Angka kecelakaan lalu lintas di jalan tol di Indonesia terbilang tinggi. Sebagian besar terkait kegagalan pengereman pada kendaraan berat atau ketidakmampuan pengemudi mengendalikan kendaraan pada kecepatan tinggi.
Oleh
ASWIN RIVAI
·5 menit baca
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah utama sistem transportasi, khususnya di Indonesia. Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014, kecelakaan lalu lintas di Indonesia menyumbang 1,2 juta kematian dan sekitar 50 juta korban cedera (WHO, 2015).
Semua aspek transportasi memiliki risiko kecelakaan, termasuk jalan tol, ruas jalan yang dikhususkan untuk melayani perjalanan jarak jauh dan kecepatan tinggi. Tujuan utama pembangunan jalan tol adalah untuk menyediakan jaringan jalan bebas hambatan guna mempersingkat waktu tempuh pengguna jalan ke tempat tujuan perjalanannya.
Ironisnya, dampak dari waktu tempuh yang lebih singkat akibat berkendara dengan kecepatan tinggi, angka kematian akibat kecelakaan di jalan tol di Indonesia pun tinggi, mencapai 56 persen dari total kecelakaan (Adelaide, 2011). Kecelakaan maut sering terjadi di Tol Cipularang. Beberapa ahli berpendapat bahwa Tol Cipularang merupakan salah satu jalan tol yang paling rawan kecelakaan di Indonesia.
Tol Cipularang, khususnya antara Simpang Susun Jatiluhur dan Exit Ramp Cikamuning, merupakan ruas tol dengan tingkat kecelakaan fatal tertinggi. Berdasarkan data Integrated Road Safety Management System (IRSMS), terdapat 38 kecelakaan yang terjadi di Tol Cipularang (21 kecelakaan fatal) dengan total 38 korban meninggal dan 126 korban luka-luka. Sementara pada tahun 2018, jumlah kecelakaan menurun menjadi 11 kecelakaan (7 kecelakaan fatal) dengan total 11 kematian dan 23 korban luka-luka.
Jalan tol memiliki pengaruh penting terhadap sistem transportasi nasional, terutama sebagai pelintasan antarwilayah. Beberapa studi telah menganalisis aspek keselamatan jalan di beberapa jalan tol di Indonesia.
Salah satu penelitian mengenai analisis kecelakaan di jalan tol dilakukan oleh Pradana (2013), yang menganalisis lokasi black spot (rawan kecelakaan) di ruas Tol Serang Timur-Merak seksi Km 72-Km 98. Dengan menggunakan metode accident equivalent number, diidentifikasi beberapa titik hitam di ruas jalan tol, yaitu Km 73, 74, 77, 78, 88, dan 91 (Pradana, Budiman, dan Andriyani, 2013).
Ruas tol padat lain adalah Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) yang merupakan salah satu tol pertama di Indonesia. Sebuah studi telah mengidentifikasi ruas jalan yang tergolong black spot, tepatnya di Km 8-9, Km 33-37, dan Km 39-43 (Darmawan dan Arifin, 2020).
Sebagai jalan bebas hambatan atau jalan tol, kecelakaan yang terjadi di jalan tol erat kaitannya dengan kecepatan tinggi. Apalagi, kecelakaan lalu lintas yang berkaitan dengan kecepatan, khususnya tabrakan dengan kecepatan tinggi, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan fatal dan mengakibatkan jumlah korban meninggal.
Kecelakaan yang terjadi di jalan tol tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara lain. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan di India dengan menggunakan software berbasis GIS, dapat diidentifikasi lokasi black spot di jalan bebas hambatan, lebih tepatnya di Km 119-Km 120 ruas NH (Jalan Raya Nasional) 58 (Apparao, Mallikarjunareddy, dan Raju, 2013).
Studi lain di negara yang sama juga mencoba menentukan lokasi black spot di jalan nasional. Dengan menggunakan tiga metode untuk menentukan lokasi black spot, yaitu metode ranking, metode accident density, dan metode weighted severity index (Sorate, et al, 2015) data kecepatan untuk kendaraan yang melebihi batas kecepatan maksimum dibandingkan dengan kendaraan yang berada di bawah batas kecepatan minimum.
Di jalan menanjak, kendaraan ringan cenderung berakselerasi untuk mempertahankan kecepatan tinggi. Di sisi lain, di jalan menurun, pengemudi akan cenderung mengurangi kecepatan untuk mengurangi kemungkinan kecelakaan.
Perbedaan yang signifikan antara kecepatan kendaraan ringan dan kendaraan berat di bagian menanjak dapat meningkatkan kemungkinan kecelakaan fatal jika pengemudi tidak berperilaku baik.
Namun, perbedaan yang signifikan antara kecepatan kendaraan ringan dan kendaraan berat di bagian menanjak dapat meningkatkan kemungkinan kecelakaan fatal jika pengemudi tidak berperilaku baik. Di Km 93, sekitar 92 persen kendaraan berat yang melewati Km 93 berada di bawah batas kecepatan minimum dengan kecepatan rata-rata 37 km per jam. Sementara pada segmen yang sama, 10 persen kendaraan ringan mencapai kecepatan 85 km per jam.
Perbedaan yang signifikan ini dianggap cukup berbahaya jika terjadi kecelakaan. Kecepatan kendaraan ringan akan selalu lebih tinggi dari kendaraan berat. Pada Km 91 banyak kendaraan ringan yang cenderung melebihi batas kecepatan maksimum dan hanya sedikit kendaraan berat yang melebihi batas kecepatan maksimum.
Namun, hal sebaliknya terjadi di Km 93. Hanya sebagian kecil kendaraan ringan yang melewati batas maksimum. Apalagi, hampir tidak ada kendaraan berat yang melebihi batas kecepatan maksimum.
Usaha yang perlu dilakukan
Untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan lalu lintas di jalan tol, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan. Pertama, implementasi deteksi insiden jalan tol dan persinyalan otomatis sebagai smart toll system. Ide utamanya adalah kemampuan jalan tol dalam mendeteksi insiden yang terjadi dan secara otomatis dapat memberikan peringatan kepada pengendara lain terkait insiden tersebut.
Sistem ini termasuk overhead variable message signs (OVMS) dan kamera yang dipasang di sepanjang jalan. Dengan kata lain, sistem ini dapat mengurangi penggunaan telepon pintar (smartphone) oleh pengemudi.
Penandaan chevron bertujuan untuk memberikan representasi visual dari jarak yang direkomendasikan antarkendaraan.
Kedua, implementasi marka chevron di sepanjang jalan tol. Penandaan chevron bertujuan untuk memberikan representasi visual dari jarak yang direkomendasikan antarkendaraan. Pengemudi dapat memperkirakan jarak yang diperbolehkan menurut tanda chevron.
Sesuai dengan standar headway yang direkomendasikan untuk jalan tol di Indonesia tiga detik, posisi marka chevron dapat disesuaikan dengan jarak yang dibutuhkan kendaraan pada kecepatan tertentu (kecepatan yang direkomendasikan 80 km per jam) hingga berhenti sempurna dalam tiga detik.
Ketiga, pembangunan runaway/escape ramp dan climbing lane untuk mengantisipasi kegagalan pengereman kendaraan. Escape ramp dapat dibuat sejajar dengan bahu jalan. Selain itu, material yang direkomendasikan untuk escape ramp adalah sand trap (perangkap pasir). Harus ada pula pengawasan rutin untuk mencegah jalan keluar menjadi berkerak.
Jalan Tol Cipularang merupakan salah satu jalan tol dengan tingkat kecelakaan yang tinggi di Indonesia. Sebagai jalan tol yang menghubungkan beberapa pusat kegiatan khususnya di Pulau Jawa, terdapat berbagai kendaraan yang mengakses jalan tersebut. Geometri jalan pegunungan rawan kecelakaan di Tol Cipularang.
Beberapa kecelakaan di Tol Cipularang terkait dengan kegagalan pengereman pada kendaraan berat atau ketidakmampuan pengemudi mengendalikan kendaraan pada kecepatan tinggi. Penerapan deteksi insiden jalan tol, marka chevron, dan pembangunan jalur evakuasi/runaway pendakian diharapkan dapat mencegah dan mengurangi angka kecelakaan di jalan tol tersebut.
Aswin Rivai,Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas UPN Veteran Jakarta