Memberantas Pinjaman Daring Ilegal
Aksi pelaku pinjaman daring ilegal memang sangat meresahkan. Tindakan tegas kepolisian dengan melakukan penggerebekan dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. Ini layak diapresiasi.
Tindakan tegas Polri kepada terduga pelaku pinjaman daring ilegal menghiasi pemberitaan media beberapa hari ini.
Penggerebekan dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. Ini layak diapresiasi. Aksi pelaku pinjaman daring ilegal memang sangat meresahkan. Tahun 2019, publik mulai diganggu cara-cara tak beretika dan melanggar hukum oleh pelaku pinjaman daring ilegal. Tata cara penagihan intimidatif, dengan ancaman, bahkan menyebarkan informasi negatif peminjam ke semua nomor telepon di gawai peminjam.
Belum lagi ciri lain pinjaman daring ilegal, seperti bunga selangit, denda sangat besar, dan akses data pribadi yang berlebihan dari gawai peminjam. Juga penagihan dengan mengirim gambar porno dan membuat malu ke banyak orang. Mereka adalah pihak yang memang sengaja tak mau diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka memilih beroperasi tanpa izin dari otoritas.
Tumbuh subur
Industri pinjaman daring atau peer-to-peer (P2P) lending mulai hadir di Indonesia pada 2016. Kemunculannya dipicu kesenjangan pendanaan di Indonesia. Data Bank Dunia menyebut kesenjangan sebesar 165 miliar dollar AS. Industri yang menyediakan pendanaan tak mampu memenuhi kebutuhan pendanaan. Industri P2P lending menjadi alternatif pendanaan bagi kalangan kategori unbankable dan underserved.
Kehadiran mulia industri yang didesain membantu UMKM naik kelas ini disabotase oleh pinjaman daring ilegal. Mereka melakukan pembangkangan dengan beroperasi secara ilegal. Mereka menjamur. Tak diketahui jumlah pastinya. Satgas Waspada Investasi (SWI) telah memblokir 3.515 entitas pinjaman daring ilegal. Diduga masih banyak yang bergentayangan di internet.
Setidaknya ada lima faktor utama tumbuh suburnya pinjaman daring ilegal. Pertama, dari sisi peminjam, kebutuhan mendesak dan gaya hidup. Banyak kasus pinjaman bertumpuk di pinjaman daring ilegal terutama adalah karena keterdesakan biaya hidup. Juga ada faktor lain, yakni meminjam untuk memenuhi gaya hidup agar terlihat lebih tinggi dibanding realitas kemampuan ekonominya.
Kedua, mudahnya membuat situs internet atau aplikasi pinjaman. Pinjaman daring ilegal yang diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan mudahnya hadir lagi dan beroperasi di dunia maya. Nama, logo, dan ciri lain diganti dari sebelumnya.
Ketiga, kemudahan berutang. Proses utang dilakukan tanpa syarat yang sulit dan cepat pencairannya. Meminjam uang kepada keluarga, tetangga, atau teman bisa jadi sulit (terlebih jika masih ada tunggakan). Namun, itu tak berlaku saat utang ke pinjaman daring. Tak terhalangi rasa malu saat akan meminjam karena transaksi melalui daring.
Keempat, rendahnya literasi keuangan dan literasi digital. Banyak orang yang menggunakan produk/layanan jasa keuangan, tetapi belum memiliki literasi yang memadai. Data OJK (2019) menyatakan indeks inklusi keuangan 76,18 persen, tetapi indeks literasi keuangan hanya 38,03 persen.
Publik perlu paham manfaat produk/layanan jasa keuangan, sekaligus risiko/konsekuensinya. Dalam konteks pinjaman daring, masyarakat perlu paham isi perjanjian (khususnya bunga, tenor pinjaman, denda, dan jadwal pembayaran) dan harus mampu menghitung kemampuan bayar.
Rendahnya literasi keuangan diperparah dengan level literasi digital. Hasil Survei Literasi Digital Nasional 2020, indeks literasi digital belum mencapai skor baik (4.00), baru sedikit di atas sedang (3.00). Berbagai modus pelaku pinjaman daring ilegal masih terus mampu mengelabui mereka yang belum memiliki pemahaman digital yang baik.
Kelima, dukungan peranti hukum belum sepenuhnya memadai. Industri P2P lending baru berusia lima tahun. Berbeda dengan industri jasa keuangan lainnya, misalnya perbankan dan asuransi. Kedua industri yang lebih tua itu memiliki aturan level undang-undang. Setiap orang yang menjalankan kegiatan usaha, seperti perbankan atau asuransi tanpa izin dikenai sanksi pidana.
Kondisi ini membuat pelaku pinjaman daring ilegal lebih berani. Namun, tak berarti bentuk-bentuk aktivitas mereka bebas dari jeratan hukum. Mereka berpotensi melanggar hukum, misalnya terkait UU Perlindungan Konsumen, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, atau UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pembenahan platform legal
Meskipun industri P2P lending tergolong baru, penerimaan oleh publik sangat baik. Hingga akhir Agustus 2021, akumulasi penyaluran dana Rp 294,49 triliun. Nilai pendanaan yang masih berjalan (outstanding) Rp 26,10 triliun atau naik 115,10 persen yoy. Jumlah rekening pengguna mencapai 70 juta dicapai dalam kurun waktu kurang dari lima tahun. Pertumbuhannya sangat tinggi dibandingkan industri lainnya.
Berbagai model bisnis, khususnya dalam membantu pendanaan UMKM, telah banyak dilakukan. Untuk pinjaman produktif UMKM, umumnya bunga berkisar 12-24 per tahun. Sebagian platform bahkan menetapkan bunga lebih rendah. Adapun untuk pinjaman konsumtif dengan tenor pendek (pinjaman harian), Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menetapkan bunga maksimum 0,8 persen per hari.
Pembenahan industri P2P lending terus dilakukan oleh OJK. Sejak 25 Februari 2020 hingga saat ini, OJK melakukan moratorium pendaftaran baru. Jumlah penyelenggara P2P lending terus menyusut. Kini terdapat 106 perusahaan atau berkurang 55 perusahaan sejak moratorium diberlakukan. Banyak perusahaan berstatus terdaftar tidak mampu berlanjut menjadi berizin. Tanda terdaftarnya dibatalkan OJK dan dilarang melakukan bisnis ini.
Rancangan peraturan OJK yang baru pada industri P2P lending sedang difinalisasi. Banyak perubahan mendasar dalam peraturan ini. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan kontribusi industri. Di antaranya terkait penguatan permodalan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, tata kelola dan manajemen risiko, hingga peningkatan literasi dan perlindungan konsumen.
Efektivitas solusi
Berbagai upaya dilakukan OJK agar publik memanfaatkan industri P2P lending dan menghindari jerat pinjaman daring. Termasuk upaya bersama 11 kementerian/lembaga yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi guna memberantas pinjaman daring ilegal.
Serangkaian upaya itu harus ditingkatkan efektivitasnya. Pertama, program literasi. Program literasi perlu diintensifkan, lebih terstruktur, dan diarahkan pada masyarakat kalangan bawah yang menjadi target pinjaman daring ilegal. Target, materi, media, dan kolaborasi pelaksanaan terus dilakukan evaluasi. Publik yang memiliki literasi memadai tak akan terjerat pinjaman daring ilegal.
Kedua, intensifikasi aktivitas cyber patrol untuk menemukan dan memblokir situs dan aplikasi pinjaman daring ilegal. Komitmen Google untuk mencegah aplikasi pinjaman daring ilegal berada di Play Store diharapkan terealisasi efektif.
Ketiga, tindakan tegas aparat kepolisian kepada para pelaku yang diduga melakukan aktivitas atau dukungan pada pinjaman daring ilegal. Tindakan ini diharapkan mampu menghasilkan efek jera pada para pelaku pinjaman daring ilegal. Dalam berbagai sarana komunikasi publik, kita dapat melihat dukungan masyarakat kepada kepolisian.
Keempat, terus membenahi industri P2P lending legal dan menaikkan citra industri di depan masyarakat. Kontribusi industri harus makin dirasakan, khususnya bagi pelaku UMKM. Masyarakat jangan ada yang gamang untuk memanfaatkan layanan P2P lending legal di bawah pengawasan OJK.
Tuntutan untuk menurunkan suku bunga pinjaman harus menjadi perhatian sepenuhnya. Perbaikan dalam proses penagihan dan peningkatan layanan harus menjadi program utama asosiasi dan platform P2P lending.
Kelima, mempercepat peraturan industri P2P lending pada level UU. OJK telah mengusulkan akomodasi pasal terkait industri P2P lending diatur dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dengan masuknya pasal terkait P2P lending dalam UU, ada jerat pidana bagi pelaku pinjaman daring ilegal. Pemberantasan pinjaman daring ilegal dan perlindungan masyarakat diharapkan bisa jauh lebih efektif.
Munawar Kasan, Deputi Direktur di Otoritas Jasa Keuangan