Lionel Messi, Ballon d’Or Sekali Lagi…
Publik bertanya-tanya bagaimana bisa Lionel Messi terpilih lagi sebagai penerima penghargaan Ballon d’Or 2021. Maklum, sepanjang 2020, performa Robert Lewandowski dinilai sebagian kalangan, lebih cemerlang.
Segala hal tentang Messi selalu fenomenal. Setidaknya ada sejumlah aspek yang membuatnya sangat istimewa ketimbang pesepak bola lainnya, yakni ihwal prestasi dan tekniknya bermain. Itu belum termasuk berbagai kontroversi yang mengiringi, termasuk seputar persaingannya dengan Cristiano Ronaldo, dan sebutannya sebagai "titisan Diego Maradona".
Messi, dengan gelar yang baru saja diterimanya, sudah mengemas tujuh gelar Ballon d’Or. Bintang sepak bola asal Argentina itu juga menjadi sosok pertama yang menerima gelar individu paling bergengsi itu, dalam tiga dekade beruntun yakni 2000-an, 2010-an, dan 2020-an.
Selain tujuh Ballon d’Or, Messi meraih 10 gelar juara Liga Spanyol bersama Barcelona, juga tujuh gelar Copa del Rey, plus empat trofi Liga Champions. Di tim nasional Argentina, setelah beberapa kali gagal meraih gelar juara, Messi membawa tim “Tango” juara Copa America 2021. Gelar-gelar itu belum termasuk penghargaan pemain terbaik, seperti di Piala Dunia Brasil 2014, dan 12 kali terpilih menjadi pemain terbaik Argentina.
Baca juga: Dominasi Messi di Tengah Kontroversi
Berbagai prestasi dan penghargaan itu seiring dengan aksinya di lapangan hijau yang serba memikat, selalu menawan, dan penuh kejutan. Tinggi badan Messi memang hanya 169 sentimeter, tergolong pendek. Namun, ia dikaruniai talenta luar biasa yang membuat dribel bolanya memperdaya banyak pemain lawan.
Begitu banyak bukti kepiawaian Messi. Saat melawan Getafe di Liga Spanyol pada 2014 misalnya, berawal dari penguasaan bolanya di tengah lapangan, Messi lantas mengecoh lima pemain termasuk kiper, sebelum memasukkan bola ke gawang. Aksi semacam ini bukan sekali-dua kali dia pertontonkan, tetapi berkali-kali.
Sebagian gol Messi juga bukan hasil sepakan bertenaga. Banyak di antara golnya hanya penempatan bola, beberapa di antaranya tendangan mencongkel bola yang memperdaya penjaga gawang. Filosofi gol ini seperti idealita pelatih berpengalaman Argentina, Cesar Luiz Menotti: "gol adalah umpan terakhir ke gawang lawan". Seperti halnya bola umpan, maka tak harus meluncur deras.
Baca juga: Kontroversi Ballon d’Or Messi
Bersama tim nasional Argentina, Messi juga melumpuhkan lini belakang Brasil, dalam pertemuan dua negara adidaya sepak bola Amerika selatan itu, 9 Juni 2012. Setelah menerima operan bola di sayap kanan, Messi mengecoh Marcello, lantas menggiring bola melewati Juan Jesus, sebelum melepaskan tendangan lambung ke kanan atas gawang. Kiper Brasil Rafael sudah meloncat untuk menghalau bola, tetapi tangannya hanya menggapai angin.
“Si Kutu” alias “La Pulga”
Dengan postur pendek dan bola yang ibarat melekat di kakinya, Messi dijuluki “Si Kutu”, ibarat kutu yang lincah bergerak ke sana ke mari saat menguasai bola. Julukan “La Pulga Atomica” atau “The Atomic Flea” mulai banyak digaungkan media Eropa sejak sekitar 2012.
Begitu menempelnya bola saat dikuasai Messi, keabsahan akan kebintangan Messi juga diakui bintang sepanjang masa Argentina, Diego Maradona. Bintang yang mengantar tim Tango juara dunia Meksiko 1986 itu mengungkapkan, “Bola selalu menempel di kakinya, saya sudah banyak melihat pemain hebat di sepanjang karier, tetapi belum pernah melihat pemain dengan kontrol bola seperti Messi”.
Kepiawaian Messi memainkan bola ibarat bergaung di sepanjang kariernya. Tak heran, sejumlah bintang yang mencoba mengimbanginya dalam proses nominasi Ballon d’Or 2021, tak jua memikat para jurnalis sepak bola dunia, yang dari tahun ke tahun terlibat dalam pemilihan ini.
Messi masih menghimpun pilihan terbanyak, yakni 613 poin. Posisi kedua ditempati Robert Lewandowski dengan 580 poin, kemudian Jorginho (460), Karim Benzema (239), N’golo Kante (186). Cristiano Ronaldo, rival terdekat Messi dalam perburuan penghargaan ini dengan koleksi lima Ballon d’Or sejauh ini, di tangga keenam dengan 178 poin.
Sejumlah pemain dan pelatih mengkritisi terpilihnya kembali Messi. Gelandang Real Madrid Toni Kroos menilai Benzema, penyerang “El Real”, lebih layak terpilih. Pelatih Liverpool Juergen Klopp berpendapat, Lewandowski dan striker Liverpool Mohamed Salah, dirugikan dalam proses pemilihan kali ini. Tersirat, Klopp menganggap, meski Lewandowski dan Salah tampil gemilang, keduanya tersingkir semata oleh pamor Messi.
Sejumlah pemain dan pelatih mengkritisi terpilihnya kembali Messi. Gelandang Real Madrid Toni Kroos menilai Benzema, penyerang “El Real”, lebih layak terpilih.
Pertanyaan berikutnya, betulkah Messi terpilih kembali hanya karena kebintangannya selama ini, bukan karena prestasi kekinian? Jika dicermati, meski tak bersinar bersama Barcelona di musim terakhirnya, dan masih sulit menyesuaikan diri dengan klub barunya, Paris Saint-Germain, Messi mencatat prestasi fenomenal bersama tim Argentina.
Prestasi itu tak lain membawa tim Tango juara Copa America Brasil 2021, setelah menundukkan rival utama Amerika selatan, Brasil, yang sekaligus tuan rumah. Gol semata wayang dari Angel di Maria, lewat sepakan voli yang memperdaya kiper Ederson, membawa Argentina menjuarai Copa America lagi, setelah terakhir kali pada 1993. Ketika itu, Argentina berjaya lewat aksi beberapa bintang seperti Diego Simeone dan Gabriel Batistuta.
Terbayar lunas
Bagi Messi, gelar juara bersama tim nasionalnya ibarat membayar “hutang sepanjang hayat”. Maklum, ia yang juga kerap disebut sebagai titisan Maradona, tak jarang dibanding-bandingkan dengan sang pendahulu itu. Jika Maradona berhasil membawa Argentina juara dunia di Meksiko 1986, bagaimana dengan Messi?
Pertanyaan itu terus menghantui Messi dari waktu ke waktu. Maklum, selepas meraih medali emas sepak bola Olimpiade Beijing 2008, Si Kutu belum pernah tampil sebagai juara untuk tim Argentina. Ia bermain untuk tim Tango sejak Piala Dunia Jerman 2006, lalu Afrika Selatan 2010, Brasil 2014, dan Rusia 2018. Begitu juga dengan Copa America Venezuela 2007, Argentina 2011, Cile 2015, Amerika Serikat 2016, dan Brasil 2019.
Dari sejumlah aksi bersama Argentina itu, Messi sudah mengantar tim dengan kostum khas garis vertikal biru muda-putih itu, ke empat laga final. Keempat partai final itu yakni di Copa America 2007, Piala Dunia 2014, Copa America 2015, dan Copa America 2016. Namun, semuanya berakhir kegagalan.
Frustrasi berkepanjangan itu membawa Messi pada keputusan pensiun dari tim nasional. Pensiun itu diumumkan setelah kekalahan di Copa America 2016 dari Cile, di Stadion MetLife, East Rutherford, Amerika Serikat, 26 Juni 2016. Setelah skor seri tanpa gol hingga perpanjangan waktu, Argentina kalah 2-4 dari Cile dalam adu penalti. Makin pahit bagi Messi, ia salah satu eksekutor Argentina yang gagal menunaikan tugas.
“Ini titik akhir saya bersama tim (Argentina), sudah diputuskan. Saya sudah mencoba beberapa kali (untuk jadi juara bersama Argentna), dan saya berakhir dengan tak satupun meraihnya,” tutur Messi, seperti dikutip CNN.
Situasi emosional itu menghadirkan kesedihan di kalangan fans “La Albiceleste”. Diikuti berbagai bujukan dan persuasi dari berbagai kalangan di Argentina, Messi mencabut keputusan itu, dan kembali bermain untuk tim Tango pada 12 Agustus 2016, pada laga kualifikasi Piala Dunia 2018.
Keputusannya kembali memperkuat Argentina terbukti berbuah manis dengan kesuksesan Argentina menjuarai Copa America 2021. Keberhasilan itu pulalah yang membuat Messi lagi-lagi terpilih menerima trofi Ballon d’Or.
Bahkan, jika ia bisa mempertahankan performanya hingga akhir 2022, saat perhelatan Piala Dunia Qatar 2022, bisa-bisa nama Messi bakal menjadi favorit kuat Ballon d’Or 2023. Andai itu terwujud, Si Kutu bakal makin sah dijuluki titisan Maradona.