Kini pemerintah sudah belajar, berupaya mengomunikasikan berbagai langkah kebijakan, peraturan, ataupun melakukan evaluasi dan koreksi. Tinggal bagaimana menyinkronkan agar data tidak simpang siur, sama, dan akurat.
Oleh
Pangeran Toba P Hasibuan
·3 menit baca
Keberhasilan pengendalian penularan Covid-19 menjelang akhir 2021 diharapkan menjadi momentum dan modal dasar pemulihan ekonomi Indonesia 2022.
Jalan terlihat lebih lapang meski masih ada ”tikungan tajam” yang membahayakan keselamatan jika tidak hati-hati. Pemerintah tetap melakukan skenario ”gas-rem” guna menyeimbangkan kehidupan dan penghidupan. Demikian analisis Litbang Kompas (Kamis, 18/11/2011).
Disebutkan juga keberhasilan Indonesia melampaui target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam vaksinasi Covid-19 dalam advertorial di halaman 7. Semua itu membangkitkan optimisme, semoga kehidupan lebih baik bisa terwujud di 2022.
Namun, jika dicermati isi tulisan tersebut, ada yang kurang pas, terkait dengan pernyataan dua menteri yang berbeda dalam hal target vaksinasi lengkap dua dosis untuk mencapai kekebalan kelompok.
Pada halaman utama Menteri Kesehatan menyebutkan bahwa sasaran penerima vaksin (208,27 juta orang) ditargetkan menerima dua kali dosis vaksin per Maret 2022. Namun, pada halaman 7, Menkominfo mengatakan bahwa ”… pemerintah optimistis target vaksinasi dapat tercapai akhir tahun ini”.
Sebenarnya hal yang lebih penting lagi untuk dijelaskan adalah bagaimana rencana aksi agar 1,6 juta-2 juta vaksinasi per hari bisa dicapai. Misalnya, hambatan yang mungkin dihadapi, cara mengatasi, dan sebagainya.
Saya pernah menghitung secara sederhana menggunakan patokan yang diminta Presiden Joko Widodo, 2 juta suntikan per hari, maka kekebalan kelompok paling cepat baru tercapai awal tahun 2022 (Kompas, 2/11/2021).
Meskipun demikian, saat ini penanganan pandemi Covid-19 sudah jauh lebih baik. Berbeda dengan saat awal pandemi, ketika banyak beredar informasi yang tidak jelas sumbernya. Saat itu pemangku kebijakan jarang tampil di depan publik untuk meluruskan mana yang salah.
Kini pemerintah sudah belajar banyak, berupaya mengomunikasikan berbagai langkah kebijakan, peraturan, ataupun melakukan evaluasi dan koreksi. Tinggal bagaimana menyinkronkan agar data tidak simpang siur, sama dan akurat, siapa pun yang menginformasikan.
Pemerintah layak diapresiasi karena perlahan, tetapi pasti, berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19.
Pangeran Toba P Hasibuan
Sei Bengawan, Medan 20121
Berhenti, Kok, Sulit
Saya pelanggan Telkom DB08501188870002 yang telah mengajukan penghentian telepon rumah sejak 5 Agustus 2021 di Plaza Telkom BSD.
Sesuai yang diminta, saya menyetor uang security deposit dan meterai Rp 244.640. Uang diterima kasir dengan nomor 060003450168/050821.
Kenyataannya, hingga November 2021 saya masih dianggap aktif sebagai pelanggan, bahkan dinyatakan menunggak. Saya ditagih biaya penggunaan per bulan, yang dikirim melalui SMS, Whatsapp, dan e-mail.
Saya sudah berupaya menelepon, mengirim e-mail, bahkan menulis tweet ke CS Telkom, tetapi tetap tidak ada penyelesaian.
Bagaimana Telkom? Tolong jangan meminta saya datang ke Plaza Telkom lagi.
Bambang Widodo
Pondok Jagung Timur, Serpong Utara
Prihatin
Kita sering menjumpai anak yang terganggu tumbuh kembangnya alias stunting atau tengkes, antara lain, karena kurang gizi.
Padahal, Tuhan telah memberi Indonesia modal berharga berupa tanah subur (loh jinawi) sehingga tanaman mudah tumbuh (subur kang sarwo tinandur).
Semoga generasi milenial tertarik pertanian dan peternakan. Di Selandia Baru ada sapi dan domba, penghasil daging dan susu. Peternaknya bisa hidup sejahtera.
Kalau anak Indonesia banyak makan daging dan minum susu, insya Allah jasmani dan rohani bisa tumbuh sehat. Tidak ada anak tengkes lagi.