Anugerah Nobel bidang ekonomi dan sastra tahun 2021 merupakan pengakuan bahwa apa yang selama ini dilakukan kaum migran sangat berjasa atau berkontribusi dalam gerak dunia modern.
Oleh
WAHYU SUSILO
·3 menit baca
Anugerah Nobel tahun ini terasa sangat istimewa bagi kaum migran. Penghargaan paling berpengaruh di dunia dari warisan Alfred Nobel, sang penemu asal Swedia, ini, khususnya di bidang ekonomi dan sastra, sangat terkait dengan realitas kaum migran.
Anugerah Nobel bidang ekonomi tahun 2021 diberikan kepada David Card, pengajar dan ekonom yang melakukan kajian bertahun-tahun mengenai isu ketenagakerjaan, pengupahan, dan migrasi.
Anugerah Nobel bidang sastra tahun 2021 diberikan kepada Abdulrazak Gurnah, novelis asal Tanzania yang terpaksa harus mengungsi melintas benua karena konflik politik bernuansa kekerasan yang terjadi di tanah airnya. Dia diganjar anugerah prestisius karena novel-novel yang ditulisnya mengungkap kolonialisme dan dampaknya pada nasib para migran dan pengungsi.
Sejarah peradaban yang terjadi di muka bumi ini memang tak lepas kaitannya dengan mobilitas manusia. Proses migrasi manusia beribu-ribu abad yang lalu meninggalkan jejak dan jalur migrasi manusia purba. Jejak sejarah ini memiliki kontribusi yang sangat signifikan untuk merunut proses evolusi perkembangan manusia modern, pembentukan peradaban dan kebudayaannya.
Penemuan dramatis Nicolas Copernicus bahwa bumi itu bulat dan berputar mengelilingi matahari, selain mengakhiri kejumudan/kebekuan ilmu pengetahuan di bawah kuasa politik agama, sejatinya juga seperti kibaran bendera start perlombaan mengelilingi dunia oleh negara-negara Eropa. Sejarah mencatat ambisi mereka mengelilingi dunia untuk mencari sumber-sumber kekayaan dan harta karun (gold), memperluas kuasa, pengaruh dan kejayaan politik (glory), serta menyebarkan agama (gospel).
Dari pembacaan sejarah ini, tentu sangat beralasan untuk memahami kemarahan sang penerima anugerah Nobel Sastra tahun ini, Abdulrazak Gurnah, pada pelabelan negatif (stigmatisasi dan stereotyping) para pekerja pendatang yang bekerja di negara-negara Barat dan maju sebagai ”migran ekonomi”.
Novelis asal Tanzania ini mempertanyakan balik dosa sejarah migrasi orang Eropa ke Afrika, Amerika, dan Asia dalam trilogi Gold, Glory and Gospel ini yang akhirnya menjadi proses kolonialisme dan imperialisme.
Dalam tatapan cara pandang kolonial yang berlangsung hingga kini, kaum migran memang selalu dipandang dengan stigma dan stereotip yang negatif. Dia dianggap sebagai liyan yang predatoris dan berbahaya. Di negara tujuan bekerja, para pekerja migran selalu dianggap sebagai pesaing pekerja lokal dan merusak kebijakan pengupahan.
Temuan riset dari penerima anugerah Nobel Ekonomi 2021, David Card, ternyata sebaliknya. Tidak benar kehadiran para pekerja migran membawa dampak buruk pada kualitas pengupahan di negara tujuan. Risetnya mengenai migrasi pekerja Kuba di Miami membuktikan bahwa pekerja migran kerah biru bisa mendapatkan kesetaraan pengupahan dengan penduduk setempat.
Pesan apa yang bisa dibaca dari anugerah Nobel bidang ekonomi dan sastra tahun 2021 ini untuk kaum migran (termasuk pengungsi)? Ini merupakan pengakuan (rekognisi) bahwa apa yang selama ini dilakukan kaum migran sangat berjasa (kontribusi) dalam gerak dunia modern. Ini juga menyadarkan kita tentang pentingnya melihat pergerakan manusia dalam sejarah kemanusiaan yang panjang, penuh pertengkaran kekuasaan dan warna ketidakadilan yang berlangsung hingga saat ini.
Rekognisi yang tecermin dalam anugerah Nobel 2021, khususnya dalam bidang ekonomi dan sastra, mengonfirmasi apa yang telah dituliskan dalam Human Development Report 2009 yang bertajuk ”Overcoming Barriers: Human Mobility and Development”. Laporan ini menyajikan fakta bahwa proses migrasi lintas batas negara mempunyai korelasi yang kuat dengan indeks pembangunan manusia.
Jika tata kelola migrasi global memberikan keadilan dan kesejahteraan pada kaum migran, indeks pembangunan manusia, baik di negara asal maupun negara tujuan, akan semakin meningkat kualitasnya. Sebaliknya, jika tata kelola migrasi global mengakibatkan ketidakadilan dan kerentanan pada kaum migran, juga berdampak negatif pada kualitas indeks pembangunan manusia di negara asal dan negara tujuan.