Indonesia dan Kesehatan Dunia
Para bapak pendiri bangsa kita sudah menegaskan peran serta Indonesia dalam perdamaian dunia. Kini bangsa ini harus menindaklanjuti pesan luhur ini dengan juga mewujudkan peran serta Indonesia dalam kesehatan dunia.

Didie SW
Tanggal 12 November setiap tahun diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional, yang tentunya selalu mengangkat berbagai tema untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa kita.
Sementara itu, kita ketahui bersama bahwa mulai 1 Desember 2021, beberapa hari sesudah peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN), Indonesia akan menjalani posisi keketuaan/ presidensi G-20 sampai akhir 2022.
Ini akan langsung dilanjutkan di tahun berikutnya pada 2023 dengan Indonesia yang akan menjadi ketua ASEAN. Artinya, dalam dua tahun berturut-turut Indonesia akan punya peran penting dalam diplomasi internasional, dan tentunya juga mencakup peran besar bangsa kita dalam diplomasi kesehatan internasional.
Karena itu, dalam semangat tema HKN tahun ini, ”Sehat Negeriku, Tumbuh Indonesiaku”, penting dibahas pula tentang peran penting Indonesia untuk kesehatan dunia, setidaknya dalam tiga area yang kini jadi tantangan global, yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), Universal Health Coverage (UHC), dan pelayanan kesehatan primer (primary health care/PHC), selain tentu tentang penanganan pandemi kini dan masa datang yang sudah banyak dibahas.
SDGs
Pada 2015 para pemimpin dunia sepakat mencanangkan SDGs yang meliputi 17 tujuan (goals) dan 169 target untuk dicapai pada 2030.
Spesifik untuk kesehatan ada tujuan ketiga, yaitu kesehatan yang baik dan kesejahteraan. Namun. area lain tentunya juga amat berpengaruh pada kesehatan, misalnya tujuan (1) tentang menghapus kemiskinan, (2) tentang mengakhiri kelaparan, (4) tentang pendidikan bermutu, (5) kesetaraan jender, (6) tentang akses air bersih dan sanitasi, dan banyak tujuan yang lain dalam SDGs yang berhubungan dengan kesehatan.
Hanya saja, dengan pandemi Covid-19 sejak 2020 sampai sekarang, banyak ancaman terhadap kemungkinan tercapainya target yang ada.
Dalam perjalanan sejak 2015, tadinya cukup banyak kemajuan yang dicapai dunia untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan dunia yang lebih baik sesuai target SDGs. Hanya saja, dengan pandemi Covid-19 sejak 2020 sampai sekarang, banyak ancaman terhadap kemungkinan tercapainya target yang ada.
Untuk ini, ada dua kegiatan utama yang perlu dilakukan, dan Indonesia yang memegang keketuaan G-20 di 2022 dan ASEAN di 2023 dapat dan perlu berperan penting.
Pertama, menilai apakah target-target yang ada masih tetap tepat untuk dapat dicapai, atau barangkali perlu revisi atau penyesuaian yang diperlukan. Ini tentu perlu analisis yang amat mendalam, di satu sisi jangan cepat-cepat menyerah dan ”menyalahkan” pandemi Covid-19 untuk lalu mengubah target, dan di sisi lain juga harus melihat kenyataan berbagai dampak multidimensi akibat pandemi ini.
Kegiatan utama kedua, kalau memang target masih akan tetap dicapai sebagaimana tercantum dalam dokumen SDGs, apa yang perlu dilakukan dunia dalam sembilan tahun mendatang? Untuk ini, tentu perlu kerja keras dan kerja cerdas dunia kesehatan, dan bukan tak mungkin diperlukan semacam pendekatan out of the box.
Baca juga : Tata Ulang Kesehatan Global
Karena Indonesia memang menghadapi berbagai masalah kesehatan selama ini, dan kita punya pengalaman panjang untuk mengatasi masalah yang ada, serta punya jejak penting dalam diplomasi kesehatan global, kepemimpinan Indonesia dalam analisis SDGs dunia menjadi amat layak dilakukan.
UHC
UHC merupakan salah satu program utama kesehatan dunia. Secara umum, UHC punya tiga pengertian penting. Pertama, semua orang di dunia ini harus dapat mengakses pelayanan kesehatan esensial. Ke dua, pelayanan kesehatan yang didapatnya tentu harus bermutu. Ketiga, jangan sampai hal ini membebani keuangan diri dan keluarganya.
Sebagai indikator keberhasilan UHC dalam aspek cakupan dan pemerataannya, WHO menggunakan 16 jenis pelayanan kesehatan esensial dalam empat kategori: Kesehatan Ibu Anak dan Reproduktif, Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular, serta Akses dan Kapasitas Pelayanan Kesehatan.
Ada cukup banyak faktor yang harus ditangani agar UHC terwujud bagi semua penduduk bumi ini. Salah satu di antaranya tentunya adalah penguatan sistem kesehatan (health system strengthening) dan jaminan ketersediaan pelayanan kesehatan di mana diperlukan. Aspek lain ialah jaminan sistem keuangan, mungkin dalam bentuk asuransi kesehatan, asuransi sosial, atau sistem penganggaran lain. Juga amat diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan yang mahir dan terampil.

Indonesia sudah melaksanakan UHC dalam bentuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terus dikembangkan meski harus diakui juga masih banyak tantangan di sana-sini. Pengalaman kita dengan 270 juta penduduk ini tentu akan amat berharga bagi analisis pelaksanaan dan meningkatkan UHC di dunia.
PHC
Hal berikut yang amat penting untuk kesehatan umat manusia adalah berfungsinya pelayanan kesehatan primer (PHC) dengan baik. Dengan adanya pelayanan kesehatan primer, setiap orang bisa mengakses pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya, dalam waktu yang cepat dan dekat dengan rumah atau tempat kerjanya dan dalam lingkungan yang mereka sudah kenal baik.
PHC mencakup setidaknya tiga komponen. Pertama, sesuai dengan kebutuhan masyarakat sepanjang hidupnya, mulai dari bayi baru lahir (bahkan di dalam kandungan) sampai lansia. Kedua, mencakup determinan kesehatan yang lebih luas dengan keterlibatan multisektor, misalnya perumahan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain.
Ketiga, pemberdayaan masyarakat, yang tentu memegang peran amat besar dalam kesehatan mereka sehari-hari.
Indonesia sudah melaksanakan konsep puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) sejak 1969, lebih dari 50 tahun lalu. Saat ini ada lebih dari 10.200 puskesmas di seluruh Indonesia, langsung di tengah masyarakat. Pengalaman amat panjang dan cakupan yang luas ini, dengan berbagai masalahnya tentunya, bisa jadi salah satu benchmark guna memperkuat implementasi PHC di dunia.
Untuk ini, tentu perlu kerja keras dan kerja cerdas dunia kesehatan, dan bukan tak mungkin diperlukan semacam pendekatan out of the box.
Tata ulang dan UUD
Dalam pidatonya di Sidang Umum PBB Ke-76 September 2021 dan juga pada KTT G-20 di Italia Oktober 2021, Presiden Jokowi menyerukan semua negara untuk menata ulang arsitektur sistem ketahanan kesehatan global. Sedikitnya ada dua aspek utama dalam hal ini.
Pertama, bagaimana dunia dapat menangani dan menyelesaikan masalah pandemi yang kita hadapi sekarang, termasuk mengatasi ketimpangan ketersediaan vaksin dan lain-lain. Kedua, bagaimana menghadapi kemungkinan pandemi mendatang, pentingnya kesiapan (preparedness) dengan berbagai aspeknya, serta mengatur bentuk hubungan antarnegara, antara lain mengevaluasi international health regulation (IHR) dan kemungkinan pembentukan konvensi pandemi.
Dengan keketuaan G-20 2022 yang dilanjutkan dengan keketuaan ASEAN 2023, Indonesia jelas dan harus mengambil kepemimpinan dalam diplomasi kesehatan global dalam berbagai aspek yang dibahas di atas, dan mungkin juga aspek lain, seperti pelayanan kesehatan rujukan, konsep ”one health” yang mencakup kesehatan manusia, kesehatan hewan dan lingkungan, dan ancaman resistensi antimikroba (antimicrobial resistance).

Tjandra Yoga Aditama
Para bapak pendiri bangsa kita sudah menegaskan peran serta Indonesia dalam perdamaian dunia, sesuai amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 alinea keempat, yaitu dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Kini kita para penerus bangsa ini harus menindaklanjuti pesan luhur ini dengan juga mewujudkan peran serta Indonesia dalam kesehatan dunia. Sekarang adalah saat terbaiknya. Mari kita kerjakan bersama demi kejayaan bangsa dan kesehatan umat manusia.
Tjandra Yoga Aditama Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, dan Mantan Dirjen P2P dan Kepala Balitbangkes