Ada harapan kepada inovator untuk membuat terobosan. Jika mereka bisa menemukan teknologi mata uang kripto, kita juga berharap mereka mampu membuat inovasi untuk menekan konsumsi energi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Harga sejumlah uang kripto, seperti bitcoin, kembali mengalami kenaikan. Di sisi lain, publik mempertanyakan penggunaan energi yang amat boros di ekosistem ini.
Pada Minggu (17/10/2021), setiap bitcoin setara dengan 61.000 dollar AS atau sekitar Rp 858,4 juta. Uang kripto beberapa tahun terakhir menjelma menjadi primadona baru dalam investasi keuangan. Namun, di balik pertumbuhannya yang cepat, uang kripto menyimpan persoalan besar bagi lingkungan hidup.
Masalah itu setidaknya berasal dari kegiatan penambangan bitcoin, yakni konsumsi listrik yang besar dan sampah elektronik yang banyak. Dalam hal konsumsi listrik, sejumlah riset menunjukkan, butuh listrik 91 terawatt per jam (TwH) per tahun untuk penambangan bitcoin saja. Kebutuhan energi lebih banyak lagi untuk uang kripto lain, seperti ethereum, solana, XRP, litecoin, dan dogecoin.
Persoalan ini memunculkan debat pro dan kontra mengenai kelanjutan mata uang ini di tengah krisis energi yang melanda banyak negara. Mereka yang sepakat membantah tuduhan aktivitasnya sebagai kegiatan boros energi. Bahkan, ada riset yang menyatakan penggunaan energi ekosistem mata uang kripto 10 persen lebih rendah dibandingkan sistem perbankan tradisional. Mereka juga menyatakan, adalah wajar ketika infrastruktur tengah dibangun, energi di awal memang intensif, tetapi ketika sudah berjalan akan berkurang.
Pihak yang kontra mengatakan, penggunaan energi sangat jelas terlihat boros. Penambangan uang kripto membutuhkan sekitar 0,6 konsumsi energi global. Energi itu sebagian besar dihasilkan oleh pembangkit yang tak ramah lingkungan karena memproduksi gas emisi. Apalagi, tak sedikit penambang mata uang kripto juga membangun pembangkit sendiri dengan menggunakan bahan bakar yang merusak lingkungan.
Problem yang muncul akibat penambangan bitcoin makin bertambah karena mereka harus mengganti komputer yang memiliki kapasitas besar. Akibatnya, sampah elektronik makin bertambah. Mereka berlomba untuk membeli alat baru untuk bisa menambang kripto. Ada juga yang memindahkan operasi penambangan di negara lain dengan harapan bisa mendapatkan pasokan listrik yang memadai.
Persaingan ketat sehingga beberapa alat langka di pasar. Mereka harus menunggu untuk mendapatkan peralatan baru. Untuk mendapatkan alat itu dibutuhkan waktu enam bulan. Kelangkaan cip juga menjadikan produksi alat itu terhambat.
Kita tentu tak ingin inovasi di dalam industri keuangan ini mati.
Bagaimana dilema ini bisa diselesaikan? Kita tentu tak ingin inovasi di dalam industri keuangan ini mati. Mata uang kripto membuka mata kita bahwa ada sistem yang lebih efisien, tetapi bisa diawasi bersama. Namun, kita tidak bisa menutup mata, mereka mengonsumsi energi dalam jumlah besar.
Kita tumpukan harapan secara internal kepada inovator untuk membuat terobosan. Jika mereka bisa menemukan teknologi mata uang kripto, kita juga berharap mereka mampu membuat inovasi untuk menekan konsumsi energi.