Penafsiran Bhinneka Tunggal Ika sebagai pengetahuan dasar bangsa harus disesuaikan dengan kehidupan serta peradaban masa kini, termasuk peranan mendasar sains dan teknologi.
Oleh
IWAN PRANOTO
·6 menit baca
Mengamati situasi politik di berbagai nation state atau negara bangsa demokratik di dunia, serta tak melupakan situasi Pilgub DKI 2017 serta Pilpres 2019, ancaman keterbelahan pada berbagai negara bangsa, termasuk Indonesia, sungguh nyata. Bahkan, satu janji Presiden Biden dalam pemerintahannya untuk menyatukan rakyat Amerika Serikat meragukan untuk tercapai karena keterbelahan di sana tidak berkurang, malah menguat. Dalam penggunaan masker dan kewajiban vaksinasi, keterbelahan berdasar politik semakin tajam.
Menghadapi ancaman keterbelahan bangsa di Indonesia, kerap Bhinneka Tunggal Ika diacungkan sebagai senjata, tameng, sekaligus penyelesai pamungkas, secara banal atau dangkal. Upaya ini wajar. Namun, guna melucuti kedangkalannya, Bhinneka Tunggal Ika perlu dikinikan menjadi pengetahuan dalam ruang dan waktu kehidupan hari ini. Adapun untuk membawa ke tataran operasional di kalangan pelajar, Bhinneka Tunggal Ika perlu menyisip dan mewujud dalam muatan berbagai mata pelajaran serta metode pengajarannya.
Kesatuan dalam keberagaman
Frasa ”Bhinneka Tunggal Ika” termuat dalam kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular dari abad ke-14. Pengetahuan dan pengertian ini merupakan produk dari ruang dan waktu kehidupan di masa Majapahit, tujuh abad silam. Oleh karena itu, pengetahuan Bhinneka Tunggal Ika ini perlu dimutakhirkan dalam ruang sekaligus waktu sekarang.
Dalam disertasinya, Santoso (1968) mengartikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai ”Mereka memang berbeda, tetapi mereka sama …”. Sementara Mastuti dan Bramantyo (2019) mengartikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai ”Mereka memang berbeda-beda. Namun, pada hakikatnya, sama”. Secara legal, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, pada Pasal 46, menuliskan: ”[B]erbeda-beda tetapi tetap satu …”.
Dapat dicermati bahwa tiap pengartian di atas selalu menyisipkan kata ’tetapi’ dan ’namun’ yang mengirimkan kesan bahwa perbedaan atau keberagaman perlu diterima. Bahkan, mengesankan perbedaan perlu diterima dan dimaklumi, bukan disyukuri, apalagi dirayakan.
Hal yang menarik, Acri (2015) mengartikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai ”Mereka berbeda; mereka satu”. Di situ keberagaman dan kesatuan sejajar.
Penerjemahan tentu tak perlu diubah, tetapi penafsiran Bhinneka Tunggal Ika sebagai pengetahuan dasar bangsa harus disesuaikan ke ruang dan waktu Indonesia saat ini. Ruang dan waktu saat kakawin ini digubah, kemudian saat frasa ini diputuskan para pendiri bangsa sebagai semboyan negara bangsa Indonesia, dan kini, di dekade ke-3 abad ke-21, tentu berbeda.
Meminjam pendapat Livingstone (1995) di makalah The Spaces of Knowledge bahwa teori (selalu perlu) disesuaikan ke waktu dan ruang. Oleh karena itu, perlu merumuskan penafsiran Bhinneka Tunggal Ika yang sesuai dengan kehidupan serta peradaban masa kini, termasuk peranan mendasar sains dan teknologi.
Gagasan Bhinneka Tunggal Ika memang awalnya memiliki kekhususan (kehidupan Majapahit), kelokalan (Jawa kuno), dan waktu (abad ke-14). Namun, setelah para pendiri bangsa menetapkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (bersama Pancasila) sebagai kerangka bernegara dan berbangsa dasar negara, gagasan itu pun menjadi universal.
Kesatuan dalam keberagaman merupakan gagasan universal yang hari ini telah melintasi batas kebangsaan dan keilmuan. Misalnya, In varietate unitas di Italia, In varietate concordia di Uni Eropa, E pluribus unum di AS, Unity through Diversity di masyarakat Gwich’in (di daerah Arctic Circle), Vasudhaiva Kutumbakam di India, Eenheid in diversiteit di Afrika Selatan, dan tentu masih ada yang lain. Secara kasar, relatif terhadap keunikan masing-masing, semua gagasan kesatuan dalam keberagaman di atas sama-sama mengungkapkan kesatuan tanpa keseragaman serta hubungan satu dan banyak yang kompleks.
Gagasan kesatuan dalam keberagaman juga membersit di keilmuan sains dan matematika, dan di sini justru berbagai pemahaman unik dan wawasan baru dapat digali. Misalnya, cairan air itu satu senyawa yang memiliki unsur hidrogen dan oksigen. Dalam suhu dan tekanan normal kedua unsur pembangun itu, berturut-turut, sangat mudah terbakar dan memperbesar api, tetapi senyawa air justru memadamkan api (Carroll, 2021). Oleh karena itu, air bukan hasil jumlah hidrogen dan oksigen semata. Maka, apa analogi penafsiran model kimia ini dalam makna Bhinneka Tunggal Ika kita?
Dalam matematika atau geometri (Euklides), Carroll mengilustrasikan struktur garis dan titik. Ada pengertian umum bahwa garis merupakan kumpulan dari banyak titik. Namun, titik merupakan dimensionless reality atau realita nirdimensi, lalu dia mempertanyakan, jadi bagaimana garis dapat menjadi berdimensi satu. Carroll menerangkan bahwa titik memang ada (secara potensial) di garis, tetapi titik bukan bagian dari garis. Maka, apa analogi penafsiran hubungan garis dan titik seperti ini dalam makna Bhinneka Tunggal Ika kita?
Langkah memperkaya konteks dunia dan keilmuan modern pada Bhinneka Tunggal Ika akan mengangkat Bhinneka Tunggal Ika menjadi sebuah gagasan semesta.
Berbagai penafsiran dan pesan baru di budaya bangsa lain serta keilmuan sains dan matematika seperti di atas akan memperkaya pemahaman terhadap Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian, dengan kekayaan pemahaman itu, bangsa ini dapat meningkatkan keagungan tindakannya bagi kemanusiaan secara umum. Selain itu, langkah memperkaya konteks dunia dan keilmuan modern pada Bhinneka Tunggal Ika akan mengangkat Bhinneka Tunggal Ika menjadi sebuah gagasan semesta.
Membelajarkan Bhinneka Tunggal Ika
Gagasan kesatuan dalam keberagaman telah diterapkan dalam ekologi, kosmologi, politik, keyakinan, pendidikan, dan bidang lain. Tulisan ini mengkhususkan pada pendidikan lingkungan dan manajemen kelas.
Dalam pendidikan lingkungan, pelajar difasilitasi mendalami berbagai ekosistem di lingkungannya serta mengenali komponen hayati dan nonhayati yang membangun sistem tersebut. Di situ, pelajar akan menyelami keterhubungan yang kompleks antarkomponen di dalam ekosistem serta mewujudnya kesatuan lingkungan dalam sistem tersebut. Pelajar diharapkan membangun pemahaman bahwa hilangnya satu komponen dalam ekosistem akan berdampak besar pada keseluruhan sistem lingkungan.
Dengan diperkaya berbagai ilustrasi masalah lingkungan dengan solusi yang justru berdampak memperparah (seperti penyemprotan DDT/dichoro diphenyl trichlorethane untuk mengatasi wabah malaria di Sarawak di tahun 1950-an) dan solusi alternatif, seperti operasi penerjunan kucing), kalangan pemuda akan membangun ecological culture atau budaya ekologi. Kecuali itu, di tingkat kognitif umum, pelajar akan mengasah kemampuan berpikir sistemnya.
Melalui kontemplasi atau tafakur, pelajar menerapkan berpikir analogi terhadap ekosistem itu pada sistem bangsa guna menemukan persamaan dan perbedaannya. Pelajar akan menelusuri makna dari Bhinneka Tunggal Ika dalam model ekosistem dan, sebaliknya, kebijaksanaan dari ekosistem ke dalam model Bhinneka Tunggal Ika. Dengan pendekatan ini, pendidikan perdamaian dan ekologi akan terlepas dari gaya preachy atau mengkhotbahi.
Dalam pendidikan, prinsip Bhinneka Tunggal Ika sesuai untuk mengelola diskursus di kelas.
Dalam pendidikan, prinsip Bhinneka Tunggal Ika sesuai untuk mengelola diskursus di kelas. Bagaimana pertanyaan bersifat terbuka akan mendorong tiap pelajar untuk mengembangkan pendapat secara beragam sekaligus unik. Demikian pula pada asesmen, perlu terus mengupayakan agar pelajar difasilitasi mengungkapkan pemahamannya terhadap Bhinneka Tunggal Ika. Kesatuan dalam keberagaman akan tumbuh menjadi norma utama pada komunitas pelajar di ruang kelas.
Secara gradual, prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang menempatkan keberagaman sebagai kekuatan dan kesatuan sebagai proses alami akan menjamur di benak pelajar. Pengalaman belajar seperti di atas akan dikenang sepanjang hayat oleh siswa dan menjadi bekal utama hidupnya. Siswa akan terus mewabahkan pemikiran: keberagaman tanpa keterpecahan; kesatuan tanpa keseragaman.
Iwan Pranoto, Pengajar di Institut Teknologi Bandung