Masa Depan Industri Digital China Tak Menentu
China seperti tak pernah putus menekan perusahaan-perusahaan teknologi. Kabar terbaru, otoritas China mengenakan denda terhadap sejumlah raksasa teknologi negara itu karena dinilai melakukan pelanggaran.
Sejak awal tahun ini hingga sekarang, perusahaan teknologi China seperti tak pernah putus dengan berbagai masalah. Kebijakan-kebijakan otoritas China terus menekan mereka. Kabar terbaru, mereka juga terkena denda. Jumlahnya tidak terlalu besar, namun tetap saja membuat sejumlah kalangan bertanya-tanya tentang kebijakan itu.
Berbagai media internasional kembali memberitakan tindakan otoritas China beberapa hari lalu. China menjatuhkan denda pada beberapa perusahaan teknologi terbesar di negara itu. Perusahaan teknologi, seperti Alibaba, Tencent, dan Baidu, didenda karena melanggar undang-undang antimonopoli otoritas pasar modal (SAMR).
Bahkan, otoritas tak hanya menyelidiki pelanggaran-pelanggaran belakangan ini, tetapi juga pelanggaran pada masa lalu. SAMR mencatat 43 pelanggaran terpisah, dengan beberapa pelanggaran sejak tahun 2012. Hukuman untuk setiap denda adalah 500.000 yuan atau sekitar 78.000 dollar AS. Kasus yang diumumkan kali ini adalah semua transaksi yang seharusnya diumumkan, tetapi tidak diumumkan di masa lalu.
Langkah ini membuat sejumlah kalangan terkaget-kaget dan bingung. Pasalnya, otoritas mengungkit-ungkit kasus pada masa lalu. Sebagai contoh, pelanggaran tertua terjadi pada 2012, ketika Baidu dan perusahaan teknologi informasi Nanjing Wangdian membeli saham yang menjadikan mereka pemegang saham terbesar perusahaan pengembangan perangkat lunak Nanjing Xinfeng.
Pelanggaran terbaru melibatkan kesepakatan antara Baidu dan produsen mobil Zhejiang Geely Holdings untuk membuat perusahaan kendaraan dengan energi baru. Umumnya perusahaan-perusahaan itu memilih diam ketika keputusan otoritas diumumkan.
Saham Alibaba, Tencent, dan Baidu turun di bursa Hong Kong pada Senin setelah pengumuman tersebut. Baidu turun paling besar yaitu 2,1 persen, Alibaba turun 1,6 persen, sementara Tencent merosot 0,3 persen. Alibaba telah memperingatkan kepada para pemegang saham pada minggu lalu bahwa pertumbuhan yang lebih lemah tahun ini akan terjadi. Penyebabnya adalah ekonomi China melambat dan otoritas Beijing yang melanjutkan tindakan keras atas peraturannya.
Sebenarnya investor dan analis memahami langkah-langkah China. Beberapa bulan lalu regulator pasar modal telah memelopori kampanye selama setahun melawan perusahaan teknologi China. Angka yang diumumkan pada hari Sabtu pekan lalu memang kecil dibandingkan dengan beberapa hukuman tenda yang dikenakan awal tahun ini, termasuk rekor denda 18,2 miliar yuan atau sekitar 2,8 miliar dollar AS yang diperintahkan untuk dibayar oleh Alibaba. Pada saat itu, regulator mengatakan, mereka telah menyimpulkan bahwa raksasa platform belanja daring itu telah berperilaku seperti monopoli.
Baca juga : Apa yang Terjadi Setelah China Menekan Perusahaan Teknologi?
Meski demikian, banyak kalangan tetap bertanya-tanya, apa tujuan utama China menekan perusahaan-perusahaan teknologi itu? Apalagi sampai mengungkit kasus-kasus lama. Tekanan yang belakangan saja sudah membuat mereka pusing, apalagi yang pekan lalu. Bagi mereka sebenarnya kasus-kasus tersebut sudah lewat dan sudah diselesaikan.
”Memang jarang sekali bagi regulator untuk melacak kembali kasus-kasus yang terjadi sejak lama, tetapi memang sejumlah besar perusahaan tidak menyatakan dengan tegas bahwa kesepakatan bisnis mereka sesuai dengan hukum pada masa lalu,” kata Zhai Wei, Direktur Eksekutif Pusat Penelitian Hukum Persaingan Universitas Ilmu Politik dan Hukum China Timur, Shanghai, seperti dikutip laman South China Morning Post.
Zhai memperkirakan, otoritas memang ingin mengatur kesepakatan-kesepakatan bisnis pada masa depan. Pengaturan ini kemungkinan akan menjadi prioritas para pengawas. China telah meningkatkan unit antimonopoli di bawah SAMR menjadi biro anti monopoli negara pekan lalu. Gan Lin, seorang wakil menteri di SAMR, ditunjuk sebagai kepala biro yang baru itu.
Semula beberapa perusahaan melihat gagasan dan dorongan antimonopoli pemerintah sebagai fokus jangka pendek. Akan tetapi, dengan perkembangan terakhir, mereka memastikan bahwa inisiatif baru Pemerintah China telah menjadi pekerjaan standar. Oleh karena itu, mereka tidak akan main-main dengan aturan ini. Intinya, ke depan aturan antimonopoli memang serius diterapkan dalam dunia bisnis.
Meski demikian, banyak kalangan menduga ada agenda besar dari Pemerintah China terkait dengan tindakan mereka sejak tahun lalu. Analisis awal menyebutkan, masa-masa romantis antara perusahaan teknologi dan Pemerintah China telah berakhir. Mereka tidak lagi mesra. Pemerintah China tidak bisa lagi diandalkan untuk melindungi mereka. Perusahaan teknologi akan lebih berhati-hati lagi.
Untuk memahami perkembangan ini, ada baiknya kita membaca analisa Tyler Hayward dari Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington AS yang terbit pada 12 Mei 2021. Pada masa lalu, sistem politik China yang bersifat otoriter menyebabkan para pemimpin China masih menghadapi kendala politik yang signifikan untuk melakukan tindakan keras terhadap perusahaan teknologi yang membesar.
Baca juga : China Terus ”Menertibkan” Perusahaan Teknologi
Seperti dicatat oleh Yuhua Wang dalam bukunya, Tying the Autocrat’s Hands: The Rise of the Rule of Law in China, penguasa otoriter tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan untuk tetap berkuasa. Mereka juga membutuhkan kerja sama, terutama dari kelompok kepentingan yang mengendalikan aset berharga.
Dalam kasus Alibaba, perusahaan ini menjadi penting dalam agenda pembangunan ekonomi dan teknologi pemerintah. Oleh karena itu, lebih nyaman bagi pemerintah untuk bekerja sama dengan Alibaba dan menoleransi pelanggaran perusahaan daripada melakukan sebaliknya.
Mengatur Alibaba pada saat itu akan berisiko mengubah para pemimpin bisnis dan investor Alibaba melawan kepemimpinan China. Tindakan itu juga akan membuat program untuk mencapai tujuan pemerintah menjadi lebih mahal. Tindakan pengaturan seperti itu juga akan berisiko mengkhawatirkan perusahaan lain atau memberi rasa cemas bagi mereka yang beroperasi di ruang yang sama.
Saat ini, Pemerintah China sepertinya sudah mulai kokoh dalam mengambil sikap terhadap perusahaan teknologi. Salah satu isu yang penting adalah kekhawatiran perusahaan teknologi akan lebih berkuasa dibandingkan dengan pemerintah.
Setidaknya kecemasan itu juga muncul di Amerika Serikat. Pemerintah negara itu mulai kewalahan mengatur perusahaan-perusahaan teknologi. Langkah yang sama adalah mereka memperketat aturan antimonopoli. China mungkin saja memiliki kecemasan yang sama.
Dalam bahasa pasar, dengan mengacu pada pemikiran Tyler Hayward di atas, tindakan Pemerintah China bisa dibaca seperti ini: aksi korporasi sejumlah perusahaan teknologi secara signifikan akan menguntungkan sekelompok investor berpengaruh sehingga mengubah kalkulasi di balik keputusan untuk mengatur perusahaan teknologi sebelumnya. Jumlah dana yang besar dari aksi korporasi akan memberi sinyal kepada pemain lain di pasar China bahwa perusahaan dapat mengambil tindakan yang bertentangan dengan tujuan kebijakan pemerintah dan bahkan secara terbuka mempertanyakan kemampuan pemerintah untuk mengatur pasar.
Baca juga : China Makin Keras ”Menggebuk” Perusahaan Teknologi
Sinyal ini pada gilirannya akan mempertaruhkan kredibilitas pemerintah pusat sebagai pembuat dan penegak kebijakan. Singkatnya, sejumlah aksi korporasi yang telah dilakukan dan akan dilakukan pada masa mendatang memicu perubahan dalam analisis untung-rugi pemerintah.
Keputusan mereka sepertinya adalah membuat tindakan keras terhadap perusahaan teknologi lebih murah daripada tidak bertindak atau diam sama sekali. Kali ini, perusahaan teknologi memang lebih baik memilih diam.