Medan Perang Itu Bernama Bisnis Pengantaran Makanan
Kompetisi dalam jasa pengiriman makanan bak sebuah medan perang. Perang bakal panjang yang entah kapan selesai.

Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas
Suatu saat ketika Anda menginginkan makanan dari sebuah warung kecil di sebuah daerah yang jauh, bisa jadi Anda akan membuka aplikasi. Setelah klik dan memesan, sangat mungkin Anda akan menikmatinya pada hari yang sama atau keesokan harinya.
Kompetisi dalam bidang jasa pengiriman makanan bak sebuah medan perang. Perang bakal panjang dan entah kapan selesai.
Pekan lalu, sebuah aplikasi jasa pengantaran makanan di Amerika Serikat, yaitu DoorDash, telah mampu mengirimkan makanan dari sebuah tempat yang sangat jauh dari pelanggan.
Layanan ini memulai jasa pengiriman nasionalnya lewat platform yang memungkinkan pelanggan bisa membeli apa pun, mulai dari pai hingga bunga segar, yang dikirim dari sebuah tempat ribuan mil jauhnya. Orang tak lagi sulit mendapat makanan dan produk segar dari berbagai tempat.
Kompetisi dalam bidang jasa pengiriman makanan bak sebuah medan perang.
Penawaran pengiriman nasional DoorDash merupakan langkah untuk menggentarkan lawannya, yaitu Goldbelly. Sejak didirikan pada 2013, Goldbelly lebih dulu mampu mengirimkan kuliner khas dari banyak daerah, seperti gulungan lobster segar dari Clam Shack di Kennebunkport, Maine, dan daging sandung lamur dari Franklin Barbecue yang terkenal di Austin.
Doordash yang menguasai pasar AS mungkin saja panas ketika mengetahui lawannya berinovasi. Sejak tiga tahun lalu, aplikasi ini terus merangsek pasar. Pertumbuhan penggunanya terus naik. Bahkan, mampu mengurangi pangsa pasar lawannya.

Tampilan aplikasi DoorDash app di ponsel pada 27 Februari 2020.
Di tengah kompetisi itu, berbagai aplikasi yang khusus melayani jasa pengiriman khusus juga bermunculan. Mereka berusaha mencari celah bisnis yang bisa diambil.
Misalnya, dengan berfokus pada satu segmen pelanggan atau jenis masakan tertentu, seperti aplikasi Slice untuk layanan pembelian pizza dan HungryPanda untuk layanan khusus makanan China. Aplikasi ini berhasil dipasarkan dalam beberapa tahun terakhir.
Di Indonesia, pertempuran layanan pengantaran juga masih terus terjadi. Gojek dan Grab masih beradu murah dan cepat untuk membawa makanan sampai ke tangan pelanggan. Mereka juga masih saja beradu diskon untuk menarik para pemakai aplikasi.
Baca juga: Meta Tidak Mampu Memperbaiki Citra Facebook
Di sisi lain, muncul jasa pengantaran Paxel yang berani melaju dengan jaminan pengiriman makanan di sekitar Jabotabek tiba pada hari yang sama serta pengantaran makanan dari berbagai daerah.
Kita masih menunggu inovasi mereka agar pertempuran tidak lagi sekadar perang diskon. Seperti di Amerika Serikat, pelanggan di Indonesia tentu membutuhkan kejutan, semisal pengiriman makanan antardaerah dan antarpulau yang lebih cepat.
Kecintaan pada kuliner Nusantara yang masif di kalangan warga belum bisa dipenuhi oleh pengantaran yang ada. Di masa pandemi, pengiriman antarpulau yang bergantung pada penerbangan menyulitkan jasa pengantaran untuk bekerja lebih cepat.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F09%2F20180917_PDS01_1537193980.jpeg)
Suasana kantor perusahaan rintisan atau start up Paxel di Jakarta, Senin (17/9/2018). Perkembangan teknologi digital diharapkan dapat mengatasi permasalahan ketidakpastian yang sering dialami pengusaha logistik.
Tidak mengherankan jika dalam salah satu laporannya, McKinsey mengatakan, jasa pengantaran bak sebuah medan perang. Para penyelenggara platform akan terus bertempur satu sama lain.
Mereka berusaha memenangkan pihak-pihak yang terlibat, mulai dari pelanggan, restoran, hingga para pengemudi. Di sisi restoran, masing-masing aplikasi akan terus berusaha memenangi kompetisi dengan menambah sejumlah layanan.
Masih menurut McKinsey, investasi besar-besaran, penggalangan dana, dan juga aksi korporasi dalam bisnis pengantaran makanan berkali-kali terjadi di Amerika Serikat.
Baca juga: Investasi di ”Dunia Lain” Sangat Menggiurkan
Wolt mengumpulkan 530 juta dollar AS pada Januari 2021, REEF Technology mendapatkan 700 juta dollar AS pada November 2020, dan Rebel Foods mendapat 26,5 juta dollar AS pada Juli 2020.
Aksi korporasi juga marak, seperti akuisisi Postmates oleh Uber senilai 2,65 miliar dollar AS pada Desember 2020 dan akuisisi Grubhub oleh Just Eat Takeaway senilai 7,3 miliar dollar AS pada Juni 2021.
Dua penawaran saham perdana (IPO) dilakukan beberapa waktu lalu. DoorDash mencatatkan sahamnya di bursa pada Desember 2020 dan Deliveroo pada Maret 2021. Aksi korporasi ini menunjukkan euforia di bisnis ini.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2Ff89b4092-d850-4071-b111-aada18ee67b7_jpg.jpg)
Para pengendara ojek daring berkumpul di kawasan bisnis dan perbelanjaan Jalan Prof Dr Satrio, Casablanca, Jakarta Selatan, untuk menjaring pesanan pengantaran barang dan makanan, Senin (13/4/2020).
Platform pengiriman dan perdagangan cepat yang baru muncul telah mengumpulkan dana dalam jumlah yang signifikan, seperti Getir sebesar 550 juta dollar AS pada Juni 2021 dan JOKR sebanyak 170 juta dollar AS pada Juli 2021. Persaingan semakin seru di bisnis yang bertujuan mengenyangkan perut warga ini.
Pertempuran di bidang ini sepintas agak aneh. Hingga sekarang, bisnis ini belum memberikan keuntungan. Mereka masih terus beradu layanan dan harga sehingga subsidi masih saja terjadi meski beberapa sudah menyebut uang jasa pemesanan.
Secara alami, di bisnis platform masih berlaku aturan: saya atau dia yang menjadi pemenang dan pemenang akan mendapatkan semua. Tanda-tanda siapa pemenang dan siapa yang kalah, belum terlihat.
”Ini adalah bisnis dengan biaya yang intensif dan marginnya rendah serta didorong oleh skala bisnis,” kata Chief Operating Officer DoorDash Christopher Payne kepada Wall Street Journal, beberapa waktu lalu.
Pertempuran di bidang ini sepintas agak aneh. Hingga sekarang, bisnis ini belum memberikan keuntungan.
Pertumbuhan yang eksplosif selama pandemi global, perbaikan pengiriman, dan penambahan layanan tetap tidak menguntungkan. Perang ini belum akan selesai.
Mungkin kompetisi ini masih sangat panjang. Masing-masing platform berusaha bertahan dan terus melakukan inovasi. Mereka berupaya mencuri perhatian para pengguna. Efisiensi juga menjadi kunci.
Perjalanan masih panjang dan membutuhkan stamina serta napas yang kuat hingga kelak keluar sang pemenang. Entah kapan akan usai.