Pemerintah sebaiknya menempatkan guru baru bukan di tempat asal mereka. Tidak hanya meratakan distribusi guru, tetapi juga sekolah akan mendapatkan guru-guru yang sangat majemuk, yang berasal dari beberapa daerah.
Oleh
SYAMSUL RIZAL
·6 menit baca
Keinginan pemerintah untuk merekrut 1 juta guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) mulai tahun 2021 hendaknya bisa kita jadikan momentum untuk kebangkitan pendidikan dasar dan menengah di Tanah Air. Dalam tulisan ini, saya tidak ingin masuk ke wilayah: apakah ini jalan keluar yang adil atau tidak bagi penyelesaian masalah guru honorer yang selama ini menjadi tumpuan dalam mengatasi kekurangan guru.
Berdasarkan Kompas.id (25-3-2021), hingga tahun 2020 sekolah negeri mengalami kekurangan guru aparatur sipil negara (ASN) 1.020.921. Kekurangan ini akan diperparah dengan memperhitungkan jumlah guru yang pensiun sebanyak 291.898 hingga tahun 2024.
Dengan demikian, jumlah guru honorer sebanyak 742.459 belum mencukupi untuk menutupi kekosongan guru sekitar 1,3 juta orang hingga tahun 2024. Persoalan belum berhenti sampai di sini, pertambahan murid dan kelas baru yang harus dibuka menyebabkan kekurangan guru semakin menjadi-jadi. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kekurangan guru terjadi di semua daerah.
Namun, betulkah terjadi kekurangan guru? Berdasarkan Kompas.id itu, yang mengutip pendapat Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof M Solehuddin dan Prof Hafid Abbas dari Universitas Negeri Jakarta, jumlah guru sebenarnya mencukupi, hanya saja distribusinya tidak merata sehingga ada daerah-daerah yang kekurangan guru, terutama di daerah-daerah terpencil. Seandainya terdistribusi dengan merata, rasio guru dan siswa di Indonesia sekitar 1:12-13. Ini, menurut Hafid, rasio yang sangat ideal karena berdasarkan standar internasional, rasionya adalah 1:21-22.
Kalau memang persoalan distribusi guru yang tidak merata, tampaknya dalam proses pengangkatan sejuta guru PPPK ini, pemerintah harus fokus ke arah ini. Tidak hanya fokus ke arah menambah guru baru, tetapi juga fokus pada pendistribusian guru baru.
Dalam hal pendistribusian guru, saya berpendapat, sebaiknya pemerintah menempatkan guru baru bukan di tempat asal mereka. Saya berpendapat, masyarakat kita yang sangat majemuk sebaiknya ditangani oleh guru yang majemuk pula.
Mengapa persoalan kemajemukan atau kebinekaan ini menjadi penting? Mengapa orang-orang Indonesia perlu merantau?
Diaspora dari Indonesia
Arti diaspora adalah perpindahan, migrasi, atau penyebaran orang-orang dari Tanah Air yang mapan atau dari tanah leluhur ke tempat-tempat yang lain. Banyak kisah sukses para diaspora Indonesia ketika berkiprah di luar negeri.
BJ Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia, merupakan salah satu contoh kesuksesan seorang diaspora dari Indonesia yang berkarier di Jerman. Banyak temuan-temuan Habibie yang sangat bermanfaat bagi pengembangan pesawat terbang yang digunakan oleh dunia penerbangan.
Selain Habibie, banyak diaspora lain asal negara kita yang menjadi ilmuwan dan profesor hebat di negeri orang. Apa yang membuat Habibie dan para diaspora lain dari Indonesia bisa hidup sukses secara terhormat di luar negeri? Selain karena kecerdasan mereka, saya yakin kehebatan mereka didorong oleh tenaga dalam (internal energy), yang harus dikeluarkan para diaspora untuk tetap bisa survive dan mampu bersaing di luar negeri.
Hidup di negara maju di luar negeri penuh dengan tuntutan-tuntutan prestasi yang hebat. Untuk dapat bertahan dalam pusaran para elite, dibutuhkan pengorbanan, waktu, dan pikiran yang terus-menerus tanpa henti. Tanpa disiplin yang ketat, seseorang akan gampang sekali tercampak ke luar sistem.
Sementara kita yang hidup di daerah dan tanah leluhur kita sendiri dan hidup di zona nyaman akan sulit mengeluarkan tenaga dalam. Karena persaingan di zona nyaman sangat tidak menarik, dan tidak serius pula kita jalankan. Tanpa mengeluarkan tenaga dalam pun, kita masih bisa hidup tanpa ancaman yang memadai. Agar tenaga dalam ini bisa keluar, kita harus keluar dari zona nyaman. Salah satu caranya dengan merantau, paling tidak merantau di dalam negeri.
Diaspora India dan Nigeria
India dan Nigeria adalah dua contoh dari negara-negara yang sangat diuntungkan oleh keberadaan diaspora mereka di luar negeri. India bahkan mampu menempatkan diaspora mereka sebagai wakil presiden Amerika saat ini, yaitu Kamala Harris. Tidak hanya Harris, banyak sekali diaspora asal India yang menduduki posisi penting di Amerika, baik di pemerintahan maupun di perusahaan-perusahaan top dunia. India betul-betul bisa mewarnai Amerika Serikat.
Nigeria adalah contoh menarik lainnya, bagaimana para diaspora mereka mampu memanfaatkan peluang di luar negeri. Sadar peluang mereka di dalam negeri tidak begitu besar, warga Nigeria secara sistematik berusaha mengadu nasib di luar negeri, dan mereka umumnya berhasil.
Nigeria secara sistematik mempersiapkan warganya untuk menjadi diaspora di negara-negara maju. Banyak sekali mahasiswa Nigeria yang dikirim ke luar negeri.
Seperti yang dilaporkan Financial Times, 29 Oktober 2020, dalam edisi khusus menyambut HUT Ke-60 Nigeria (hari kemerdekaan Nigeria jatuh pada 1 Oktober 1960), Nigeria sangat diuntungkan dengan keberadaan diaspora mereka. Uang yang dikirim ke Nigeria dari diaspora kepada keluarga mereka dan sumbangan-sumbangan para diaspora ke Nigeria sangat signifikan setiap tahun. Oleh sebab itu, Nigeria secara sistematik mempersiapkan warganya untuk menjadi diaspora di negara-negara maju. Banyak sekali mahasiswa Nigeria yang dikirim ke luar negeri.
Anthony Joshua, juara tinju kelas berat dunia; John Boyega, aktor Hollywood; Pearlena Igbokwe, Ketua Universal Studio Group; dan Maggie Aderin-Pocock, ilmuwan luar angkasa, adalah beberapa nama dalam daftar panjang orang Nigeria yang menjadi diaspora dan telah mencapai kesuksesan dalam skala internasional di berbagai bidang. Perhatikan bidang-bidang yang ditekuni para pesohor asal Nigeria ini: sangat variatif!
Diaspora di dalam negeri
Rakyat kita perlu juga digalakkan untuk menjadi diaspora secara massal. Cara yang paling efektif, dengan menempatkan guru dari beberapa tempat di dalam negeri dan hidup sebagai perantau di dalam negeri. Dengan cara seperti ini, para siswa (secara massal) akan termotivasi juga untuk merantau.
Namun, untuk saat ini, pemerintah harus memilih-milih mana guru yang dikirim ke sejumlah daerah, mana guru, karena usia dan masalah lainnya harus tetap mengabdi di daerah masing-masing. Namun, satu hal yang harus menjadi prasyarat: pemerintah harus menjamin guru perantau ini dengan jaminan gaji, masa depan, dan keamanan yang memadai. Tanpa jaminan basic needs ini, guru perantau akan sulit untuk berprestasi. Padahal, prestasi gurulah yang akan mengangkat prestasi murid.
Dengan posisinya sebagai guru perantau, akan banyak sekali keuntungan yang kita petik. Pertama, di seluruh Tanah Air, kita akan memperoleh guru-guru yang terbaik.
Kedua, di setiap sekolah akan berisi guru-guru yang sangat majemuk, yang berasal dari sejumlah daerah. Kemajemukan atau kebinekaan ini akan mendorong mereka, suka atau tidak suka, untuk terus-menerus mengembangkan diri. Dengan demikian, untuk tetap survive, tenaga dalam mereka pasti akan keluar.
Ketiga, ini adalah salah satu cara kita membangun Indonesia yang sangat majemuk. Selama ini kita hidup dengan semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” yang tertulis pada lambang Burung Garuda. Maknanya: meskipun kita berbeda, kita tetap satu. Karena semboyan ini tertulis pada lambang kebesaran negara kita, mestinya ini sangat penting dan sangat sakral. Tapi, sayang, kita berhenti pada semboyan saja. Aplikasinya tidak pernah kita jalankan.