Peran teknologi sangat menentukan dalam pengembangan ekonomi digital dan hijau. Teknologi digital semestinya juga dapat dimanfaatkan untuk membuat ekonomi hijau mencapai keekonomian dan berkembang secara berkelanjutan.
Oleh
UMAR JUORO
·5 menit baca
Ekonomi digital dan ekonomi hijau (green economy) menjadi perhatian besar dan masuk arus utama dalam dinamika ekonomi global dan perekonomian lokal.
Ekonomi digital adalah ekonomi yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputasi digital, internet, cloud computing, internet of thing, artificial intelligence (AI), blockchain, dan big data dalam aktivitas ekonomi, meliputi perdagangan daring (e-commerce), pembayaran nontunai (e-payment), dan belakangan mata uang kripto (crypto currency) yang memanfaatkan teknologi rantai blok (blockchain).
Internet kini juga berkembang menjadi multiverse (multijagat) yang antara lain memanfaatkan AI. Pangsa ekonomi digital diperkirakan 20 persen dari ekonomi dunia, dan terus mengalami peningkatan.
Ekonomi hijau adalah kegiatan ekonomi yang bertujuan mengurangi bahkan membuat emisi karbon yang merusak lingkungan dan menyebabkan perubahan iklim jadi nol, antara lain dengan energi baru dan terbarukan (EBT), dan perdagangan karbon (carbon trading). Para pemimpin dunia, pelaku bisnis dan lembaga swadaya msyarakat pada COP 26 di Glasgow, Skotlandia, menegaskan, implementasi Kesepakatan Paris untuk membuat emisi karbon nol di 2050 melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Indonesia berkomitmen mencapai emisi nol di 2060.
Komitmen ekonomi hijau
Masuknya ekonomi digital dan hijau ke arus utama ekonomi secara positif akan mendukung pencapaian emisi karbon nol, dengan ekonomi tetap bisa tumbuh dan menyejahterakan masyarakat. Indonesia berkomitmen mencapai emisi nol di 2060. Emisi akan berkurang 29 persen di 2030 dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan luar negeri.
Penggunaan batubara akan dihentikan pada 2040. Pengurangan penggunaannya dilakukan secara bertahap, antara lain dengan ETM (energy transition mechanism), memensiunkan pembangkit listrik batubara dan menggantikannya dengan EBT. Ini didukung Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam skema kemitraan pemerintah-swasta. Pajak emisi karbon juga akan mulai diterapkan di 2022 dengan tarif Rp 30.000 per kubik ton CO2, dimulai dengan pembangkit listrik batubara.
Selanjutnya pengenaan pajak karbon juga akan dilakukan di sektor lain, seperti transportasi, perkebunan, dan kehutanan.
Implementasi ekonomi hijau sangat sulit. Biayanya mahal, mencapai 270 miliar dollar AS dan tak mudah mengembangkan EBT. Apalagi Indonesia produsen batubara terbesar, penggunaan energi batubara mencapai 70 persen, dan batubara salah satu sumber utama pemasukan negara. Begitu juga dalam menghentikan deforestasi. Perkebunan banyak menyebabkan deforestasi, salah satu kegiatan utama ekonomi.
Pengembangan EBT lamban terutama karena masalah keekonomian. Namun, komitmen harus dijalankan demi kebaikan bersama. Tantangannya, bagaimana membuat ekonomi hijau ekonomis dan menyejahterakan masyarakat, sekaligus melestarikan lingkungan. Dengan akan dihentikannya penggunaan batubara, kian mendesak mengembangkan EBT.
Indonesia sudah cukup berpengalaman dengan energi hidro dan geotermal. Keekonomiannya cukup baik, dengan perbankan bersedia membiayai.
Dari pemerintah dibutuhkan insentif dan kejelasan legalitasnya. Untuk EBT lain, seperti matahari, mulai dikembangkan dalam skala besar dengan dukungan perbankan, bahkan Singapura bersedia mengimpornya dari Batam. Energi angin juga sudah mulai dikembangkan di Sulawesi Selatan, hanya perbankan masih melihat risiko yang tinggi untuk membiayai. Keekonomian jadi kunci.
Upaya penangkapan karbon (carbon captured) juga dapat dikembangkan lebih lanjut. Exxon sedang menerapkan penangkapan karbon dalam skala besar di lapangan minyak Cepu, meniru sukses di Texas. Penangkapan karbon berjalan seiring dengan pengembangan pasar karbon (carbon trading).
Peran lembaga keuangan lokal dan internasional sangat menentukan untuk mengembangkan perdagangan karbon menjadi ekonomis. Lembaga keuangan multinasional sudah menyatakan target emisi karbon nol di 2050 dengan rencana tindaknya. Sementara lembaga keuangan lokal belum secara tegas menetapkan rencana dan target.
Tak mudah mengembangkan ekonomi hijau. Bukan saja biaya mahal, kepentingan sosial ekonomi juga sangat sulit untuk diarahkan untuk mengembangkan ekonomi hijau, bahkan banyak yang menentangnya.
Ekonomi digital Indonesia
Indonesia aktif dalam mengembangkan ekonomi digital. Nilai ekonomi digital diperkirakan lebih dari 70 miliar dollar AS, dengan sekitar 70 persennya e-commerce. Masa pandemi menaikkan secara signifikan kegiatan ekonomi digital. E-payment juga mengalami perkembangan pesat. Lembaga bank dan nonbank aktif menerbitkan e-payment yang meningkatkan transaksi secara signifikan.
Bank Indonesia (BI) mendukung penuh perkembangan e-payment ini, antara lain dengan menerbitkan QRIS dan BI-Fast yang membuat transaksi pembayaran menjadi lebih murah dan cepat. Lembaga keuangan perbankan dan nonbank aktif memanfaatkan layanan pembayaran digital ini. Kripto juga sudah diperdagangkan di Indonesia yang memperlakukannya sebagai komoditas dan diawasi Bapebti.
Minat terhadap perdagangan kripto sangat besar terutama di kalangan perorangan muda. Pemanfaatan teknologi blockchain juga sudah mulai meluas. Otoritas Jasa Keuangan memperbolehkan pemanfaatan teknologi di lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan. BI juga sedang mempersiapkan kemungkinan diterbitkannya mata uang BI digital (central bank digital currency).
Minat terhadap perdagangan kripto sangat besar terutama di kalangan perorangan muda.
Penerapan teknologi blockchain memungkinkan perkembangan sistem keuangan yang terdesentralisasi, token untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial dalam NFT (non fungible token), dan organisasi yang terdesentralisaai DAO (decentralized autonomous organizations). Partisipasi masyarakat kian luas dan tak tergantung pada lembaga yang tersentralisasi, pemerintah, bank sentral, ataupun perbankan. Peran pemerintah dan regulasinya tetap dibutuhkan terutama dalam perlindungan konsumen dan mencegah tindakan kriminal,
Sinergi digital dan hijau
Peran teknologi sangat menentukan dalam pengembangan ekonomi digital dan hijau. Teknologi digital, internet, metaverse, dan AI kian berkembang dan menjadi tumpuan dari perkembangan ekonomi digital. Teknologi digital semestinya juga dapat dimanfaatkan untuk membuat ekonomi hijau mencapai keekonomian dan berkembang secara berkelanjutan.
Pengembangan cip untuk sel photovoltaic yang lebih efisien dalam menghasilkan energi surya, satelit yang dapat memantau emisi karbon dari kegiatan produksi dan konsumsi, kincir angin yang lebih efisien dalam menghasilkan energi angin, dan blockchain yang dapat dimanfaatkan dalam perdagangan karbon, serta dalam memberikan insentif/hukuman pelaku ekonomi dan masyarakat yang mengurangi atau menambah emisi karbon sangat mendukung sinergi ekonomi digital dan hijau.