Bagi Indonesia, negara kepulauan ini, pesawat listrik seperti E-19 sangat ideal. Dapat untuk menerbangi rute pendek seperti Palembang – Pangkal Pinang, Makassar-Kendari, Bali-Lombok, dan antarpulau lainnya.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pesawat listrik yang dikembangkan Rolls-Royce, the Spirit of Innovation, Semangat Inovasi, Kamis (16/9/2021) mengangkasa di langit Inggris selama 15 menit. Inilah salah satu capaian dalam dunia penerbangan.
Total ada 6.000 sel baterai untuk menggerakkan mesin pesawat berbaling-baling tunggal itu. The Spirit of Innovation itu pun mampu melesat hingga 300 mil per jam (sekitar 555 kilometer per jam), memecahkan rekor sebelumnya 213 mph.
“Penerbangan pertama dari the Spirit of Innovation memperlihatkan kalau inovasi dapat menyediakan solusi bagi tantangan terbesar dunia,” kata Gary Elliott, CEO Aerospace Technology Institute.
Salah satu tantangan terbesar dunia adalah perubahan iklim. Industri penerbangan sejauh ini menyumbang 2,5 persen dari emisi karbon global. Tidak heran bila aktivis lingkungan Greta Thunberg memboikot penerbangan. Thunberg juga pernah memilih naik perahu layar untuk menyeberangi Samudera Atlantik demi hadir pada sebuah konferensi.
Sikap Thunberg juga diamini oleh sebagian warga Eropa dengan lebih memilih naik angkutan kereta daripada naik pesawat terbang. Untung saja, jaringan kereta begitu menggurita di daratan Eropa.
Industri penerbangan global kemudian mencoba bertransformasi. Hasil rapat Asosiasi Transportasi Udara Internasional (International Air Transport Association/IATA) di Boston, Amerika Serikat, Senin (4/10/2021) menegaskan komitmen pada dekarbonisasi atau sama sekali tidak memproduksi karbon per tahun 2050.
Salah satu motor dari komitmen tersebut adalah kehadiran pesawat listrik, yang kini makin banyak dirintis. Tidak hanya dibuat oleh produsen pesawat terkemuka tetapi juga oleh perusahaan rintisan produsen pesawat listrik.
Seperti halnya pada inovasi mobil listrik, produk-produk baru pesawat listrik terus bermunculan. Maskapai penerbangan dan perusahaan logistik kini juga mulai melirik pesawat-pesawat bertenaga listrik. Sebagian bukan saja sekedar melirik tetapi sudah menandatangani perjanjian pembelian untuk 5-10 tahun ke depan.
Seperti halnya pada inovasi mobil listrik, produk-produk baru pesawat listrik terus bermunculan.
Maskapai United Airlines bahkan telah menyepakati pemesanan 100 unit pesawat listrik ES-19 dari Heart Aerospace, Swedia. ES-19, pesawat listrik berpenumpang 19 orang dengan daya jelajah 400 kilometer ini, dijadwalkan terbang komersial pada tahun 2026.
Bagi Indonesia, negara kepulauan ini, pesawat listrik seperti E-19 sangat ideal. Dapat untuk menerbangi rute pendek seperti Palembang – Pangkal Pinang, Makassar-Kendari, Ternate-Bitung. Bali-Lombok, dan antarpulau lainnya.
Seperti halnya mobil listrik, pesawat listrik juga lebih efisien. Menurut Heart Aerospace, dibanding pesawat sejenis, E-19 lebih hemat biaya bahan bakar hingga 75 persen, dan lebih hemat biaya perawatan hingga 50 persen.
Pesawat ini juga dapat lepas landas dari landasan pacu sepanjang 750 meter sehingga tidak terlalu dibutuhkan dana besar bagi investasi pembangunan bandara di daerah terpencil atau di berbagai pulau.
Inovasi, yang juga mewujud dalam pesawat bertenaga listrik, ternyata sungguh dapat menyediakan solusi bagi persoalan-persoalan dunia.