Investor mandiri tahu kapan waktu tepat untuk membeli saham yang diincarnya. Ia tidak perlu menunggu rekomendasi. Analisis teknikal dapat digunakan untuk keperluan ini.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Investor mandiri dapat menentukan kapan akan membeli saham yang sedang diincarnya. Tidak perlu menunggu rekomendasi. Penentuan pembelian saham dapat dilakukan dengan menggunakan analisis teknikal.
Hanya saja, tidak ada indikator teknikal yang sempurna untuk menentukan waktu beli dan juga waktu jual. Akan tetapi, tetap ada beberapa cara untuk menentukan kapan saat yang tepat untuk membeli saham.
Ada beberapa teori yang sering digunakan untuk membantu menentukan waktu yang tepat untuk membeli saham. Intinya, saham dibeli ketika tengah berada dalam fase penguatan atau uptrend.
Ada beberapa teori yang sering digunakan untuk membantu menentukan waktu yang tepat untuk membeli saham.
Buy on weakness (BoW) merupakan cara membeli saham di harga rendah tetapi berprospek naik dalam jangka pendek di kisaran harga support-nya. Cara ini pas digunakan untuk saham-saham berkapitalisasi besar, misalnya saham-saham yang masuk dalam indeks LQ 45.
BoW dapat digunakan dengan mengecek kondisi candle saham tersebut, apakah candle sedang hijau dan mulai masuk dalam tren naik. Cek juga area support dan resistennya. Apakah saham sudah berada di atas garis support atau berpotensi menembus garis support.
Support merupakan area beli para investor dan trader dalam kondisi BoW. Saham dapat dibeli ketika harga sudah jatuh beberapa hari dan diikuti tekanan jual yang semakin mengecil. BoW ini lebih optimal ketika tren berada pada akhir masa bearish (menurun). Strategi ini semacam mencuri start sebelum harga saham mulai naik setelah sekian lama tertekan.
Cara lain adalah buy on breakout (BoB), artinya membeli saham setelah harga menembus resisten yang diikuti dengan peningkatan volume transaksi. Cara ini berbeda dengan BoW yang membeli saham ketika masih berada pada kisaran support sebelum break out.
Misalnya, sebuah saham selama beberapa lama dalam keadaan sideways atau tidak ada tren di kisaran harga Rp 800-Rp 900. Tiba-tiba harganya naik ke Rp 1.000 disertai volume perdagangan yang besar.
Ada beberapa pola chart yang dapat dijadikan patokan untuk melakukan strategi ini. Misalnya, falling wedge, bullish rectangle, bullish pennant, cup with handle base, double bottom, inverse head and shoulders, dan rising wedge. Cara ini dapat diterapkan untuk saham-saham lapis dua dan tiga.
Ketika menggunakan strategi ini, penting untuk melihat level support dan resisten saham tersebut. Semakin sering harga saham menyentuh area tersebut, level itu semakin penting. Strategi ini dapat digunakan ketika tren sedang naik karena biasanya banyak saham yang menembus batas atas atau resistennya.
Strategi lain adalah buy on retracement atau membeli saham ketika sedang berada di pantulan sementara. Misalnya, ketika saham sedang naik, tetapi kemudian sejenak turun dan kembali naik lagi. Atau sebaliknya, ketika harga saham sedang turun, ada kenaikan sebentar lalu lanjut turun lagi.
Retracement juga dikenal sebagai koreksi teknikal. Selain retracement, ada juga pembalikan arah yang lebih berkelanjutan, yaitu reversal. Bedanya dengan retracement, reversal merupakan pembalikan harga yang lebih bersifat permanen.
Bagaimana memanfaatkan retracement dalam membeli saham? Area harga ketika terjadi retracement dapat dijadikan patokan untuk membeli saham, terutama bagi mereka yang menggunakan strategi swing trading.
Swing trading merupakan strategi membeli ketika saham sedang masuk fase tren naik dan menjual ketika trennya patah. Kondisi ini dapat berlangsung selama beberapa hari, bahkan beberapa pekan.
Beberapa strategi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai patokan untuk membeli saham. Dengan demikian, investor dan trader dapat melakukan analisis mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain.