
Harian Kompas (Kamis, 28/10/2021) menjadi pelopor koran nasional dengan menampilkan berbagai bahasa Nusantara saat memperingati Hari Sumpah Pemuda.
Edisi khusus itu terasa begitu istimewa karena selama membaca koran yang mulai terbit pada 28 Juni 1965 ini, baru kali ini saya menemui koran yang mengapresiasi sekaligus ”memasyarakatkan” bahasa-bahasa Nusantara ke khalayak.
Saya mencatat ada 15 bahasa Nusantara yang digunakan sebagai judul artikel, yaitu Melayu Riau, Aceh, Batak Toba (Sumatera Utara), Jawa, Sunda, Minang (Sumatera Barat), Bali, Madura, Sasak (NTB), Helong (NTT), Dayak (Kalimantan Tengah), Bugis (Sulawesi Selatan), Banjar (Kalimantan Selatan), Ambon (Maluku), dan Dani (Papua).
Upaya Kompas ”menyatukan” ke-15 bahasa di atas sebagai langkah mengomunikasikan bahasa daerah ke ruang publik lewat media cetak layak diapresiasi.
Ada upaya kolaboratif juga dalam mengomunikasikan bahasa tersebut, yaitu dengan menerjemahkan judul-judul dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Nusantara. Harian Kompas bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek.
Apa yang dilakukan Kompas mendukung pelestarian dan perlindungan terhadap bahasa daerah sesuai amanat Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Muncul perasaan indah ketika membaca judul artikel berbahasa Nusantara yang sarat nilai-nilai budaya dan sejarah. Bahasa dari ujung barat ke ujung timur Indonesia menyatu dalam satu koran, Kompas.
Seperti judul artikel di halaman satu, ”Baito Elok nang Manyatun” (bahasa Melayu Riau) yang artinya ’Kabar Baik yang Menyatukan’, semoga Kompas menjadi koran yang menyatukan Nusantara dan terus konsisten mendukung pelestarian budaya. Khususnya bahasa.
Tubagus Umar Syarif Hadi Wibowo
Jl Ki Sahal, Kelurahan Lopang, Kota Serang, Banten
Perlindungan ART

Asisten rumah tangga (ART) berperan penting pada banyak keluarga. Sekalipun Undang-Undang Perlindungan PRT belum disahkan, kita wajib melindungi ART.
Meskipun ART bekerja paruh waktu, ia dapat diikutkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Bisa kita masukkan sebagai bukan penerima upah (BPU), dengan iuran bulanan paling rendah Rp 36.800 per bulan.
ART akan mendapat manfaat tunjangan kematian (kalau tidak salah sampai Rp 40 juta untuk kecelakaan kerja), tunjangan pemakaman, tunjangan hari tua, tunjangan ahli waris, yang menurut saya tidak memberatkan pemberi kerja.
Kemudian ART bisa juga diikutkan BPJS Kesehatan kalau tidak mempunyai KIS. Iuran BPJS Kesehatan juga tidak mahal, Rp 25.000 per bulan (iuran akan diperbarui). Hanya saja, BPJS Kesehatan berdasarkan KK. Jadi, kalau ada keluarga, iuran dikali banyaknya anggota keluarga.
Menurut saya, semua itu perlu dipertimbangkan pada peraturan BPJS, terutama untuk yang tanpa kelas perawatan.
Ali Imam
Bukit Cemara Tujuh, Tlogomas Malang
Jasa Parkir
Sabtu (27/11/2021) malam, kami menghadiri pesta pernikahan di Hotel Grand Hyatt, Plaza Indonesia, Jakarta.
Kami mendapat tawaran jasa parkir (valet parking) diawali dengan pertanyaan, ”Apakah bersedia membayar Rp 250.000 untuk biayanya?”
Kami jawab akan bayar sesuai aturan resmi Plaza Indonesia.
Seusai resepsi, saat mau bayar, kami menerima struk. Tercetak, ”Masuk: 27 Nov 2021, pukul 21:18:14, Keluar: 27 Nov 2021, pukul 21:18:42 Durasi: 0 jam, 0 Menit. Jasa: Rp 250.000. Total Rp 250.000. Bisa jadi ini biaya parkir termahal di dunia. Bayangkan durasi 0 jam dan 0 menit saja Rp 250.000.
Semoga Plaza Indonesia bisa memperbaiki harga jasa parkir. Jangan lupa bayar pajak untuk tarif semahal itu.
Johannes Kitono
Kemanggisan, Jakarta