Riset untuk Kemakmuran Bangsa
Para pendiri bangsa telah merancang bahwa membangun Indonesia adalah dengan menempatkan Pancasila sebagai bintang pemandu dalam penelitian untuk pembangunan nasional.
Dalam sejarah Indonesia, urgensi riset untuk kepentingan pembangunan nasional bukan hal yang baru. Pada fase NKRI berusia muda, pernah dibentuk Dewan Perancang Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1958. Dewan ini bertugas menyusun rencana pembangunan nasional yang meliputi segala segi penghidupan rakyat.
Di bagian menimbang undang-undang itu ditentukan bahwa pola pembangunan nasional yang dirancang harus dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian bangsa Indonesia. Skenarionya mulai dari penjabaran pengertian masyarakat adil dan makmur, indikator-indikatornya, serta penjabarannya dalam sasaran pembangunan.
Secara kualitatif, indikator masyarakat adil dan makmur yang ditentukan adalah (a) terpenuhinya kebutuhan dasar pangan, papan dan sandang; (b) terpenuhinya pendidikan dan jaminan kesehatan tiap warga; (c) adanya jaminan hari tua bagi setiap warga; serta (d) jaminan bagi setiap warga negara untuk dapat menjalankan kehidupan kerohaniannya. Indikator-indikator tersebut menjadi modal bagi Dewan Perancang Nasional untuk menentukan sasaran-sasaran pembangunan dalam rangka membumikan masyarakat adil dan makmur.
Baca Juga: Pembangunan Berbasis Pengetahuan
Berdasarkan gagasan besar nation and character building, bidang-bidang pembangunan yang dirancang waktu itu meliputi bidang pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan bidang agama, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta pembangunan sarana dan prasarana mencakup pembangunan ekonomi, kesejahteraan dan kesehatan; bidang pertahanan dan keamanan; bidang pangan; bidang distribusi dan perhubungan. Berkaitan dengan itu Dewan Perancang Nasional memandang betapa pentingnya kajian ilmiah melalui riset untuk menentukan skala prioritas, metode, dan pelaksanaan teknis pencapaian sasaran pembangunan.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 80 Tahun 1958 tersebut, untuk kepentingan ”penyelidikan” pembangunan maka pemerintah dapat membentuk lembaga-lembaga untuk melaksanakan penelitian dalam rangka penentuan sasaran pembangunan nasional. Namun, UU Nomor 80 Tahun 1958 ini telah dicabut dan peran Dewan Perancang Nasional telah diganti oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Dua pelajaran penting
Ada dua pelajaran yang dapat ditarik dari sejarah perencanaan pembangunan bangsa sebagaimana digagas oleh Dewan Perancang Nasional. Pertama, bahwa pola pembangunan yang dirancang dilandaskan pada kepribadian bangsa Indonesia. Kedua, bahwa pendayagunaan penelitian (riset) yang didevosikan untuk pembangunan bangsa merupakan sesuatu yang bersifat condition sine quanon (tidak terelakkan).
Ini merupakan titik taut yang mempertemukan nilai-nilai Pancasila dengan rencana-rencana besar pembangunan bangsa. Kepribadian bangsa adalah karakter yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain. Kepribadian bangsa terbentuk sebagai hasil relasi yang terus-menerus antara orang dengan wilayah tempat dimana seseorang hidup dan bertempat tinggal.
Hasil relasi yang terus-menerus itu membentuk nilai-nilai yang disebut sebagai falsafah kehidupan. Sebagai contoh, mikul duwur mendem jero sebagai bagian falsafah hidup dalam pemikiran masyarakat Jawa; di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung sebagai falsafah hidup dalam pemikiran masyarakat Minang.
Tiap daerah mempunyai falsafah hidup yang dikukuhi masyarakat setempat. Sedangkan falsafah yang mempertemukan kita sebagai bangsa Indonesia terangkum dalam Pancasila sehingga Pancasila disebut merupakan common denominator, nilai-nilai yang mempertemukan kita sebagai bangsa.
Baca Juga: Atas Nama Pembangunan
Uraian historisitas pendayagunaan riset untuk kepentingan pembangunan nasional ini menunjukkan bahwa yang dirancang oleh para pendiri bangsa adalah membangun Indonesia dengan menempatkan Pancasila sebagai bintang pemandu dalam penelitian untuk pembangunan nasional. Dengan perkataan lain, riset yang dilakukan untuk kepentingan pembangunan nasional, terikat oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam konteks seperti itu kita disadarkan bahwa selama ini penelitian-penelitian kita ini dibawa ke mana? Apakah penelitian-penelitian kita selama ini semata-mata hanya didevosikan untuk masuk dalam jurnal-jurnal bereputasi atau benar-benar untuk mewujudkan bangsa kita menjadi masyarakat adil dan makmur?
Dalam konteks seperti itu kita disadarkan bahwa selama ini penelitian-penelitian kita ini dibawa ke mana?
Pada 13 Agustus 2019 telah diberlakukan UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas-Iptek). Di dalam Pasal 1 didefinisikan pengertian sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu pola hubungan yang membentuk keterkaitan secara terencana, terarah, dan terukur, serta berkelanjutan antarunsur kelembagaan dan sumber daya sehingga terbangun jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan yang utuh dalam mendukung penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional.
Pasal 5 huruf (a) menyatakan, ilmu pengetahuan dan teknologi berperan menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila. Penerbitan undang-undang ini menyadarkan bahwa Pancasila tidak bisa lagi sekadar dikonsepsikan sebagai penuntun tingkah laku warga negara saja—sebagaimana sangat dominan dalam tataran ontologis sampai saat ini. Sejak prinsip-prinsipnya dipidatokan Soekarno pada 1 Juni 1945 hingga proses-proses perumusannya yang berpuncak pada pencantuman dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, Pancasila memang diposisikan sebagai dasar negara yang menjadi bintang pemandu untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan sosial.
Di dalam Pasal 48 Ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2019 ditentukan bahwa untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional. Sebagai tindak lanjutnya diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Pembentukan Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN).
Pasal 4 huruf (a) Perpres Nomor 78 Tahun 2021 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, BRIN menyelenggarakan fungsi pelaksanaan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, serta invensi dan inovasi untuk penyusunan rekomendasi perencanaan pembangunan nasional, dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, BRIN akan memelopori riset-riset dan inovasi untuk kepentingan kemajuan bangsa.
Salah satu pengalaman baik yang bisa diambil oleh BRIN dari gagasan tokoh bangsa dalam Dewan Perancang Nasional adalah pembangunan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Salah satu pengalaman baik yang bisa diambil oleh BRIN dari gagasan tokoh bangsa dalam Dewan Perancang Nasional adalah pembangunan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kepribadian bangsa Indonesia. Skenarionya mulai dari mendefinisikan kembali pengertian masyarakat adil dan makmur dengan landasan tatanan sosial dan kebutuhan di masa kini.
Kemudian ditentukan indikator-indikator kualitatif untuk menentukan pencapaian masyarakat adil dan makmur. Dengan mengacu pada indikator-indikator kualitatif yang pernah disusun pada masa lalu, BRIN dapat melengkapi indikator-indikator tersebut sesuai dengan tatanan sosial pada masa kini dan kecenderungan ke depan.
Indikator pencapaian sasaran pembangunan nasional setidaknya meliputi (a) terpenuhinya kebutuhan dasar pangan, papan dan sandang; (b) terpenuhinya pendidikan dan jaminan kesehatan tiap warga; (c) adanya jaminan hari tua bagi setiap warga; (d) jaminan bagi setiap warganegara untuk dapat menjalankan kehidupan kerohaniannya; (e) jaminan untuk mendapatkan kehidupan dalam lingkungan hidup yang baik dan sehat; dan (f) penghormatan atas hak asasi manusia.
Baca Juga: BRIN, Sebuah Sisi Pandang
Tentu masih bisa dikembangkan sesuai tuntutan era sekarang. Indikator-indikator tersebut selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembangunan yang bidang-bidangnya dikoordinasikan dengan Bappenas, dan Kementerian Keuangan.
Perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi semakin mendesak, terlebih ketika Indonesia memasuki era yang penuh tantangan yang beragam di abad ke-21 setelah dunia memasuki era globalisasi. Sehubungan dengan itu, problem kebangsaan mendesak untuk segera diselesaikan dengan memperhatikan sungguh-sungguh aspek religiusitas, humanitas, nasionalitas, kedaulatan, dan keadilan sosial yang menjadi esensi Pancasila. Di sinilah kita melihat urgensi kehadiran sebuah badan riset dan inovasi nasional.
(FX Adji Samekto, Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP-RI)