Hanya dengan pemahaman literasi digital sejak dini, generasi muda Indonesia akan bijak dalam mengakses internet dan media sosial. Hanya dengan bekal literasi digital, rakyat Indonesia akan mampu memfilter konten negatif.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Truth Social, media sosial buatan mantan Presiden AS Donald Trump, mulai dapat digunakan pada November 2021. Trump sebelumnya justru diblokir dari berbagai media sosial.
Akun Donald Trump diblokir tanpa batas waktu dari beberapa platform media sosial karena dinilai sering menyebarkan kabar bohong hingga menghasut. Massa pendukung Trump, misalnya, sampai menyerbu masuk ke dalam Gedung Capitol, Washington, Amerika Serikat (AS), pada 6 Januari 2021.
Tak berdaya menghadapi pemblokiran perusahaan raksasa teknologi, Trump membuat sendiri platform media sosial. Sebelum Trump, mantan juru bicaranya, Jason Miller, pada 4 Juli 2021—tepat di hari peringatan kemerdekaan AS—meluncurkan platform media sosial Gettr. Gettr diklaim mendorong kebebasan berpendapat, kemerdekaan berpikir, dan menghindari sensor politik.
Media sosial buatan Trump diramal tidak akan berdiri lama. Bertahan atau tidaknya media sosial diyakini bukan sekadar besar atau kecilnya modal, melainkan juga terkait penguasaan teknologi. Belum lagi, pendukung Trump kini tidak sebanyak saat dia menjadi Presiden AS. Walaupun, siapa yang menyangka bahwa Trump dapat terpilih menjadi Presiden AS.
Terlepas dari sukses atau tidaknya media sosial milik Trump, di masa depan diprediksi ada lebih banyak lagi media sosial. Media sosial raksasa jelas tetap digunakan oleh mayoritas penduduk dunia. Namun, media sosial yang menyasar segmen tertentu akan terus bermunculan.
Persoalannya, media sosial yang ada sejauh ini masih minim menyeleksi konten. Akibatnya, konten apa saja berseliweran. Bukan hanya konten hoaks akibat minimnya verifikasi, melainkan juga konten kekerasan dan pornografi.
Tentu saja ada sisi positif dari media sosial. Namun, kita juga harus mengantisipasi efek negatif, yang di antaranya menyebabkan depresi hingga mengganggu relasi antarindividu.
Kita juga harus mengantisipasi efek negatif, yang di antaranya menyebabkan depresi hingga mengganggu relasi antarindividu.
Supaya tidak tersesat, bahkan terluka, di belantara media sosial, dibutuhkan penguasaan atas literasi digital. Harian Kompas bersama sejumlah mitra dalam Kompas Collaboration Forum sejauh ini telah memulai pelatihan literasi digital kepada para akademisi dari belasan perguruan tinggi.
Namun, dengan begitu masifnya penetrasi internet dan penggunaan media sosial, dibutuhkan keterlibatan lebih banyak pihak untuk melatih literasi digital. Kita juga sepakat dengan pernyataan Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama, Kamis (21/10/2021), bahwa literasi harus diberikan sejak PAUD (pendidikan anak usia dini) karena anak-anak kita kini terbiasa menggunakan gawai akibat pandemi Covid-19.
Hanya dengan pemahaman literasi digital sejak dini, generasi muda Indonesia akan bijak dalam mengakses internet dan media sosial. Hanya dengan bekal literasi digital, rakyat Indonesia akan mampu memfilter konten negatif dari media sosial, seperti Gettr, Truth Social, dan entah apa lagi. Literasi digital penting agar kita mampu semaksimal mungkin meraih manfaat positif dari keberadaan media sosial.