Penyelenggara platform media sosial perlu berbenah dan lebih transparan. Inisiatif mereka perlu diawasi dan apabila perlu diuji terlebih dahulu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Satu per satu keburukan dan penyalahgunaan media sosial oleh perusahaan teknologi itu sendiri diungkap oleh publik. Mereka perlu total berbenah untuk bertahan.
Sejak akhir minggu lalu, media mulai mengungkap dan mengupas isi dokumen bertajuk ”Facebook Papers”. Kolaborasi oleh sedikitnya 17 media di Amerika Serikat itu menunjukkan bukti, perusahaan raksasa teknologi Facebook Inc lebih memilih menempatkan keuntungan perusahaan dibandingkan dengan keselamatan dan kepentingan publik.
Dari yang diungkapkan sejauh ini, misalnya, Facebook cenderung membiarkan ujaran kebencian dan ajakan berbuat rusuh di Capitol Hill, Washington. Akhirnya, kerusuhan pun terjadi pada 6 Januari 2021. Facebook juga gagal menertibkan konten serupa yang memperuncing kebencian antara kelompok Hindu dan Islam di India (Kompas.id, 25/10/2021).
Kasus Cambridge Analytica beberapa waktu lalu, sengketa hukum antara pengguna dan sejumlah orang, kerusuhan rasial di Sri Lanka, dan lainnya menunjukkan ada masalah besar dalam pengelolaan media sosial, khususnya Facebook. Kritik sudah sering dilakukan, tetapi respons kurang memuaskan. Banyak pihak pun sebenarnya kecewa.
Kini, media sosial saatnya harus berubah. Adalah Frances Haugen, mantan karyawan Facebook, yang menjadi peniup peluit keburukan dan kemungkinan pelanggaran yang mengawali kabar itu. Informasinya sangat meyakinkan dan bukan informasi yang dibungkus dendam atau khianat terhadap perusahaan. Haugen harus ditempatkan sebagai pihak yang berjasa sehingga berbagai dugaan pelanggaran bisa dibuka.
Pelajaran dari kasus di Facebook hendaknya menjadi pelajaran bagi platform lain. Kasus sejenis sangat mungkin terjadi di tempat lain. Perbaikan perlu dilakukan oleh semua.
Otoritas perlu semakin tegas untuk menegakkan hukum apabila ditemukan pelanggaran. Keselamatan dan keamanan media sosial perlu dipastikan. Selama ini sudah banyak dikeluhkan media sosial memunculkan dampak buruk. Orangtua, juga pendidik, melihat kecanduan media sosial ditemukan di kalangan anak-anak.
Pelajaran dari kasus di Facebook hendaknya menjadi pelajaran bagi platform lain.
Secara internal, penyelenggara platform media sosial perlu berbenah dan lebih transparan. Inisiatif mereka perlu diawasi dan apabila perlu diuji terlebih dahulu agar tidak memberi dampak buruk. Algoritma media sosial dan juga produk yang dihasilkan tak begitu saja mudah diawasi. Namun, otoritas dengan segala kewenangannya bisa melakukan terobosan.
China dan Amerika Serikat sudah memulai. Mereka seperti menyadari bahwa perusahaan teknologi tidak bisa lagi berada di atas otoritas. Mereka harus tunduk pada aturan negara.
Kita berharap pengembangan teknologi tetap bisa dilakukan, tetapi dampak buruk harus ditangani. Di sisi lain, etika tetap harus ditegakkan sehingga keselamatan semua pihak bisa dijamin. Pergantian nama yang dilakukan Facebook pada pekan ini tak akan mengubah reputasinya jika tidak ada perbaikan internal dan patuh pada etika bisnis.