Kondisi Asia tenggara yang cukup stabil setelah ASEAN didirikan tidak lepas dari hubungan Indonesia dan Malaysia yang solid. Kadang-kadang ada kerikil, tetapi tak sampai mengganggu secara substansial kedekatan keduanya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Republik Indonesia dan Malaysia merupakan tulang punggung stabilitas di Asia Tenggara. Relasi kedua negara itu menentukan kondisi kawasan.
Wakil Presiden RI 2009-2014 Boediono, saat berpidato di sebuah universitas di Australia pada 2013, mengatakan, ”Kita bisa memilih teman, tetapi tak bisa memilih tetangga.” Ungkapan itu menggambarkan bahwa kehadiran sebuah negara sebagai tetangga tidak dapat diubah. Artinya, Indonesia tidak bisa menolak negara-negara yang menjadi tetangganya.
Hal yang bisa kita lakukan hanyalah memilih: terus-terusan bertengkar atau terus mencari kesamaan kepentingan serta membangun relasi erat demi tujuan jangka panjang bersama. Boediono menyampaikan ungkapan itu dalam konteks dinamika relasi Indonesia-Australia. Hubungan keduanya kadang-kadang panas, tetapi kerap kali juga cukup harmonis.
Ungkapan ”kita bisa memilih teman, tetapi tak bisa memilih tetangga” dapat pula diterapkan dalam konteks relasi Malaysia-RI. Kedua negara memiliki banyak kesamaan, sedangkan tidak sedikit terjadi peristiwa yang membuat warga kedua negara saling melihat dengan curiga.
Buktinya, orang Indonesia akan mudah menyebut isu-isu yang membuat mereka kurang senang dengan Malaysia: perbatasan maritim, pekerja migran, hingga klaim produk budaya, seperti makanan atau tarian. Sebaliknya, orang Malaysia rasanya juga gampang mengingat hal yang membuat mereka kurang suka dengan Indonesia, antara lain, asap kebakaran lahan bertahun-tahun silam. Demikianlah hidup bertetangga. Justru karena kedua negara sangat berdekatan, muncul dengan mudah hal-hal yang menjadi kerikil.
Namun, situasi itu tidak mengubah kedekatan hubungan RI-Malaysia. Keduanya berbagi budaya yang sama. Mayoritas penduduk kedua negara juga sama-sama menganut Islam.
Bersama Thailand, Singapura, dan Filipina, kedua negara bergandengan tangan mendirikan ASEAN pada 1967, meski beberapa tahun sebelumnya hubungan RI-Malaysia panas. Indonesia menilai Malaysia bagian dari kekuatan kolonialisme baru yang hendak bertahan di Asia Tenggara. Setelah 1965, situasi berubah drastis. Malaysia dan Indonesia mesra.
Justru karena kedua negara sangat berdekatan, muncul dengan mudah hal-hal yang menjadi kerikil.
Kondisi Asia tenggara yang cukup stabil setelah ASEAN didirikan tidak lepas dari hubungan Indonesia dan Malaysia yang solid. Kadang-kadang ada kerikil, tetapi tak sampai mengganggu secara substansial kedekatan keduanya.
Kunjungan kenegaraan Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yaakob ke Indonesia dan ketegasannya menjamin bahwa negaranya berupaya memberi pelayanan terbaik bagi pekerja migran asal Indonesia memberi cukup kelegaan. Isu pekerja migran sensitif sehingga sudah sepatutnya Malaysia memberi perhatian besar terhadap kesejahteraan mereka.
Di luar itu, tantangan besar menghadang Asia Tenggara akibat persaingan AS dengan China. Akhir episode ini akan ikut ditentukan oleh bagaimana Putrajaya dan Jakarta mengelola hubungan. Relasi baik dan kuat Malaysia-RI akan selalu menentukan wajah kawasan.