Potensi Destruktif Sampah Pangan
Makanan yang tak dikonsumsi bukan hanya akan terbuang sia-sia, tetapi juga berpotensi destruktif yang sangat merugikan lingkungan. Diperlukan perilaku bijak, cermat, dan kreatif agar makanan tak berujung jadi sampah.
Tanggal 16 Oktober diperingati sebagai Hari Pangan Sedunia. Masalah pangan saat ini bukan hanya bagaimana kita harus mampu mewujudkan dan menjaga ketahanan pangan, melainkan juga bagaimana meminimalkan sampah pangan.
Ketika masih banyak orang di berbagai belahan dunia mengalami kelaparan dan kekurangan gizi, sebagian dari kita justru menyia-nyiakan makanan sehingga berakhir sebagai sampah, yang ikut memperparah kerusakan lingkungan.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), ada sekitar 900 juta orang yang mengalami kelaparan saat ini. Pada saat bersamaan, justru sekitar sepertiga dari makanan yang diproduksi di seluruh dunia tidak terkonsumsi dan hanya terbuang sia-sia menjadi sampah. Itu terjadi setiap tahun.
Penyebabnya bermacam-macam. Mulai dari karena teknik pengolahan yang kurang efisien, penyimpanan yang tidak tepat, rantai pasokan yang kurang baik, hingga karena perilaku kurang bijak konsumen dalam membeli dan mengonsumsi makanan.
Baca juga : Mengurangi Sampah Makanan
Laporan Food Sustainable Index beberapa waktu lalu menempatkan Indonesia sebagai penghasil sampah makanan terbanyak kedua di dunia, dengan 13 juta ton sampah makanan yang dihasilkan setiap tahun.
Dilihat dari kacamata ekonomi, jumlah 13 juta ton sampah makanan tersebut bermakna pemborosan yang luar biasa besar. Betapa tidak, untuk memproduksi bahan makanan, mendistribusikan, dan menjualnya dibutuhkan biaya yang tidak kecil. Begitu juga untuk membeli dan kemudian mengolahnya. Ketika makanan akhirnya terbuang sia-sia dan menjadi sampah, itu artinya sama saja dengan membuang-buang uang dengan percuma.
Lalu, bagaimana persoalan ini jika dilihat dari kacamata lingkungan? Mungkin ada sebagian yang beranggapan bahwa sampah makanan adalah masalah sepele karena nanti akan membusuk dan terurai secara alami dalam tanah.
Akan tetapi, sesungguhnya masalahnya tidak sesederhana itu, terutama ketika jumlah makanan yang dibuang dan menjadi sampah telah demikian besar. Ibarat pepatah, sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit.
Potensi destruktif
Boleh jadi banyak yang tidak menyadari bahwa di balik sampah makanan yang kita hasilkan tersimpan potensi destruktif yang sangat merugikan bagi lingkungan. Hawthorne (2017) menyatakan, sedikitnya ada lima kerugian lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh sampah makanan.
Pertama, pemborosan air. Air adalah sumber kehidupan. Hampir semua aktivitas manusia memerlukan air, termasuk dalam memproduksi makanan. Pertanian dan peternakan selalu membutuhkan pasokan air dalam porsi besar.
Akan tetapi, dengan kenyataan bahwa banyak makanan terbuang percuma, itu berarti kita telah menghambur-hamburkan air. Padahal, dengan kondisi defisit air di bumi cenderung terus meningkat, dan sumber-sumber air bersih semakin langka, kita semestinya berupaya agar sehemat mungkin dalam menggunakan air.
Akan tetapi, dengan kenyataan bahwa banyak makanan terbuang percuma, itu berarti kita telah menghambur-hamburkan air.
Kedua, terjadi peningkatan konsentrasi metan. Sampah makanan yang membusuk akan menghasilkan gas metan dan melepaskannya ke atmosfer. Metan termasuk dalam kategori gas rumah kaca, yang berdampak buruk pada iklim dan suhu bumi.
Berbagai studi menyimpulkan bahwa metan lebih efektif dalam memerangkap panas di atmosfer daripada CO2. Saat ini, metan menyumbang sekitar 20 persen emisi gas rumah kaca. Semakin sedikit sampah makanan yang kita produksi, semakin sedikit gas metan yang dilepaskan ke atmosfer. Begitu pula sebaliknya.
Ketiga, pemborosan bahan bakar. Proses menanam, memanen, mengangkut, menyimpan, dan memasak bahan makanan senantiasa membutuhkan bahan bakar. Sebagian besar bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar fosil yang notabene tidak ramah lingkungan dan jumlahnya kian terbatas. Ketika kita menyia-nyiakan makanan dengan hanya menjadikannya sebagai sampah, kita tidak saja telah memboroskan energi, tetapi juga menambah beban yang semakin berat bagi lingkungan.
Baca juga : Jangan Membuang Makanan!
Keempat, pemborosan dan pencemaran lahan. Bukan hanya mesti diupayakan selalu bersih, lahan-lahan di sekitar kita juga mesti diupayakan selalu produktif. Miliaran ton sampah makanan yang dibuang setiap tahun telah membuat lahan-lahan di sekitar kita menjadi kotor dan tidak produktif. Lahan yang semakin kotor dan tidak produktif pada gilirannya membuat kualitas lahan dan lingkungan sekitarnya terdegradasi.
Kelima, merusak keanekaragaman hayati. Sampah makanan, dengan berbagai dampaknya terhadap bumi, akan ikut memengaruhi kelestarian keanekaragaman hayati. Itu di satu sisi.
Di sisi lain, telah lama diketahui bahwa untuk memproduksi bahan pangan, kita memerlukan lahan pertanian dan peternakan yang luas. Proses penyediaan lahan pertanian dan peternakan itu sering kali harus mengorbankan kawasan hutan dan merusak keanekaragaman hayati. Tragisnya, sebagian hasil produksi makanan dari lahan-lahan yang dihasilkan dengan mengorbankan hutan itu akhirnya malah menjadi sampah makanan yang ikut memperparah laju kerusakan lingkungan.
Bijak, cermat, dan kreatif
Bahan-bahan makanan yang kita miliki, baik yang kita produksi sendiri maupun yang kita beli, sudah selayaknya mendapatkan perlakuan secara bijak dan cermat. Tidak semestinya kita menjadikan sebagian bahan makanan akhirnya cuma menjadi penghuni tong sampah.
Tidak jarang, ketika membeli makanan, kita lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Ujungnya, tidak sedikit makanan yang dengan susah payah telah kita beli menjadi tidak terkonsumsi. Karena itu, mulailah membiasakan hanya membeli makanan yang kita butuhkan. Berbelanjalah dengan membuat daftar belanjaan terlebih dahulu agar terhindar dari dorongan membeli bahan-bahan makanan yang sebetulnya sama sekali tidak diperlukan.
Karena itu, mulailah membiasakan hanya membeli makanan yang kita butuhkan.
Sering kali pula kita memutuskan berbelanja bahan-bahan makanan, padahal persediaan bahan makanan di dapur kita masih mencukupi. Oleh sebab itu, sebaiknya biasakan pula untuk menghabiskan dulu persediaan bahan makanan yang ada sebelum memutuskan pergi berbelanja.
Kreatif dalam mengolah bahan makanan dapat memperpanjang usia makanan sehingga lebih awet untuk dikonsumsi dan sekaligus mencegah makanan lebih cepat membusuk dan menjadi sampah. Sayuran dan buah-buahan, misalnya, dapat kita olah sedemikian rupa menjadi bermacam-macam menu atau sajian makanan yang dapat bertahan lebih lama.
Berbagi makanan dengan orang lain adalah cara lain untuk mencegah munculnya sampah makanan. Mungkin saja kita memiliki makanan yang berlebih. Alangkah lebih baik apabila kita bagikan untuk orang-orang di sekitar yang membutuhkan.
Baca juga : China Ubah Tradisi Makan demi Atasi Krisis Pangan
Sekarang ini di beberapa kota ada sejumlah lembaga amal yang bersedia pula menampung makanan pemberian layak konsumsi yang kemudian akan didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Kita dapat menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga amal seperti itu untuk berbagi makanan.
Pangan adalah salah satu kebutuhan utama manusia. Ia akan selalu kita butuhkan. Meskipun demikian, perilaku bijak, cermat, dan kreatif perlu pula kita miliki agar makanan tidak terbuang sia-sia dan akhirnya menjadi sampah, yang ikut menambah kerusakan lingkungan.
R Wulandari, Pegiat dan Pemerhati Isu Lingkungan