Saya punya acara bincang-bincang ringan bernama Obrolan Sebelum Tidur. Acara tanpa topik yang jelas. Mungkin bisa dikatakan topiknya ngalor ngidul. Yaa... persis seperti kalau kita mau tidur sekamar dengan teman di sebuah acara liburan, pasangan resmi atau tidak, pasti ada acara ngobrol-nya sebelum mata tertutup dan jatuh terlelap.
Edisi pernikahan
Di beberapa episode dalam acara itu, kami disponsori sebuah perusahaan di mana biasanya produknya akan kami bagikan sebagai hadiah di akhir acara. Untuk mendapatkan hadiah itu, saya dan rekan saya yang kondang itu akan mengajukan beberapa pertanyaan. Pertanyaan umumnya dua atau lebih. Satu dari pertanyaan itu sebisa mungkin yang berhubungan dengan produk yang telah mensponsori kami.
Sisa dari pertanyaan itu adalah pertanyaan yang umum atau kadang mengada-ada. Dan, saya selalu memberi tahu bahwa jawaban harus sekreatif mungkin. Benar salah tak masalah, tetapi kreativitas yang akan menentukan siapa yang berhak menerima hadiah itu. Misalnya, saya mengajukan pertanyaan, kalau satu hari Presiden Joko Widodo bertandang ke rumahmu, sajian apa yang akan kamu suguhkan untuk beliau?
Beberapa menjawab dengan mengaitkannya dengan produk sponsor. Misalnya, saya akan masak sayur lodeh menggunakan kompor listrik bla-bla-bla. Sudah beberapa kali saya melakukan hal itu, tetapi harus diakui sebagian besar memberi jawaban yang jauh dari kreatif. Saya sendiri tak tahu mengapa. Saya tak pernah menanyakan hal itu. Meski selalu saya ingatkan bahwa jawaban itu harus sekreatif mungkin. Bukan soal salah dan benar, karena saya berpikir ini sebuah acara santai yang penuh dengan gelak tawa dan bukan sedang mengikuti ujian kepegawaian.
Namun, itulah yang membuat saya berpikir kembali kepada masa-masa di mana saya masih punya majalah dengan konsep menempatkan kreativitas di atas segala-galanya. Saya teringat ketika saya hendak membuat edisi pernikahan, kemudian saya bertanya kepada tim saya apa yang kira-kira akan dibuat agar edisi ini menarik dibandingkan dengan edisi pernikahan yang dibuat oleh majalah lainnya.
Awalnya, mereka menjawab dengan memberi gambaran seperti edisi pernikahan pada umumnya. Membahas gaun pengantin, membahas penyewaan tempat hajatan, dan sebagainya. Pertanyaan ini juga yang belum lama ini saya tanyakan kepada calon manajer penjualan. Dan, jawaban yang saya dapatkan yaa… sami mawon.
Baca juga : Maju tetapi Mundur
”Out of the box”
Saya itu berpikir bahwa saya hanya mengatakan membuat edisi pernikahan, mengapa selalu yang dipikirkan mereka adalah edisi pernikahan untuk yang pertama kali. Tak ada satu pun yang bertanya kepada saya, ini mau buat edisi pernikahan yang ke berapa?
Karena ayah saya menikah tiga kali, seorang bintang film Amerika Serikat menikah lebih dari lima kali, tentu hasil liputannya akan berbeda dan mungkin menjadi menarik kalau edisi pernikahan yang kami akan buat adalah yang tidak sama dengan majalah lainnya, bukan? Waktu ayah saya menikah yang pertama, dan tentu saya belum ada di muka bumi ini, saya melihat album pernikahannya, istrinya mengenakan gaun pengantin putih seperti pengantin kebanyakan
Pada pernikahannya yang kedua, ibu tiri saya menggunakan kebaya sederhana merah marun dengan acara yang juga sederhana meski di gedung cukup besar karena alasan teman bapak saya banyak banget. Dan, pada pernikahan ketiga, kalau saya tidak salah, ibu saya hanya menggunakan setelan jas yang rapi dan tetap menarik. Bahwa kalimat ”Yes I do”-nya akan tetap sama, tetapi saya melihat bahwa kejadian itu sangat menginspirasi.
Menginspirasi bagi mereka yang ingin menikah untuk kesekian kalinya agar mendapat masukan dan ide baru sehingga acara mereka berlangsung dengan indah tanpa harus seperti hendak menikah untuk pertama kalinya, tetapi juga sesuatu yang kreatif. Kemudian calon manajer itu tersenyum sambil berkata, ”Oh, ya juga, ya.”
Saya sudah sering dicekoki oleh kalimat out of the box yang disuarakan oleh klien dan agensi periklanan yang pernah saya datangi. Namun, kemudian saya harus mengakui pengalaman mengatakan bahwa out of the box itu sepertinya kalau saya bisa membuat atau menawarkan sesuatu yang sama dengan pesaing mereka atau yang sekarang sedang digandrungi.
Kemudian ketika alasan itu disampaikan, ada saja suara yang terdengar. ”Kalau mau bertahan yaa… kita harus menyesuaikan dengan perubahan dan keadaan.” Apakah menyesuaikan itu atau out of the box itu diartikan dengan membuat hal yang sama? Ataukah yang dianggap hebat itu adalah kalau saya mampu membuat yang dibuat orang lain dan lebih bagus hasilnya?
Dan, saya teringat ada suara yang mengatakan majalah saya yang dulu itu melawan arus. Sampai sekarang, saya masih bingung, mengapa ada suara itu. Padahal, saya menawarkan edisi yang sangat biasa, tetapi dilihat dari kepekaan cara pandang yang berbeda. Sampai hari ini, komentar itu terdengar nyaring di telinga.