pembiaran bertahun-tahun. Seolah-olah tidak tersentuh hukum dan malah menjadi mata pencarian banyak pihak. Persoalan ini perlu tindakan tegas.
Oleh
Dawami Martono
·3 menit baca
Kita prihatin dengan pembunuhan keji Sarah, gadis berusia 21 tahun, di Kampung Arab, Cipanas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pelakunya, turis berkebangsaan Arab dan suami siri Sarah, telah ditangkap. Namun, persoalan ini perlu penyelesaian menyeluruh.
Pertama, peristiwa ini merupakan kekejaman terhadap perempuan Indonesia, dilakukan oleh orang asing, dan terjadi di depan mata kita. Tidak jauh dari Jakarta.
Kedua, kasus nikah siri, atau kawin kontrak, antara turis Arab dan gadis Indonesia telah lama terjadi. Ini akibat pembiaran bertahun-tahun. Seolah-olah tidak tersentuh hukum atau, mohon maaf, malah menjadi mata pencarian banyak pihak di wilayah tersebut.
Ketiga, obyek wisata semacam itu sangat menistakan martabat bangsa kita. Konon, wisata kawin kontrak ini pernah diliput media televisi internasional dan diiklankan sebagai wisata kawin kontrak terbesar di dunia.
Oleh karena itu, kepada semua pihak yang berwenang, dari Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sosial Ibu Tri Rismaharini, Kapolri melalui aparatnya, hingga Gubernur Jawa Barat melalui aparatnya di wilayah tersebut kiranya perlu bertindak tegas memberantas wisata kawin kontrak yang menjual harga diri bangsa ini.
Kalau Pak Basuki Tjahaja Purnama berhasil membongkar Kalijodo, Bu Risma mampu membongkar Gang Dolly, masak pemerintah tidak bisa menghentikan wisata kawin kontrak terbesar di dunia ini?
Jangan sampai ada Sarah-Sarah lain menjadi korban.
Dawami Martono
Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520
Semeru dan PRB
Berita di Media TV mengabarkan sedikitnya fasilitas untuk mandi, cuci, kakus (MCK) di tempat pengungsian korban bencana. Baik di pendopo kelurahan maupun di gedung-gedung lain.
Sebenarnya ada Hyogo Framework for Action (HFA) atau Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015. Kerangka kerja ini menjadi panduan global Pengurangan Risiko Bencana (PRB) atau Disaster Risk Reduction/Mitigasi.
Dengan demikian, HFA merupakan mekanisme terpadu pengurangan risiko bencana, sekaligus menjadi bagian terpadu (main streaming) dari proses pembangunan.
Seharusnya, di setiap wilayah, terutama dengan potensi ancaman bahaya/hazard tinggi, mempersiapkan diri menghadapi bencana. Di antaranya, gedung-gedung yang berpotensi menjadi tempat pengungsian bisa diwajibkan membangun MCK lebih. Selanjutnya, hal ini dapat mencegah bencana kedua berupa muntaber, yang sering terjadi pascabencana jika kondisi sanitasi buruk.
Semoga mitigasi/PRB kita siap menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi, vulkanik, ataupun gempa bumi.
Ali Imam
Bukit Cemara Tujuh, Tlogomas, Malang
Loper ”Kompas” Berpulang
Sejak hari Minggu, 28 November 2021, saya bertanya-tanya. Kok, koran Kompas langganan saya tidak datang.
Jangan-jangan, Agus, nama loper pengantar Kompas itu, sakit. Cuaca sedang tidak menentu dan ia memang sudah cukup tua.
Hari Senin, 6 Desember 2021, saya bertemu dengan loper pengantar koran lain. Saya tanyakan, ”Ke mana Agus, sudah seminggu tidak tampak?”
Jawabannya mengejutkan. Menurut loper itu, Agus meninggal karena kecelakaan saat mengantar koran naik sepeda. Ditabrak kendaraan di Jalan Juanda, Depok, Jawa Barat. Sayang, dia juga tidak tahu agen Agus mengambil koran sehingga tidak bisa menghubungi agennya.
Saya terpukul mendengar berita ini. Agus sudah bertahun-tahun setia mengantar Kompas ke rumah. Ia datang setiap pukul enam pagi, sudah seperti keluarga sendiri.
Innalillahi wainailaihi rojiun, semoga almarhum diampuni dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya, dan mendapat tempat di surga Allah SWT. Semoga keluarga yang ditinggalkan mendapat kekuatan dan ketabahan.