Mengatasi Kelangkaan Kontainer
Salah satu langkah cepat yang bisa dilakukan pemerintah ialah mempertimbangkan pembentukan semacam ”gugus tugas khusus” untuk memantau perkembangan persoalan kelangkaan kontainer.

Didie SW
Isu kelangkaan kontainer yang terjadi beberapa bulan terakhir, dan sangat mengganggu aktivitas ekspor-impor, diperkirakan belum akan teratasi dalam waktu dekat dan bisa berlanjut hingga akhir 2022. Mengapa terjadi peningkatan biaya angkut kapal kontainer di tataran global?
Lihat, misalnya, kajian dari Global Container Freight Index. Disebutkan bahwa indeks harga biaya angkut kontainer naik hingga 430 persen secara tahunan pada Agustus 2021.
Peningkatan biaya angkut ini tentu saja akan memberikan dampak yang berbeda antara usaha skala besar dan usaha skala menengah dan kecil.
Disrupsi global
Pagebluk Covid-19 tampaknya telah menciptakan disrupsi pasar, baik berupa kejutan penawaran maupun permintaan, yang tentu saja berpengaruh terhadap arus perdagangan barang dan jasa di tingkat internasional. Tren penurunan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang terjadi beberapa pekan terakhir, misalnya, memang memberikan harapan baru untuk pemulihan ekonomi nasional.
Ketidakpastian pemulihan ini tentu saja menciptakan ketidakpastian arus perdagangan internasional.
Namun, lonjakan kasus justru kembali terjadi di belahan dunia lain, seperti China dan Amerika Serikat, akibat varian baru virus korona dan terhambatnya program vaksinasi. Ketidakpastian pemulihan ini tentu saja menciptakan ketidakpastian arus perdagangan internasional.
Dari sisi permintaan, setidaknya terdapat tiga masalah awal utama yang memicu terjadinya kenaikan harga kontainer.
Pertama, temuan kasus positif Covid-19 di dua pelabuhan besar milik China yang berlokasi di Ningbo-Zhousan, pelabuhan ketiga terbesar di dunia, dan Yantian. Temuan tersebut membuat kedua pelabuhan harus menjalani karantina (lockdown) setidaknya selama satu bulan hingga dapat beroperasi penuh kembali.
Kedua, penutupan sementara beberapa pabrik akibat temuan kasus positif Covid-19 di Vietnam, yang menyebabkan kontainer tak dapat diangkut kembali.
Terakhir, kecelakaan di Terusan Suez pada Maret silam yang berdampak terhadap keterlambatan jadwal pengiriman dan frekuensi lalu lintas kapal.
Selain itu, kebijakan pemulihan permintaan barang dan jasa di sejumlah negara berkat berbagai stimulus ekonomi yang telah disalurkan turut memberikan dorongan terhadap lonjakan harga kontainer. Berdasarkan pemberitaan Reuters (16/9/2021), jumlah kapal yang harus mengantre bongkar barang di Pelabuhan Los Angeles mencapai rekor tertinggi, yaitu sebanyak 60 kapal yang harus berlabuh sementara di Teluk San Pedro.

Kontainer yang sudah diturunkan dari kapal Wan Hai kemudian dipindahkan ke area penampungan sementara di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (27/5/2020).
Lonjakan ini diperparah dengan menipisnya inventori perusahaan akibat respons penurunan permintaan tahun lalu dan ketidakpastian pemulihan ekonomi saat ini sehingga terjadi lonjakan permintaan dari perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen.
Namun, tidak dapat dimungkiri pula bahwa kenaikan harga kontainer akibat kejutan permintaan dan penawaran serta ketidakpastian pemulihan ekonomi yang telah dijabarkan di atas hanyalah gejala dari masalah struktural yang ada sebelum pandemi Covid-19 ”menggebuk” perdagangan dunia.
Berdasarkan data dari ”Review of Maritime Transport” tahun 2020 yang dirilis oleh Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD), jumlah pertumbuhan kapal pengangkut kontainer tidak dapat mengimbangi tingginya arus perdagangan.
Pasar oligopolistis
Masalah struktural lainnya tampak dari bentuk pasar pelayaran barang internasional yang bersifat oligopolistis sejak krisis finansial global 2008. Saat ini terdapat delapan perusahaan pelayaran yang bersatu ke dalam tiga aliansi dan mendominasi sekitar 80 persen pangsa pasar dunia.
Saat ini terdapat delapan perusahaan pelayaran yang bersatu ke dalam tiga aliansi dan mendominasi sekitar 80 persen pangsa pasar dunia.
Di Indonesia sendiri, perusahaan-perusahaan pelayaran lokal lebih banyak bermain di jalur pelayaran domestik dan tidak sedikit yang juga sekaligus menjadi agen perusahaan pelayaran internasional.
Lonjakan harga yang dikemas dalam istilah ”kelangkaan kontainer” itu beserta dengan struktur pasar oligopolistisnya tentu saja telah menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi perdagangan internasional, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di semua negara yang tergabung dalam rantai pasokan global (global supply chain).
Tantangan ke depan
Tren surplus neraca perdagangan Indonesia, di mana nilai ekspor lebih besar pada impor, sejak bulan Januari 2020, menjadi sinyal peringatan bahwa lonjakan harga kontainer akan terus berlangsung ke depan.
Hal tersebut disebabkan peningkatan ekspor secara langsung, yang tentu saja akan meningkatkan permintaan terhadap kontainer untuk mengangkut barang, dan kelangkaan kontainer yang terjadi saat ini akan menambah akselerasi lonjakan harga kontainer dari biasanya. Diperkirakan peningkatan akan terus terjadi hingga akhir tahun 2022, di mana kenaikan biaya angkut juga terus terjadi.
Dalam jangka yang sangat pendek, kenaikan harga kontainer akan dipicu oleh peningkatan permintaan menjelang liburan akhir tahun. Berdasarkan siklusnya, bulan Oktober akan menjadi puncak dari lalu lintas angkutan kontainer di seluruh dunia.
Lonjakan harga ini pada gilirannya dapat mengancam inisiatif pemerintah untuk menggalakkan program go global bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kenaikan biaya angkut membawa dampak lebih berat bagi eksportir UMKM, terutama berupa masalah likuiditas, pengaturan arus kas, dan pembayaran pinjaman akibat dari waktu pengiriman yang lebih lambat.

Sebuah kapal kargo yang membawa kontainer terlihat di dekat Pelabuhan Yantian di Shenzhen, China, menyusul wabah Covid-19 yang baru. Foto diambil pada 17 Mei 2020.
Bagi perusahaan-perusahaan besar, persoalan seperti ini mungkin tidak menjadi masalah karena kapasitas keuangan yang jauh lebih besar. Selain itu, pengiriman barang, baik melalui ekspor maupun impor, biasanya telah dibuat dalam kontrak jangka panjang dengan perusahaan dan agen pelayaran global.
Kajian yang dilakukan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa UMKM mengalami penurunan permintaan hingga 88 persen. Kondisi ini menggiring UMKM pada empat persoalan finansial utama, yang meliputi pembayaran upah karyawan, biaya tetap, pelunasan pinjaman, dan pembayaran faktur.
Secara khusus, kelompok usaha medium yang merupakan kelompok UMKM berorientasi ekspor menghadapi persoalan utama biaya tetap dengan salah satu komponen penyusun, yakni biaya pengiriman barang.
Rekomendasi
Permasalahan data menjadi tantangan awal tambahan bagi pemerintah untuk memantau pergerakan harga kontainer. Analisis yang telah dilakukan, sulit untuk menemukan data pelayaran utama antara Indonesia dan mitra dagang utama.
Permasalahan data menjadi tantangan awal tambahan bagi pemerintah untuk memantau pergerakan harga kontainer.
Kurangnya data, seperti peta pelayaran, termasuk pelabuhan asal atau pelabuhan tujuan, nama pelayaran, frekuensi, dan jenis serta ukuran kapal, akan membatasi gerak pemerintah untuk dapat menyelesaikan masalah kelangkaan kontainer dengan cepat.
Salah satu langkah cepat yang bisa dilakukan adalah pemerintah kiranya mempertimbangkan pembentukan semacam ”gugus tugas khusus” untuk memantau perkembangan persoalan kelangkaan kontainer. Langkah ini perlu segera diambil dengan mempertimbangkan rekam jejak yang menunjukkan kecenderungan peningkatan kebutuhan menjelang liburan akhir tahun.
Tugas utama dari gugus tugas ini adalah mengawasi lalu lalang serta ketersediaan kontainer dan kapal bagi ekosistem ekspor dan impor Indonesia. Pemerintah perlu memastikan kepemilikan atas data pelayaran antara Indonesia dan negara mitra dagang utama secara terperinci, termasuk informasi mengenai pelabuhan, perusahaan pelayaran yang menjadi operator, jadwal pelayaran, informasi kapal, dan jenis serta ukuran kapal.
Data dimaksud pada gilirannya dapat dimanfaatkan sebagai basis untuk memproyeksikan jumlah kebutuhan kontainer kosong ataupun untuk melakukan reposisi kontainer kosong dari daerah surplus ke daerah yang defisit kontainer di Indonesia.
Baca juga : Ironi Lonjakan Ekspor Mebel Jepara di Tahun Kedua Pandemi
Secara berkesinambungan, pemerintah dapat berkoordinasi dengan operator dan agen perusahaan pelayaran asing di Indonesia yang terlibat dalam kegiatan ekspor dan impor untuk memastikan ketersediaan kontainer dan ruang muat bagi eksportir Indonesia.
Kita perlu belajar dari respons negara tetangga dalam melakukan koordinasi dengan perusahaan pelayaran asing, misalnya Pemerintah India meminta perusahaan pelayaran asing untuk dapat memastikan ketersediaan 100.000 kontainer kosong setiap minggu.
Koordinasi antara pemerintah dan perusahaan pelayaran juga menjadi usulan yang disampaikan Kamar Dagang dan Industri Vietnam (VCCI) kepada Pemerintah Vietnam melalui pembentukan kelompok kerja lintas kementerian terkait.
Indonesia juga dapat mengambil inisiatif diplomasi bilateral dengan negara-negara mitra dagang utamanya, seperti China, Amerika Serikat, dan Jepang.
Di tengah kondisi kelangkaan kontainer yang terjadi, terdapat lonjakan permintaan jalur pelayaran, khususnya dari China ke Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi ini membuat kecenderungan bagi perusahaan pelayaran asing untuk melakukan pelayaran ke jalur Asia-Amerika Serikat dan Asia-Eropa, alih-alih jalur intra-Asia.
Selain itu, saat ini prioritas angkutan kapal ditujukan untuk kontainer bermuatan, menyebabkan opsi untuk mendatangkan kontainer kosong menjadi sulit dan mahal untuk dilaksanakan.

Kapal kontainer dipandu oleh kapal pemandu saat akan bersandar di dermaga Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, untuk bongkar muat peti kemas, Senin (14/1/2019). Pelabuhan Tanjung Priok yang dikelola oleh Pelindo II ini melayani setidaknya 300.000 peti kemas per bulan.
Merespons kondisi di atas, pemerintah dapat mendorong terciptanya kerja sama antara eksportir besar dan UMKM. Belajar dari best practice aliansi pelayaran kapal kontainer global, kerja sama antara eksportir besar dan UMKM dapat dilakukan, misalnya dengan berbagi kontainer dan ruang kapal untuk rute pelayaran yang sama.
Dalam hal ini, eksportir besar yang cenderung telah memiliki kontrak jangka panjang dengan perusahaan pelayaran asing dapat memberikan sebagian ruang tersedia kepada UMKM.
Selain itu, pemerintah perlu menciptakan skema atau insentif khusus bagi UMKM berorientasi ekspor untuk meringankan beban likuiditas dan arus kas mereka. Melalui langkah ini, diharapkan daya saing harga barang Indonesia di pasar global tetap terjaga.
Secara lebih jauh, peningkatan daya saing tersebut dapat memantik semangat UMKM untuk mengalihkan orientasi bisnis pada pasar global.

Makmur Keliat
Untuk rekomendasi jangka menengah dan panjang, diperlukan pembangunan ekosistem pelabuhan yang kompetitif untuk dapat menarik minat perusahaan pelayaran asing mendatangkan kapal kontainer ke Indonesia.
Selanjutnya, dalam rangka menekan tingginya ketergantungan terhadap perusahaan pelayaran asing, Indonesia perlu menambah jumlah armada kapal pengangkut kontainer dengan rute internasional seiring dengan peningkatan kegiatan ekspor.
Makmur Keliat, Pengajar Ekonomi Politik International FISIP Universitas Indonesia dan Analis Senior pada Lab45