Tantangan Menyelamatkan Garuda
Percepatan program vaksinasi Covid-19 secara nasional guna mewujudkan kekebalan komunitas, selain akan mendorong pemulihan ekonomi, juga memungkinkan Garuda kembali terbang tinggi.
PT Garuda Indonesia Tbk sedang menukik ke bawah dengan utang 4,9 miliar dollar AS atau setara Rp 70 triliun (dengan kurs Rp 14.250 per dollar AS) yang jatuh tempo pada Mei 2021.
Bagaimana kiat untuk menyelamatkan Garuda agar kembali terbang tinggi? Garuda terus disorot segera setelah direktur utamanya dicopot dari jabatannya awal Desember 2019 karena tersandung kasus penyelundupan komponen motor Harley Davidson dan sepeda Brompton. Aduh!
Kemudian datanglah pandemi ke Indonesia pada Maret 2020 sehingga pendapatan Garuda anjlok. Mengapa? Lantaran terdapat aturan pembatasan penumpang, jumlah perjalanan merosot dan animo penumpang untuk naik pesawat turun tajam. Sebaliknya, biaya operasional, seperti biaya pemeliharaan pesawat dan biaya ribuan tenaga kerja, boleh dikatakan tinggi.
Garuda membukukan rugi bersih 904,9 juta dollar AS atau setara Rp 13,1 triliun (dengan kurs Rp 14.400 per dollar AS) pada semester I-2021. Kerugian itu naik dari 728,15 juta dollar AS atau setara Rp 10,5 triliun pada periode yang sama 2020 (Kompas.com, 31/8/2021).
Apakah hanya maskapai penerbangan Indonesia yang terkapar? Tidak! Singapore Airlines Ltd milik Temasek Holding juga membukukan rugi 409 juta dollar Singapura atau 302 juta dollar AS (setara Rp 4,35 triliun) pada semester I-2021 (Kontan.co.id, 29/7/2021).
Maskapai penerbangan Thailand, Thai Airways International Pcl, memperoleh persetujuan dari pengadilan Thailand untuk merestrukturisasi utang yang mencapai 12,9 miliar dollar AS atau setara Rp 184 triliun (dengan kurs Rp 14.268 per dollar AS).
Putusan itu membuat maskapai tersebut memiliki status perlindungan pailit dan memuluskan langkah untuk merealisasikan rencana restrukturisasi utang. Sebelumnya, Thai Airways mencatat kerugian 4,5 miliar dollar AS (setara Rp 64,21 triliun) pada 2020 (Katadata.co.id, 16/6/2021).
Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, terdapat empat opsi untuk menyelamatkan Garuda.
Opsi pemerintah
Bagaimana opsi pemerintah (Kementerian BUMN)? Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, terdapat empat opsi untuk menyelamatkan Garuda.
Opsi pertama, pemerintah terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman ekuitas. Opsi kedua, proses legal bankruptcy atau menyatakan perusahaan bangkrut secara hukum untuk kemudian dilakukan restrukturisasi sejumlah kewajiban Garuda.
Opsi ketiga, restrukturisasi Garuda dan mendirikan maskapai nasional (national flag carrier) baru yang melayani rute domestik. Maskapai baru itu akan mengambil alih sebagian rute domestik Garuda. Opsi keempat, likuidasi yang kini sedang dijajaki dan dibahas (Kompas, 3/6/2021).
Solusi alternatif
Apakah masih ada alternatif solusi lainnya? Ya! Pertama, mengajukan restrukturisasi kredit. Ini salah satu alternatif yang perlu dipertimbangkan.
Utang Garuda meliputi utang luar negeri, seperti kepada pihak yang menyewakan pesawat (lessor) dan bank dalam negeri. Upaya itu kemungkinan besar akan berjalan mulus karena hampir semua maskapai penerbangan internasional mengalami kesulitan pendanaan (financial shortage). Dengan demikian, lessor dan kreditor kemungkinan besar akan mengabulkan permintaan restrukturisasi.
Restrukturisasi kredit dapat berupa penurunan suku bunga, perpanjangan tenor, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. Namun, jangan lupa, restrukturisasi kredit itu juga dapat membawa potensi risiko kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bagi bank.
Dalam perbankan dikenal kualitas kredit yang disusun berdasarkan penilaian prospek usaha, kinerja debitor, dan kemampuan membayar.
Ada lima kualitas kredit: kredit lancar atau kolektibilitas 1 (dengan cadangan minimal 1 persen dari aktiva), kredit dalam perhatian khusus atau kolektibilitas 2 (minimal 5 persen dari aktiva setelah dikurangi nilai agunan).
Kolektibilitas 1 dan 2 disebut loan at risk (LAR). Kredit kurang lancar atau kolektibilitas 3 (minimal 15 persen dari aktiva setelah dikurangi nilai agunan), kredit diragukan atau kolektibilitas 4 (minimal 50 persen dari aktiva setelah dikurangi nilai agunan), dan kredit macet atau kolektibilitas 5 (minimal 100 persen dari aktiva setelah dikurangi nilai agunan). Kolektibilitas 3, 4, 5 disebut NPL.
Kedua, pemerintah bisa mengucurkan penyertaan modal negara (PMN). Ingat, Garuda adalah wajah maskapai penerbangan nasional di mata dunia penerbangan global, mengingat Garuda sebagai pembawa bendera nasional.
Ketiga, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA) yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah No 73 Tahun 2020 juga dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam menyelamatkan Garuda.
LPI amat diharapkan dapat mendorong upaya mengatasi kesulitan keuangan Garuda.
Pembentukan LPI bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang untuk mendukung pembangunan secara berkelanjutan. LPI bertugas untuk merencanakan, menyelenggarakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi investasi. LPI amat diharapkan dapat mendorong upaya mengatasi kesulitan keuangan Garuda.
Keempat, menerbitkan obligasi. Langkah ini salah satu upaya yang wajar bagi perusahaan mana pun untuk memperoleh dana guna menambal keuangan. Singapore Airlines pun melakukannya.
Penerbitan obligasi itu bertujuan memperbaiki likuiditas perusahaan sekaligus untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing). Main brand dan prospek bisnis Garuda ke depan yang lebih gemerincing menjadi daya tarik bagi investor dalam dan luar negeri.
Kelima, pemerintah bisa menerbitkan obligasi rekapitalisasi (bond recap) untuk memperbaiki keuangan Garuda seperti yang dinikmati bank umum pada 1999. Obligasi rekapitalisasi itu diluncurkan pemerintah ketika permodalan perbankan nasional hancur lebur sebagai akibat dari krisis 1997-1998. Dengan demikian, Garuda akan mendapatkan bunga kupon yang merupakan pendapatan.
Ketika itu, pemerintah harus mengeluarkan biaya sangat tinggi untuk menyelamatkan perbankan nasional. Awalnya, pemerintah menerbitkan obligasi rekapitalisasi kepada 28 bank umum dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Gubernur BI No 53/KMK.017/1999 dan No 31/12/ KEP/GBI tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Umum. Aturan ini ditetapkan pada 8 Februari 1999, tetapi berlaku surut pada 9 Desember 1998.
Keenam, mengubah model bisnis. Bagaimana kiatnya? Garuda harus berubah dengan melakukan adaptasi (adaptif) dalam menghadapi aneka perubahan yang disebabkan oleh disrupsi teknologi dan pandemi Covid-19. Semua bisnis harus mampu bersikap adaptif dan gesit (agile) dalam menangkap peluang bisnis di tengah prahara saat ini.
Apa langkah konkretnya? Garuda harus sudi mengubah bisnis inti (core business) dengan fokus ke penerbangan dalam negeri. Kita patut bersyukur Indonesia terdiri atas sekitar 17.000 pulau. Hal itu salah satu kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia.
Garuda wajib memanfaatkan SDA itu dengan bisnis penerbangan dalam negeri. Ini tak dimiliki maskapai penerbangan Singapura dan Hong Kong sekalipun. Singapore Airlines dan Cathay Pacific hanya melayani penerbangan internasional.
Terkait dengan itu, Kementerian Perhubungan dapat mengatur pembagian perjalanan penerbangan dalam negeri untuk Garuda dan maskapai penerbangan lain guna menghindari monopoli.
Siapa yang menjadi pasar target? Generasi milenial yang mencapai 69,90 juta jiwa atau 25,87 persen dari total penduduk 270,20 juta jiwa pada 2020 (Sensus Penduduk oleh BPS pada Februari-September 2020). Ini lantaran mereka menguasai teknologi informasi, kreatif, dan gemar berpesiar.
Aktivitas pesiar itu bakal menggairahkan sektor pariwisata dalam negeri, bahkan dapat menyetrum ekonomi kreatif. Sebut saja, bisnis travel, hotel, motel, home stay, restoran, pemandu wisata, mode, dan beragam kerajinan tangan.
Baca juga : Rombak Manajemen, Garuda Indonesia Fokus Model Bisnis Baru dan Restrukturisasi
Ketujuh, meskipun membutuhkan dana yang tak sedikit, sesungguhnya Garuda juga perlu melakukan rebranding. Rebranding merupakan proses mengubah citra perusahaan.
Ini salah satu strategi dengan penciptaan nama baru, logo, atau perubahan desain. Upaya tersebut bertujuan untuk melahirkan identitas baru yang lebih segar.
Kedelapan, memperbaiki manajemen dengan menempatkan direksi yang tidak hanya memahami dunia penerbangan, tetapi juga mengerti keuangan. Sudah seharusnya, BUMN dikelola secara profesional sehingga bisa menjawab aneka tantangan yang ada seperti sekarang.
Kesembilan, meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG). GCG terdiri dari transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
GCG bertujuan untuk mengerek nilai perusahaan sehingga memiliki daya saing yang perkasa, baik secara nasional maupun internasional. GCG juga bertujuan mendorong perusahaan lebih profesional, efisien, efektif, dan menguntungkan!
Percepatan program vaksinasi Covid-19 secara nasional guna mewujudkan kekebalan komunitas, selain akan mendorong pemulihan ekonomi, juga memungkinkan Garuda kembali terbang tinggi.
Paul Sutaryono, Staf Ahli Pusat BUMN; Pengamat Perbankan; Mantan Assistant Vice President BNI