Mengenal Obat Antivirus
Sudah berapa banyak obat antivirus yang beredar di negeri kita? Apakah obat tersebut sudah dapat menyembuhkan penyakit virus atau hanya sekedar mengendalikan saja?
Pada masa pandemi Covid-19 ini masyarakat semakin akrab dengan penyakit virus. Sebagai tenaga kesehatan saya memahami sebenarnya sudah banyak penyakit di negeri kita yang disebabkan virus seperti cacar air (varisela), campak (morbili), campak jerman (rubela), hepatitis B, dan hepatitis C.
Penyakit batuk pilek disebabkan oleh virus atau bakteri. Salah satu penyakit saluran napas yang sering ditemukan di masyarakat adalah influenza. Saya sering ditanya oleh pasien benarkah infeksi virus tidak ada obatnya? Apakah benar penyakit virus akan sembuh sendiri?
Belum lama ini ramai pemberitaan mengenai penelitian obat molnupiravir, obat oral yang diharapkan dapat mengobati Covid-19. Berita ini tentu menggembirakan karena selama ini menurut para pakar belum ada obat antivirus yang dapat menyembuhkan Covid-19.
Vaksin Covid-19 untuk mencegah penularan, sedangkan molnupiravir untuk terapi. Jadi kemungkinan molnupiravir akan dipakai bersamaan dengan imunisasi Covid-19.
Bagaimana dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus lainnya? Apakah campak dan hepatitis sudah ada obat antivirusnya?
Belum lama ini adik saya hamil anak pertama dan pada pemeriksaan laboratorium TORCH ternyata antibodi sitomegalovirusnya positif. Dia amat khawatir dengan hasil tersebut karena dia membaca virus sitomegalo sukar diobati dan obatnya mahal.
Namun, setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan, dia merasa lega. Tenyata antibodi yang positif tersebut hanya menyatakan dia pernah terinfeksi di masa lalu dan saat sekarang ini tidak dalam keadaan terinfeksi. Jadi, tidak diperlukan terapi untuk sitomegalovirus.
Pemahaman mengenai obat pembunuh kuman, antibiotik, tampaknya sudah memadai di masyarakat. Bahkan sudah mulai banyak anggota masyarakat menggunakan sendiri obat antibiotik tanpa berkonsultasi dengan dokter.
Tindakan ini tentu tidak tepat. Kita hanya mengonsumsi antibiotik jika perlu, jika diberikan oleh dokter. Jika minum antibiotik tanpa indikasi serta lama penggunaan tak benar, akan terjadi resistensi antibiotik. Artinya obat tersebut tak bermanfaat lagi untuk membunuh kuman. Menurut dokter, di negeri kita sudah banyak obat yang menjadi resisten karena penggunaannya kurang terkendali.
Saya mohon penjelasan Dokter tentang obat antivirus. Sudah berapa banyak obat antivirus yang beredar di negeri kita? Apakah obat tersebut sudah dapat menyembuhkan penyakit virus atau hanya sekedar mengendalikan saja?
Saya sering membaca obat antivirus HIV belum dapat menyembuhkan penyakit HIV, hanya dapat mengendalikan agar virusnya tak berkembang biak. Jika obat antivirus HIV dihentikan, virus tersebut akan berkembang biak lagi. Akibatnya obat antivirus HIV mesti diminum seumur hidup. Bagaimana dengan obat virus hepatitis dan virus-virus lain? Mohon penjelasan Dokter.
Baca juga : Penyembuhan Hepatitis C Kronik
Apabila obat molnupiravir diizinkan beredar, apakah juga akan bisa cepat sampai di negeri kita? Apakah dengan obat antivirus tersebut kita tak perlu lagi divaksinasi Covid-19? Terima kasih atas penjelasan Dokter.
M di J
Sebenarnya penyakit yang disebabkan oleh virus sudah lama ada. Salah satu contohnya adalah cacar (variola). Penyakit cacar pernah menimbulkan kematian yang amat banyak di Eropa sehingga penyakit ini amat menakutkan bagi masyarakat pada waktu itu.
Dr Edward Jenner, seorang dokter di Inggris, memelopori vaksinasi cacar ini pada tahun 1796. Memang sebenarnya para dokter di India, China, dan Turki juga sudah mempraktikkan vaksinasi cacar sebelum Edward Jenner, tetapi tindakan yang dilakukan oleh Edward Jenner terdokumentasi dengan baik.
Edward Jenner dianggap sebagai bapak vaksinasi meski dalam sejarah vaksinasi juga dikenal era Pra-Jenner. Berkat vaksinasi yang dilakukan di seluruh dunia, cacar (variola) tak ada lagi di permukaan bumi. Penyakit cacar telah lenyap, yang masih ada penyakit cacar air (varisela) yang gejalanya jauh lebih ringan.
Memang masyarakat mungkin lebih akrab dengan penyakit yang diakibatkan bakteri daripada virus sehingga ada anggapan penyakit virus tak dapat disembuhkan. Sebenarnya penelitian mengenai penyakit virus juga gencar seperti penelitian pada penyakit yang disebabkan bakteri. Penelitian ini termasuk obat obat yang akan dapat menyembuhkan penyakit virus .
Influenza merupakan penyakit virus yang sudah dikenal masyarakat. Penyebabnya adalah virus influenza A dan influenza B. Penyakit ini menimbulkan demam, sakit otot, sakit kepala, serta batuk pilek. Biasanya dengan beristirahat cukup serta minum obat untuk menghilangkan gejala, penderita akan sembuh setelah beberapa hari.
Namun, influenza yang timbul pada anak di bawah usia 2 tahun atau orang lanjut usia serta yang mempunyai penyakit kronik dapat menimbulkan komplikasi sehingga penderita mungkin akan dirawat di rumah sakit. Sampai dewasa ini sekitar 250 ribu sampai 500 ribu orang yang menderita influenza meninggal dunia setiap tahun. Pada umumnya yang meninggal adalah penderita influenza yang berusia lanjut.
Baca juga : Pilek dan Influenza, Serupa tapi Tak Sama
Untuk mencegah penularan influenza, kita harus menjalani vaksinasi influenza setiap tahun. Obat antivirus influenza juga ada, namanya oseltamivir. Obat ini sudah ada di Indonesia, tetapi sesuai kebijakan Kementerian Kesehatan, penggunaannya baru dilaksanakan jika terjadi kejadian luar biasa flu burung.
Obat antivirus hepatitis C merupakan obat baru. Obat ini juga sudah digunakan di negeri kita dan hasil terapinya bagus sekali. Jika diberikan selama sekitar 3 bulan, penderita hepatitis C kronik akan dapat sembuh.
Keberhasilan obat virus yang baru ini (disebut DAA) jauh lebih baik daripada terapi suntikan interferon. Keberhasilan terapi suntikan interferon hanya sekitar 50 persen, sedangkan DAA melampaui 95 persen.
Pemerintah kita telah menyediakan obat ini secara cuma-cuma di beberapa provinsi di Indonesia. Sudah lebih 6.000 orang yang menggunakan obat antivirus ini. Sayang sekali terapi hepatitis B hasilnya belum dapat menyembuhkan seperti hepatitis C. Terapi hepatitis B dengan obat virus hanya dapat mengendalikan virus hepatitis B, jadi hampir serupa dengan hasil terapi HIV.
Anda menyebut virus sitomegalo. Infeksi virus ini mulai banyak ditemukan di negeri kita. Virus sitomegalo dapat menyerang otak, mata, dll. Jika mengenai mata, dapat memengaruhi penglihatan.
Obat sitomegalovirus adalah gansiklovir, obat ini juga sudah ada di Indonesia. Harga obat ini memang mahal, tapi hasil terapinya bagus sehingga obat ini beserta obat generasi yang lebih baru termasuk obat penting yang ditanggung oleh BPJS.
Baca juga : Indonesia Siapkan Uji Klinis Obat Covid-19
Nah, kita memang masih menunggu izin darurat untuk molnupiravir di Amerika Serikat. Jika diizinkan, saya percaya dalam waktu singkat juga akan tersedia di Indonesia. Namun molnupiravir merupakan obat untuk terapi Covid-19. Obat ini dapat menurunkan angka masuk rumah sakit serta angka kematian akibat Covid-19.
Obat ini cukup diminum, tidak seperti remdesivir yang harus diinfuskan. Dengan demikian, jika nanti diizinkan beredar, obat ini dapat digunakan untuk berobat jalan.
Apakah dengan adanya molnupiravir maka vaksin Covid-19 tidak diperlukan lagi? Vaksin Covid-19 untuk mencegah penularan, sedangkan molnupiravir untuk terapi. Jadi kemungkinan molnupiravir akan dipakai bersamaan dengan imunisasi Covid-19.
Namun demikian, kita menunggu penelitian-penelitian selanjutnya yang akan dapat menjawab pertanyaan kita dengan lebih tepat. Selamat bertugas dan jaga kesehatan Anda.