Penyelenggaraan Asesmen Nasional berhasil ”memaksa” semua kepala sekolah untuk menangkap penuh kesadaran dan pengetahuan mendasar tentang pentingnya tingkat pencapaian kompetensi peserta didik.
Oleh
JC TUKIMAN TARUNA
·4 menit baca
Seorang pengawas sekolah dasar, juga selaku koordinator wilayah kecamatan bidang pendidikan, yang bertugas di salah satu kecamatan di lereng Gunung Sumbing, Wonosobo, Jawa Tengah, mengisahkan semangat baja sejumlah kepala sekolah di wilayahnya dalam melaksanakan asesmen nasional. Sebagai contoh, pengawas itu mengirimkan sejumlah dokumen yang dibuat oleh kepala sekolah dasar binaannya, salah satu di antaranya berjudul ”POS-ANBK: Prosedur Operasional Standar Asesmen Nasional Berbasis Komputer”.
Dokumen tersebut berisi panduan penyelenggaraan asesmen nasional (AN) di tingkat sekolah. Artinya, kepala sekolah menyusun dokumen tersebut untuk kepentingan pelaksanaan AN di sekolahnya, meskipun memang merujuk berbagai dokumen resmi di atasnya, entah surat edaran atau surat keputusan oleh instansi di kabupaten ataupun nasional.
Sejumlah hal substansial termuat dalam POS-ANBK ”SD X” itu, yakni pendahuluan/pengertian ANBK, peserta ANBK, penyelenggaraan ANBK; bahan ANBK; pelaksanaan ANBK; pemeriksaan dan penilaian ANBK; penetapan kelulusan ANBK dan penerbitan sekolah; pembiayaan penyelenggaraan ANBK; pemantauan dan evaluasi; sanksi-sanksi: pelaporan penyelenggaraan ANBK; serta lampiran.
Mencermati penyusunan POS-ANBK di tingkat sekolah (dasar) seperti itu, terlihat terjadi loncatan aksiomatik pada diri kepala sekolah (tentu bagi mereka yang telah menyusunnya). Maknanya, gawe besar Kemendikbudristek dalam menyelenggarakan AN ini telah berhasil ”memaksa” semua kepala sekolah untuk menangkap penuh kesadaran dan pengetahuan mendasar tentang pentingnya tingkat pencapaian kompetensi peserta didik.
Seharusnya, melalui seluruh proses ANBK ini kepala sekolah memperoleh pencerahan yang secerah-cerahnya, menemukan penjelasan yang sejelas-jelasnya. Di sinilah loncatan aksiomatik itu terjadi karena para kepala sekolah dalam membuat pelaporan hasil ANBK harus melihat secara cermat berbagai kategori pencapaian masing-masing peserta didiknya.
Kategori-kategori yang dimaksud ialah kategori pencapaian kompetensi peserta didik berdasarkan hasil Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) literasi membaca dan numerasi, yang dikelompokkan sebagai berikut:
Pertama, perlu intervensi khusus, jika peserta didik hanya memiliki pengetahuan yang masih terbatas, belum memahami konsep dasar, dan belum memiliki kemampuan untuk membuat interpretasi terhadap persoalan yang diberikan.
Kedua, dasar, jika peserta didik sudah memiliki pengetahuan dan konsep dasar, memahami permasalahan yang diberikan, mampu membuat interpretasi sederhana, dan mampu menyelesaikan masalah yang sederhana.
Ketiga, cakap, jika peserta didik mampu mengaplikasikan pengetahuan dan konsep dasar yang dimiliki dalam konteks yang beragam, mampu membuat interpretasi dari informasi yang implisit, menyelesaikan masalah yang lebih kompleks, dan mampu membuat kesimpulan.
Keempat, mahir, jika peserta didik mampu mengintegrasikan beberapa konsep untuk memecahkan masalah, mampu bernalar untuk memecahkan masalah kompleks serta nonrutin.
Dasar utama pengategorian tersebut meliputi, (a) informasi yang dihasilkan dari AKM literasi membaca merupakan rata-rata skor literasi murid serta persentase peserta didik yang memiliki tingkat literasi membaca minimum kategori cakap; (b) informasi yang dihasilkan dari AKM numerasi merupakan rata-rata skor numerasi murid serta persentase peserta didik yang memiliki tingkat numerasi minimum kategori cakap; (c) informasi yang dihasilkan dari survei karakter merupakan rata-rata indeks karakter peserta didik yang menggambarkan enam aspek dari profil pelajar Pancasila.
Tegasnya, POS-ANBK yang dapat dijalankan dengan baik oleh kepala sekolah lagi-lagi ”memaksa” mereka untuk menjadi semakin pinter setelah dicerahkan sejelas-jelasnya tentang pentingnya pencapaian kompetensi peserta didiknya.
Peran orangtua
Satu hal lain yang menarik dari POS-ANBK itu ialah salah satu lampiran surat kepala sekolah kepada orangtua siswa. Surat tersebut berisi delapan butir penting. Pertama, pemberitahuan kepada orangtua bahwa putra/putri mereka terpilih secara acak untuk menjadi peserta ANBK. Kedua, menjelaskan tujuan ANBK untuk memetakan mutu pendidikan, memberi umpan balik kepada penyelenggara pendidikan, dan merancang tindak lanjut untuk perbaikan mutu sistem pendidikan.
Ketiga, menyatakan bahwa hasil ANBK tidak memiliki konsekuensi terhadap peserta didik yang menjadi peserta ANBK. Keempat, hasil AN hanya akan menampilkan skor pada tingkat sekolah, bukan skor individu peserta didik. Kelima, pemberitahuan bahwa peserta didik yang menjadi peserta ANBK tidak perlu melakukan persiapan atau latihan khusus yang bertujuan untuk meningkatkan hasil ANBK
Keenam, pemberitahuan agar peserta ANBK mengikuti gladi bersih dan pelaksanaan ANBK pada tanggal yang telah ditetapkan. Ketujuh, pemberitahuan bahwa pelaksanaan ANBK mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kedelapan, jika anak memiliki penyakit komorbid/penyerta atau tidak memiliki fasilitas untuk melakukan perjalanan secara aman ke sekolah, orangtua diharapkan menginformasikan ke sekolah/guru sebelum pelaksanaan ANBK.
Apa dan di mana peran orangtua dalam ANBK merujuk surat kepala sekolah di atas? Ternyata sangat sedikit/minim kecuali sekadar memberitahukan kepada sekolah apabila anaknya memiliki penyakit komorbid/penyakit penyerta atau tidak memilik fasilitas perjalanan secara aman.
Kalau AN ini dengan segala tuntutannya memberikan loncatan aksiomatik kepada kepala sekolah sehingga semakin bertambah pinter, rupanya orangtua siswa harus puas menunggu saja hasilnya (kelak). Itu pun hasil tidak terkait dengan capaian anak demi anak, melainkan hasil berbasis sekolah saja, sehingga nanti orangtua hanya akan mendengar (mungkin langsung bergumam): ”Ohhh skor SD anakku sekian” dan selanjutnya mereka tidak tahu harus berbuat apa setelah AN. Tunggu saja loncatan aksiomatik selanjutnya.
JC Tukiman Taruna, Pengamat Pendidikan; Pengajar Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL); dan Ketua Dewan Penyantun Unika Soegijapranata Semarang