Tak hanya penyakit di saluran napas, Covid-19 juga menyebabkan serangan stroke yang menimbulkan disabilitas dan kematian. Pasien Covid-19 memiliki risiko 3-7 kali lipat menderita stroke pada tiga hari pertama infeksi.
Oleh
ABDUL GOFIR
·6 menit baca
Sejak awal kemunculannya di akhir 2019, infeksi Covid-19 menjadi wabah yang menjangkiti di berbagai belahan dunia. Data Covid-19 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga 2 Oktober 2021 tercatat 235.031.990 kasus konfirmasi di seluruh dunia. Kasus di Indonesia tercatat 4.216.728, dengan angka kematian mencapai 142.026 (3,3 persen), termasuk dalam peringkat ke-7 kematian di seluruh dunia.
Tidak hanya penyakit di saluran napas, Covid-19 juga menyebabkan serangan stroke yang menimbulkan disabilitas dan kematian. Penelitian Meppiel dkk pada tahun 2021 menyatakan, kelainan saraf yang paling banyak terjadi adalah ensefalopati (30 persen), stroke (25 persen), infeksi otak (9,5 persen), dan guillain barre syndrome (6,8 persen). Data epidemiologis di Indonesia kasus stroke karena Covid-19 belum ada yang dipublikasikan.
Gejala klinis
Stroke adalah penyakit yang timbul karena gangguan fungsi otak, sebagian maupun menyeluruh, yang timbul mendadak, disebabkan gangguan aliran darah ke otak dan berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke dapat terjadi akibat sumbatan (stroke iskemik) maupun pecahnya pembuluh darah di otak (stroke perdarahan).
Gejala klinis stroke sangat bervariasi, berupa gangguan penglihatan di satu sisi; kelemahan anggota gerak di satu sisi (sebagian) dan atau gangguan perasa sesisi tubuh seperti rasa baal dan kesemutan; gangguan fungsi kecerdasan; kelemahan saraf kepala seperti mulut perot, dan bicara pelo; pusing berputar dan lainnya.
Berdasarkan tinjauan referensi beberapa jurnal dari Mao dkk pada tahun 2019 dan Leasure dkk pada tahun 2021, dikatakan insidensi pasien dengan infeksi Covid-19 yang menderita stroke iskemik (baca: sumbatan) mencapai 0,4-2,7 persen, sedangkan insidensi stroke perdarahan hanya 0,2-0,9 persen.
Risiko stroke akan meningkat pada pasien dengan gejala Covid-19 yang berat, usia tua (>50 tahun), dan memiliki banyak komorbiditas, seperti hipertensi dan diabetes melitus. Tanda dan gejala stroke pada Covid-19 tidak berbeda dengan stroke pada umumnya, namun muncul lebih berat.
Risiko stroke akan meningkat pada pasien dengan gejala Covid-19 yang berat, usia tua (>50 tahun), dan memiliki banyak komorbiditas.
Gejala dan tanda stroke akan muncul pada minggu ke-1 hingga ke-3 setelah gejala awal infeksi. Pasien dengan infeksi Covid-19 memiliki risiko 3-7 kali lipat menderita stroke pada tiga hari pertama setelah infeksi Covid-19.
Review dari Leasure dkk tahun 2021, stroke pada Covid-19 dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti faktor risiko stroke pada umumnya (hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol). Selain itu, juga pengaruh dari infeksi Covid 19 pada organ tubuh lainnya, seperti emboli jantung, hiperkoagulasi (penggumpalan darah yang berlebihan), dan vaskulitis (peradangan pembuluh darah).
Mekanisme stroke
Lalu, bagaimana mekanisme infeksi Covid-19 dapat menjadi penyebab terjadinya stroke? Sebuah penelitian multinasional yang diterbitkan di Amerika Serikat oleh Arraque dkk pada tahun 2021 menyebutkan, mekanime infeksi Covid-19 menyebabkan stroke berhubungan dengan penggumpalan darah, respons peradangan pada jaringan tubuh, kerusakan kardiomiopati (otot jantung ), dan kerusakan akibat invasi langsung virus pada pembuluh darah otak. Virus Covid-19 memiliki sifat mudah berikatan dengan sel otak karena mampu menembus sawar darah otak (baca: benteng pertahanan otak).
Virus ini memicu cedera dan kerusakan sel otak secara langsung serta menimbulkan peradangan. Mekanisme badai sitokin, yaitu peningkatan faktor peradangan pada pasien Covid-19 yang menimbulkan hiperkoagulasi (gumpalan) pada pembuluh darah otak. Cedera dinding pembuluh darah otak yang dikombinasi dengan tekanan darah tinggi dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak. Adanya hipoksia (kekurangan oksigen) pada jaringan otak akibat kerusakan paru-paru pada penderita Covid-19.
Semua hal tersebut dapat menyebabkan munculnya tanda dan gejala stroke. Gejala stroke yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari ringan hingga penurunan kesadaran. Selain kerusakan pada otak yang menyebabkan stroke, peradangan pada seluruh jaringan tubuh akibat mekanisme badai sitokin, yang merusak organ-organ, seperti pada paru-paru, jantung, ginjal, dan hati sehingga meningkatkan risiko kematian.
Tata laksana stroke
Berdasarkan data dari WHO yang disadur oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan tahun 2019 (sebelum pandemi), stroke merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di seluruh penjuru dunia. Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia >15 tahun adalah 10,9 persen atau diperkirakan 2.120.362 orang.
Selain menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi, data dari BPJS Kesehatan sebagai asuransi kesehatan nasional tahun 2019 menunjukkan, biaya pelayanan penyakit stroke merupakan peringkat keempat setelah jantung, kanker, dan gagal ginjal dengan total Rp 2,56 triliun. Mengapa biayanya cukup fantastis? Tatalaksana stroke membutuhkan penanganan tim dokter spesialis, layanan rehabilitasi, ketersediaan alat penunjang medis yang canggih, dan membutuhkan biaya besar yang harus ditanggung BPJS. Dampak pada pasien berupa disabilitas yang akan menurunkan produktivitas. Permasalahan yang timbul menjadi beban masyarakat dan anggaran negara.
Biaya pelayanan penyakit stroke merupakan peringkat keempat setelah jantung, kanker, dan gagal ginjal dengan total Rp 2,56 triliun.
Standar pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis stroke adalah dengan CT scan kepala untuk keputusan terapi pada pasien stroke. Pemeriksaan penunjang lain juga diperlukan untuk menentukan penyebab atau kondisi yang mendasari terjadinya stroke, meliputi pemeriksaan darah, EKG (rekam jantung), USG pembuluh darah, dan pemeriksaan lainnya.
Bukti adanya stroke pada Covid-19 (baca: Covid related stroke), menurut Vogrig (2020) berdasarkan kriteria mayor, adalah terdapat bukti klinis dan gambaran radiologi stroke akut berupa iskemi atau hemoragik, serta didapatkan infeksi SARS-CoV-2 melalui tes PCR (polymerase chain reaction) atau tes antibodi spesifik. Hal ini ditambah minimal satu kriteria minor, yaitu onset dari beberapa hari hingga tiga minggu setelah gejala, faktor risiko jantung yang kurang serta peningkatan kadar D-dimer (petanda jendalan darah) atau lactate dehydrogenase (LDH= petanda peradangan).
Pencegahan
Penatalaksanaan stroke pada Covid-19 tidak berbeda dengan penanganan stroke umumnya, hanya perlu perhatian khusus tentang penyebaran infeksi, penanganan kegawatan, dan komplikasi infeksi yang mungkin memperberat gejala. Pasien stroke dengan Covid-19 perlu penanganan infeksi antivirus, gejala umum infeksi Covid-19, penggumpalan darah dengan pengencer darah, komplikasi stroke, serta persiapan pasien dengan keterbatasan post stroke saat keluar rumah sakit. Diperlukan kerja sama ahli neurologi, ahli penyakit dalam, ahli jantung rehabilitasi medis, serta tenaga medis yang lain agar lebih komprehensif dan holistik.
Perlu adanya langkah-langkah pencegahan. Pertama, mencegah terpaparnya virus Covid- 19 dengan melaksanakan imbauan pemerintah, yaitu 5M, terdiri dari mencuci tangan, menggunakan masker, mencegah kerumunan dan selalu menjaga daya tahan tubuh, serta lakukan vaksinasi.
Kedua, mengendalikan faktor-faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyakit jantung, dan lainnya sehingga akan meminimalkan risiko terkena serangan stroke.
Ketiga, kenali gejala dini stroke yang mudah diingat masyarakat umum dengan singkatan ”SEGERA KE RS” RS, yaitu SE (senyum tidak simetris), GE (gerak sesisi melemah), RA (bicara pelo), KE (kebas sesisi), R (rabun, atau gangguan penglihatan), S (sakit kepala hebat). Keempat, jika sudah telanjur stroke datang, lakukan manajemen terapi. Terakhir, peran pemerintah penting dalam penerapan kebijakan vaksinasi Covid-19, edukasi 5 M, penerapan protokol kesehatan, serta penapisan faktor risiko Covid-19 dan komorbid yang menyertai.
Cakupan vaksinasi Covid-19 yang masih rendah menjadi perhatian serius untuk menyebarluaskan program vaksinasi demi tercapainya herd immunity, sehingga membantu orang di sekitarnya yang tidak bervaksin (baca: ada alasan medis) untuk melawan penyakit. Mari kita turut menyukseskan vaksinasi. Upayakan kerja sama sinergis pemerintah dan seluruh komponen anak negeri menuju Indonesia sehat bebas pandemi Covid-19.
Abdul Gofir
Doktor dan Dokter Spesialis Neurologi Konsultan Neurovaskuler di Unit Stroke dan Klinik Memori RSUP Dr Sardjito, dan Dosen Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM