Mahkamah Partai dalam Pusaran Konflik Partai Politik
Mahkamah partai belum dapat menjadi lembaga penyelesaian perselisihan internal yang mandiri dan efektif bagi upaya penguatan kelembagaan parpol. Justru sering kali mahkamah partai jadi bagian dari konflik parpol.
Bagi orang politik, berbicara mengenai partai politik dalam segala aspek tentu tidak akan ada habisnya. Parpol tidak pernah lepas dari konflik karena parpol mengelola kepentingan dan kekuasaan. Sudah banyak kita dengar konflik di tubuh parpol seperti konflik yang pernah terjadi di tubuh Partai Golkar, Partai PPP, Partai PKPI, dan lain-lain.
Dalam konflik tersebut, keberadaan dan peran mahkamah partai semestinya dapat menjadi penentu penyelesaian konflik. Namun, yang terjadi justru mahkamah partai terlibat dalam pusaran konflik sehingga harus diselesaikan oleh peradilan.
Konflik parpol paling anyar yang kita saksikan adalah konflik di tubuh Partai Demokrat. Konflik di partai ini dipicu ketidakpuasan sejumlah anggota partai terhadap kepengurusan Partai Demokrat yang sah. Konflik ini merembet kepada persoalan ketidakpuasan terhadap proses pembentukan dan materi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat Tahun 2020 yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Parpol.
Tentu saja, konflik ini sebagaimana konflik parpol lainnya menempatkan mahkamah partai dalam posisi yang sulit karena terlibat dalam pusaran konflik. Untuk itu, tulisan ini merupakan diskusi tentang peran mahkamah partai dalam konflik parpol.
Baca juga: Mengelola Konflik di Partai Politik
Peran mahkamah partai
Parpol merupakan sekumpulan orang perorangan warga negara yang bersifat persekutuan perdata (semi-privat), tetapi berfungsi publik. Dengan demikian, dapat dikatakan parpol merupakan lembaga keperdataan yang berfungsi publik.
Sebagai kelembagaan perdata, parpol memiliki kemandirian di dalam mengatur rumah tangganya. Adapun sebagai lembaga publik, parpol punya kewajiban untuk menegakkan demokrasi atas dasar refleksi kebebasan dan kesetaraan setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul dalam memperjuangkan cita-cita nilai dan kepentingan bersama. Dalam konteks demikian, negara tidak hanya menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, tetapi juga harus menyediakan kerangka hukum yang menjamin kepastian hukum dalam menghadapi perselisihan partai politik secara adil dan beradab.
Parpol merupakan suatu organisasi otonom yang sangat vital bagi kelangsungan demokrasi, tetapi pada sisi lain, perpecahan yang timbul berdampak pada stabilitas sosial-politik dan pemerintahan. Oleh karena itu, terbentuklah mahkamah partai yang diberikan negara berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol 2011).
Pembentukan mahkamah partai sebagai organ partai yang mandiri dengan tujuan agar tercipta keseimbangan dan kontrol (check and balances) dalam kelembagaan partai. Prinsip demikian diharapkan dapat menciptakan budaya demokrasi partai yang mengacu pada prinsip kebebasan dan kesetaraan sesama anggota partai.
Kita tahu bahwa awal dari instabilitas kelembagaan parpol yang berujung pada ancaman konflik dan perpecahan partai terjadi ketika tidak terdapat mekanisme kelembagaan sebagai jalan mencari keadilan dan kebenaran bagi anggota partai. Menegakkan aturan-aturan partai terutama AD/ART parpol ketika terjadi perselisihan internal merupakan bagian dari tugas utama mahkamah partai sekaligus menjadi bagian utama dari seluruh ikhtiar menegakkan dan melembagakan nilai-nilai demokrasi dan kepatuhan terhadap hukum dalam parpol.
Baca juga: Kode Etik Kader Parpol
Mahkamah partai telah dikonstruksi oleh undang-undang sebagai mekanisme peradilan internal. Secara fungsional mahkamah partai merupakan delegasi negara melalui parpol untuk menyelesaikan perselisihan internal dengan kewenangan yang bersifat atributif.
Mahkamah partai menjadi pintu pertama penyelesaian perselisihan parpol. Bahkan untuk perselisihan kepengurusan, mahkamah partai menjadi pintu pertama dan terakhir dengan kekuatan putusan final dan mengikat secara internal.
Tidak ada satu perkara perselisihan parpol yang dapat diteruskan ke pengadilan negeri sebelum diperiksa, diadili, dan diputus oleh mahkamah partai. Dalam fungsi dan kedudukan yang demikian strategis menempatkan mahkamah partai menjadi satu role model pelembagaan dan penguatan otonomi sebuah partai modern. Dalam kenyataannya, keberadaan mahkamah partai belum dapat menjadi satu lembaga penyelesaian perselisihan internal yang mandiri dan efektif bagi upaya penguatan kelembagaan parpol.
Tidak ada satu perkara perselisihan parpol yang dapat diteruskan ke pengadilan negeri sebelum diperiksa, diadili, dan diputus oleh mahkamah partai.
Banyak parpol yang tidak memahami bahkan menganggap mahkamah partai sebagai ancaman terhadap kebijakan pimpinan parpol sehingga terkadang AD/ART parpol justru sengaja dibuat untuk mengamputasi fungsi dan kewenangan mahkamah partai yang tentu saja akan bertentangan dengan UU Parpol. Jika tidak diamputasi fungsi dan kewenangannya, mahkamah partai tidak jarang juga menjadi alat parpol untuk menghukum anggota dan pengurus parpol yang tidak sejalan dengan kebijakan pimpinan parpol.
Prasyarat partai modern
Keberadaan mahkamah partai dalam kelembagaan partai menjadi bagian penting dari prinsip partai modern. Setiap parpol saat ini pasti menyebut dirinya partai modern.
Menurut hemat saya, klasifikasi atau ciri khas partai modern adalah parpol yang dapat memberikan perlindungan terhadap hak politik anggota partai sebagai pemegang kedaulatan parpol. Selain itu, partai modern adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan perlakuan yang sama untuk semua anggota partai.
Kemudian ciri khas partai modern lainnya adalah adanya pembagian kekuasaan kelembagaan partai, dan adanya mahkamah partai yang mandiri untuk menegakkan due process of law. Dengan demikian tipikal partai modern adalah partai yang kekuasaannya bersumber dari kedaulatan anggota dan bekerja dari, untuk, dan oleh anggota (kedaulatan anggota).
Tipikal partai modern adalah partai yang kekuasaannya bersumber dari kedaulatan anggota dan bekerja dari, untuk, dan oleh anggota (kedaulatan anggota).
Dari ciri khas yang disebutkan di atas, maka keberadaan mahkamah partai yang mandiri menjadi faktor penentu sebuah partai disebut sebagai partai modern atau partai gagal. Sekalipun parpol-parpol sekarang menyebut diri modern, tetapi faktanya mereka belum siap jadi modern. Mereka masih berwacana menjadi modern, tetapi tidak siap menerima konsekuensi bahwa yang berdaulat adalah anggota, bukan ketua umum ataupun pengurus.
Ketidaksiapan parpol-parpol tersebut dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan dalam konstitusi partai, yaitu AD/ART parpol yang kebanyakan mengatur kewenangan yang besar bahkan cenderung absolut kepada ketua umum atau pengurus pusat dengan dalil kemandirian parpol. Mereka lupa, selain kemandirian parpol dijamin konstitusi (UUD 1945), parpol juga dibebani kewajiban untuk menjadi pilar demokrasi dengan menegakkan hukum dan keadilan bagi anggotanya.
Baca juga: Kudeta dalam Partai Politik
Ketika seorang kader partai terpilih menjadi ketua umum partai, maka ketua umum tersebut terbiasa membawa ”gerbong”-nya untuk menjadi pengurus pusat dan berjanji kepada seluruh anggota yang memilihnya untuk menjadikan partainya sebagai partai yang modern. Gerbong inilah yang kemudian digunakan oleh ketua umum untuk menancapkan tiang penyangga kekuasaannya melalui pembentukan konstitusi partai, yaitu AD/ART yang memberikan kewenangan yang besar kepada ketua umum untuk memegang kekuasaan secara sentralistik baik itu kekuasaan politik, organisasi, maupun hukum dalam kelembagaan partai.
Alih-alih mau menjadikan partai modern, ternyata sadar atau tidak disadari, kondisi ini ternyata memberi beban dan tanggung jawab yang terlalu besar kepada ketua umum termasuk di dalamnya beban konflik kepartaian sekaligus membuka peluang bagi tumbuh suburnya perilaku oligarkis dalam kelembagaan partai. Akibatnya, ketua umum tidak sempat berpikir menjadikan partainya menjadi modern, tetapi sibuk menjadi juri bagi dirinya sendiri untuk menyelesaikan konflik kepartaian yang tak pernah usai.
Dampak dari beban dan tanggung jawab yang berat di atas, seorang ketua umum partai tidak jarang lepas kontrol dan tidak cermat melihat kebenaran. Kondisi demikian menciptakan peluang untuk melakukan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan terhadap anggota partai. Akhirnya, partai yang bersangkutan hanya bisa bermimpi untuk menjadi modern.
Baca juga: Partai Politik Baik, Demokrasi Baik
Mahkamah partai yang menjadi role model dari partai-partai besar di Indonesia saat ini kebanyakan dibuat menjadi mahkamah partai yang tidak mandiri. Karena dibentuk oleh ketua umum terpilih, mahkamah partai tidak bekerja untuk kedaulatan anggota partai, tetapi bekerja untuk kedaulatan ketua umum. Oleh karena itu, ketika terjadi konflik dalam kelembagaan partai, mahkamah partai tidak bisa menjadi mahkamah penyelesaian konflik, tetapi justru menjadi bagian dari konflik.
Ke depan, untuk tidak dinyatakan sebagai partai gagal menjadi modern, maka semua parpol harus dapat mewujudkan sebuah mahkamah partai yang mandiri dan bebas dari pengaruh siapa pun. Untuk itu, sudah boleh dipikirkan oleh semua parpol agar pembentukan mahkamah partai harus dilakukan dalam forum tertinggi pengambilan keputusan dalam parpol, yaitu kongres/munas, sehingga memiliki legitimasi yang kuat untuk menjalankan tugas yang diberikan negara untuk penguatan kelembagaan parpol.
Amir Syamsudin, Mantan Menteri Hukum dan HAM RI