Reformasi perpajakan menjanjikan kepastian, kesederhanaan, dan administrasi perpajakan yang sederhana.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sudah disahkan pada Kamis (7/10/2021) dengan sejumlah aturan baru yang cukup penting.
Undang-undang ini meliputi sembilan bab dan 19 pasal. Lima substansi pokok di dalamnya, Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan PPh Badan, peraturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), ketentuan umum dan tata cara perpajakan, program pengungkapan sukarela, serta penerapan pajak karbon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sederet perubahan dalam undang-undang itu bertujuan membuat sistem pajak lebih adil dan efektif sehingga berdampak pada peningkatan rasio pajak. Selain itu, undang-undang ini jua dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan pajak.
Melalui undang-undang tersebut, pemerintah ingin menjaga basis pajak domestik tetap kuat dan merata sehingga penerimaan negara tak mudah terganggu. Undang-undang baru ini bagian dari reformasi perpajakan sebagai upaya pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Kita mengalami situasi yang tak pernah dibayangkan akan terjadi, yaitu pandemi Covid-19, yang telah mengganggu penerimaan negara. Pada saat bersamaan, belanja pemerintah harus meningkat guna merespons kebutuhan penanggulangan kesehatan dan perlindungan sosial bagi masyarakat.
Salah satu keputusan yang dianggap mampu memberi rasa keadilan ialah kenaikan tarif PPh menjadi 35 persen bagi masyarakat dengan penghasilan Rp 5 miliar ke atas per tahun. Sebelumnya, tarif pajak dikenakan 30 persen untuk penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun. Selain itu, kenaikan PPN atas sejumlah obyek pajak mulai dari bahan pokok hingga jasa pendidikan juga dibatalkan saat ini, tetapi disesuaikan bertahap hingga tahun 2025.
Pajak sebagai instrumen fiskal juga berperan memperkecil kesenjangan pendapatan, terutama ketika ekonomi Indonesia membesar dan hadirnya perusahaan teknologi.
Reformasi perpajakan diharapkan memperbaiki rasio penerimaan pajak terhadap ekonomi nasional yang selama ini sulit naik di atas 10 persen. Pada sisi lain, kenaikan tarif PPh dan PPN kita harapkan tidak menjadi disinsentif bagi individu dan perusahaan.
Pajak sebagai instrumen fiskal juga berperan memperkecil kesenjangan pendapatan.
Kenaikan PPN dapat mengurangi konsumsi apabila pendapatan tak naik. Maka, selain menaikkan tarif pajak, pemerintah juga harus menciptakan lapangan kerja berkualitas dan meningkatkan jumlah masyarakat kelas menengah sebagai pembayar PPh sekaligus PPN sebagai konsumen.
Reformasi perpajakan menjanjikan kepastian, kesederhanaan, dan administrasi perpajakan yang sederhana. Kita berharap selain mencegah penyalahgunaan oleh oknum petugas pajak, hal itu juga mendorong pelaku usaha, terutama UKM, patuh membayar pajak.
Akhirnya, kita ingin pajak yang kita bayar kembali dalam bentuk layanan fungsi pemerintahan, seperti layanan kependudukan, kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur dalam arti luas yang lebih baik dan adil bagi masyarakat.