Terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 telah menimbulkan diskursus yang kontraproduktif belaka. Saatnya mendorong Kampus Merdeka mengejar tuntutan dan tantangan global.
Oleh
JC TUKIMAN TARUNA
·3 menit baca
Meminjam judul buku filsuf Al-Farabi (257 H-337 H), Tahsil as-Saadah (Mencari Kebahagiaan), diskursus seputar Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau PPKS kiranya akan menemukan pencerahan. Sepanjang hidupnya, Al-Farabi memusatkan perhatiannya pada logika dan mendalami tata bahasa sejumlah bahasa.
Setelah beberapa kali berpindah tempat tinggal, Al-Farabi kemudian menetap di Baghdad selama 30 tahun seraya menekuni waktunya untuk belajar, menulis, dan mengajar. Tidak berhenti di situ, Al-Farabi berpindah ke Damsyik, termasuk ikut dalam pertempuran merebut kota itu, sampai wafatnya pada usia 80 tahun.
Jalan kebahagiaan yang ditempuh Al-Farabi, antara lain, ia berusaha menyatukan aliran-aliran filsafat dalam satu kesatuan pandangan. Sebab, Al-Farabi meyakini bahwa kebenaran itu hanya satu, sedangkan perbedaan pendapat dan aliran pikiran itu hanya bersifat lahiriah belaka. Jalan kebahagiaan, menurut Al-Farabi, ialah tidak cukup hanya mendalami filsafat, melainkan pendalaman filsafat harus dibarengi dengan mendalami agama sehingga akal dan wahyu itu sinergi.
Atas pergulatannya itu, dalam bidang metafisika, khususnya masalah ketuhanan, Al-Farabi menyampaikan pendapatnya yang kemudian menjadi sangat terkenal, yaitu ”Emanasi” (Al-faldi): bahwa sesungguhnya segala sesuatu itu keluar dari Tuhan, karena Tuhan mengetahui zat-Nya. Alam dan seisinya pun tercipta sebagai emanasi dari Tuhan Yang Maha Tahu (lihat Filsuf-filsuf Dunia dalam Gambar, 1981).
Mengapa berbantah-bantah?
Terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS telah menimbulkan diskursus yang rasanya kontraproduktif belaka, mengingat tidak mungkin ada niatan jelek (jahat) terselubung agar di kampus berkembang tindakan-tindakan amoral oleh siapa pun. Menggunakan jalan kebahagiaan Al-Farabi, yakinlah bahwa kita ini datang dari Tuhan; dan ketika seseorang atau suatu lembaga mengeluarkan peraturan, niatan utamanya pasti untuk ”memelihara keutuhan ciptaan”, bukannya sengaja akan membawa kerusakan.
Oleh karena itu, berbantah-bantah dalam perbedaan pendapat dan aliran pikiran perihal PPKS hanyalah bersifat lahiriah belaka. Perlukah? Sebagian orang atau kelompok memandang perlu karena mungkin ada berbagai kekhawatiran muncul atas apa yang terkandung dalam PPKS itu.
Konstruksi logika yang dibangun dalam pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual (analoginya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS) sudah sangat jelas, dan sangat kontraproduktif jika yang dikhawatirkan justru yang sebaliknya yang kelak akan terjadi. Meskipun sudah sangat jelas, mari menemukan jalan kebahagiaan bersama seraya melengkapi konstruksi logikanya menjadi pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan seksual (PPTKS). Bobot pencegahan dan penanggulangannya terutama diarahkan pada tindakan dan perilaku.
Kampus Merdeka, ayo maju!
Jalan kebahagiaan Kampus Merdeka selayaknya dicari untuk ditemukan bersama dari sekurangnya ada sembilan indikator dan tuntutan mondial berikut ini, yakni reputasi akademik, reputasi pemberi kerja dan serapannya, rasio fakultas dan mahasiswa, jaringan penelitian internasional, banyaknya makalah mahasiswa ataupun makalah fakultas dirujuk, staf dengan gelar doktor dan setaranya, proporsi fakultas internasional, proporsi mahasiswa internasional, dan proporsi pertukaran mahasiswa.
Di sinilah medan terbaik untuk berbantah-bantah, yakni dengan cara apa dan bagaimana, serta dukungan seperti apa dibutuhkan oleh Kampus Merdeka kita, sehingga setahap demi setahap dapat meniti jalan kebahagiaannya memenuhi sembilan indikator itu. Apabila saat ini baru mampu memenuhi tiga indikator, para anggota DPR, misalnya, harus berpikir keras dalam konteks regulasi dan pendanaan agar Kampus Merdeka itu terpacu untuk mengejar titian kebahagiaan dengan cara memenuhi indikator lain.
Tegasnya, terlalu kontraproduktif apabila DPR hanyut dalam diskursus yang sebetulnya sudah jelas konstruksinya. Beranjaklah mendorong Kampus Merdeka mengejar tuntutan dan tantangan global, karena substansi utama perguruan tinggi adalah memenuhi tuntutan universalitasnya.
JC Tukiman Taruna, Pengajar Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata, Semarang, dan Dewan Penyantun Unika Soegijapranata, Semarang