Pendidikan pesantren harus mampu mengintegrasikan penguasaan di bidang ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum sekaligus. Pendidikan pesantren adalah pendidikan yang mencerdaskan sekaligus mengakhlakkan.
Oleh
YAQUT CHOLIL QOUMAS
·4 menit baca
Hari Santri kembali diperingati pada 22 Oktober 2021. Tema yang diusung pada peringatan Hari Santri tahun ini adalah Santri Siaga Jiwa Raga. Siaga jiwa berarti santri tidak pernah lengah menjaga kesucian hati dan akhlak, berpegang teguh pada akidah, nilai dan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin serta tradisi lahir bangsa Indonesia.
Sementara siaga raga berarti santri harus mengikhlaskan seluruh tubuh, tenaga, pikiran dan karyanya untuk Indonesia. Oleh karena itu, santri tidak pernah lelah berusaha dan terus berkarya untuk Indonesia. Tema Hari Santri 2021 ini merupakan pernyataan sikap dan komitmen seumur hidup santri Indonesia agar selalu siap siaga menyerahkan jiwa-raga membela tanah air, mempertahankan persatuan NKRI dan mewujudkan perdamaian dunia, berdasarkan ajaran Islam yang dipelajarinya di pesantren.
Spirit perjuangan santri seperti tergambar dalam tema Hari Santri 2021 ini sangat kuat. Dalam perjuangan, selalu ada tirakat. Pada masa kolonialisme, santri berjuang untuk meraih kemerdekaan. Setelah kemerdekaan, santri tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan. Pada masa sekarang, perjuangan santri tidak lebih ringan dari pada masa sebelumnya. Tantangan bangsa Indonesia yang hakikatnya juga tantangan para santri juga makin kompleks.
Dalam menghadapi situasi yang penuh tantangan ini, target santri tidak sekadar bertahan tetapi mampu menaklukkan dan kalau mungkin mengunggulinya. Dalam perjuangan, mungkin saja kalah atau dikalahkan. Tetapi kekalahan itu harus dimaknai sebagai lecutan untuk mengorganisasi diri lebih baik agar dipantaskan untuk menerima suatu kemenangan. Kemenangan itu sendiri, bagi santri, selain anugerah juga cobaan yang harus diterima dengan rasa syukur, tanpa euforia berlebihan.
Rekognisi perjuangan
Rekognisi pemerintah kepada santri dan pesantren bisa dibilang relatif terlambat. Namun bagi santri dan pesantren, keterlambatan itu tidak masalah, mengingat pamrih bukanlah watak santri. Perjuangan santri untuk kemerdekaan NKRI, mempertahankan dan menjaganya agar tetap utuh tetap dicatat oleh Sang Pencipta, sekalipun seluruh dunia lupa atau sengaja melupakan.
Faktanya, tanpa pengakuan apa pun, entah di buku sejarah atau dalam regulasi, santri dan pesantren tetap menunjukkan kecintaan luar biasa kepada NKRI. Bahkan selalu terdepan dalam merawat dan menjaga keutuhan NKRI dari berbagai ancaman.
Kini, pemerintah menetapkan sehari dalam setahun sebagai hari santri, yakni 22 Oktober. Makin mudah bagi orang awam untuk menandai kalendernya sebagai harinya orang-orang yang dekat dan mencintai kiai. Sarung dan kitab kuning menjadi ciri khasnya. Tawadhu’ dan rendah hati menjadi laku setiap hari. Toleransi menjadi lifestyle kehidupannya yang plural. Kemanusiaan menjadi etika pergaulan dan perdamaian dunia merupakan cita-cita terbesarnya.
Pengakuan pemerintah berikutnya yang patut disyukuri adalah terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Pesantren telah lahir jauh sebelum Indonesia diproklamasikan. Pesantren telah mendarmabaktikan seluruh kehidupannya untuk bangsa dalam bidang pendidikan. Diakui atau tidak, pesantren adalah sistem pendidikan yang genuine dan khas Indonesia, tumbuh dan bersemayam dalam rahim bangsa Indonesia.
Sistem pendidikan pesantren tidak hanya mencerdaskan tetap juga mengadabkan. Pendidikan pesantren bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik agar para santri siap untuk hidup dan menghidupkan. Pendidikan karakter sudah lama menjadi tren dan inti pendidikan pesantren, meski dengan nama yang berbeda. Kalaupun harus mati, para santri juga siap karena kehidupannya telah dijalani dengan penuh keimanan dan ketakwaan. “Hidup yang mulia atau mati syahid” sudah lama menjadi semboyan para santri.
Perkuat posisi
Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren memperkuat posisi pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
Sebenarnya, pesantren tidak pernah kekurangan dana untuk operasional dan pembangunan pesantren. Masyarakat dan umat Islam selama ini telah menjadi penjamin pesantren agar tetap berkarya untuk mendidik para santri.
Dengan adanya regulasi ini dan turunannya, di satu sisi, positioning pesantren makin kuat. Di sisi lain, regulasi ini menuntut tanggung jawab besar pesantren kepada masyarakat.
Pesantren harus bekerja lebih keras dan memenuhi harapan-harapan publik. Pesantren harus siap berperan dan diperankan untuk mempercepat kemajuan bangsa di bidang pendidikan.
Masyarakat dan umat Islam selama ini telah menjadi penjamin pesantren agar tetap berkarya untuk mendidik para santri.
Pesantren juga harus siap bekerja profesional dan transparan bila mendapatkan bantuan pendanaan dari pemerintah. Jangan sampai, pesantren menjadi lahan persemaian ketidakjujuran penggunaan dana-dana publik.
Saatnya santri dan pesantren berdiri setara dan sejajar dengan pendidikan formal. Kalau perlu, santri dan pesantren harus melenting lebih tinggi untuk mengungguli lembaga pendidikan lainnya. Santri dan pesantren juga harus menjadi motor penggerak pendidikan yang ideal. Pendidikan yang ideal harus dapat memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani peserta.
Pendidikan pesantren harus mampu mengintegrasikan penguasaan di bidang ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum sekaligus. Pendidikan pesantren adalah pendidikan yang mencerdaskan sekaligus mengakhlakkan.