Haluan negara bidang ekonomi pertanian di masa depan perlu kompatibel dengan gelombang Pertanian 4.0 dan ekonomi kreatif yang sedang dan akan terjadi.
Oleh
BUSTANUL ARIFIN
·5 menit baca
Saat ini, Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (BP MPR-RI) sedang menyelesaikan rumusan substansi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) periode 2025-2050. Secara normatif, haluan negara bidang ekonomi dimaksudkan sebagai arah pedoman bagi pembangunan ekonomi serta memantapkan Sistem Ekonomi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pasal 33 dalam UUD 1945 dengan prinsip demokrasi ekonomi tetap menjadi napas utama haluan negara, yaitu kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.
Politik ekonomi diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional yang kuat dan mandiri dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan antarpelaku ekonomi, yang meliputi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK); badan usaha milik negara (BUMN); badan usaha milik daerah (BUMD); badan usaha milik desa (BUMDes); serta usaha swasta dalam kerangka demokrasi ekonomi yang berdaya saing tinggi. Delapan sektor ekonomi utama yang didorong dalam haluan negara adalah ekonomi pertanian, ekonomi maritim, ekonomi industri, infrastruktur, investasi, ekonomi digital, ekonomi syar’i, dan ekonomi kreatif. Sebagai suatu haluan negara, dokumen tersebut cukup singkat karena hanya meliputi pokok-pokok atau garis-garis besarnya saja.
Penjelasan lebih lengkap tentang haluan negara bidang ekonomi pertanian menjadi amat krusial untuk dilakukan, utamanya dalam konteks perencanaan pembangunan jangka panjang, sebagaimana substansi utama artikel ini.
RPJP 2015-2025 terganggu Covid-19
Dalam konteks perencanaan pembangunan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 akan segera berakhir. Empat tahapan dan strategi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang dirancang 15 tahun lalu pada mulanya berjalan mulus. Kemudian, pandemi Covid-19 sejak 2020 menjadi gangguan hebat sehingga strategi pencapaian sasaran RPJM bidang ekonomi juga ikut terganggu.
Perekonomian Indonesia terkontraksi 2,07 persen pada 2020 dan bahkan memasuki resesi perekonomian setelah pertumbuhan ekonomi negatif terjadi tiga kuartal berturut-turut. Pada kuartal II tahun 2021 (Q2-2021), perekonomian Indonesia tumbuh tinggi 7,07 persen (yoy) karena basis pertumbuhan Q2-2020 sangat rendah (low-based effect). Covid-19 membuat strategi peningkatan keunggulan kompetitif terganggu setelah energi pembangunan difokuskan pada penanggulangan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Tahapan RPJM pada RPJP 2005-2025 dapat diikhtisarkan berikut ini. Pertama, RPJM 2005-2005 fokus menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman, damai, adil, dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kedua, RPJM 2010-2014 fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta memperkuat daya saing perekonomian.
Ketiga, RPJM 2015-2019 fokus memantapkan pembangunan secara menyeluruh, menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian berbasis sumber daya alam (SDA) dan SDM berkualitas, serta kemampuan iptek. Keempat, RPJM 2020-2024 fokus mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.
Sektor pertanian tumbuh 1,75 persen pada 2020 (yoy) walau tidak berarti bahwa pembangunan pertanian berjalan mulus di tengah pandemi Covid-19. Secara magnitude, pertumbunan pertanian pada 2020 lebih rendah daripada pertumbuhan pada 2019 sebesar 3,61 presen. Kinerja pertanian tentu lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi makro yang terkontraksi 2,07 persen pada 2020.
Substansi pesan utamanya sangat jelas, pandemi Covid-19 harus ditanggulangangi karena menjadi prima-causa dari resesi perekonomian. Langkah pemulihan ekonomi nasional (PEN) perlu dikawal karena dampak pada ketahanan pangan, kinerja pertanian, dan sendiri-sendi kehidupan lain sangat signifikan.
Dalam konteks rumusan haluan negara dan/atau strategi pembangunan jangka panjang ke depan, pandemi Covid-19 juga mengganggu proses transformasi struktural perekonomian Indonesia. Pada proses normal, ekonomi pembangunan diikuti penurunan pangsa produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian serta peningkatan pangsa PDB sektor industri manufaktur dan jasa. Transformasi struktural juga ditandai dengan menurunnya pangsa tenaga kerja sektor pertanian dan meningkatnya pangsa tenaga kerja sektor industri dan jasa.
Akan tetapi, pada masa pandemi Covid-19 justru mendorong terjadinya ruralisasi, perpindahan hampir 4,5 juta penduduk perkotaan ke perdesaan. Tenaga kerja pertanian naik dari 36,71 juta (27,53 persen dari 133,36 juta angkatan kerja) pada Agustus 2019 menjadi 41,13 juta (29,76 persen dari 138,22 juta angkatan kerja) pada Agustus 2020.
Pada masa pandemi Covid-19 justru mendorong terjadinya ruralisasi.
Peningkatan tenaga kerja menjadi tambahan beban pertanian karena produktivitas tenaga kerja pertanian telanjur rendah. Salah satu cara meredam dampak ruralisasi itu adalah dengan mendorong perubahan teknologi produksi dan pascapanen, termasuk dengan strategi digitalisasi pertanian dan rantai nilai pangan.
Penajaman rumusan haluan negara
Ekonomi pertanian dalam Draf Rumusan Haluan Negara 2025-2050 diarahkan untuk menciptakan ketahanan dan kedaulatan pangan, pengembangan industri pengolahan hasil pertanian, dan perlindungan petani. Penajaman rumusan haluan negara tersebut dapat meliputi peningkatan sumber-sumber pertumbuhan, peningkatan investasi pertanian, terutama bidang perkebunan dan hortikultura. Perbaikan daya saing pertanian akan berkontribusi pada peningkatan ketahanan dan kedaulatan pangan melalui perbaikan lingkungan kondusif, kelembagaan yang efisien, inovasi dan adopsi teknologi, akses pasar, pengelolaan risiko, dan lain-lain.
Penajaman haluan negara itu perlu mencakup peningkatan investasi modal manusia, pendidikan, dan kesehatan karena investasi modal manusia itu mampu berkontribusi signifikan pada pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pertanian. Intervensi langsung dan pendampingan petani kecil dalam perbaikan diversifikasi produksi serta pengembangan sumber karbohidrat nonberas akan berkontribusi pada penguatan ketahanan dan kedaulatan pangan. Perubahan teknologi, fasilitasi invensi atau temuan hasil-hasil penelitian dan pengembangan (R&D) menjadi elemen penting yang harus muncul dalam haluan negara.
Terakhir, regenerasi petani adalah keniscayaan mengingat kecenderungan penuaan umur petani yang demikian cepat. Aplikasi teknologi digital, sistem pertanian presisi, pemanfaatan big data untuk peningkatan efisiensi rantai nilai dan kesejahteraan petani adalah suatu keniscayaan. Haluan negara bidang ekonomi pertanian di masa depan perlu kompatibel dengan gelombang Pertanian 4.0 dan ekonomi kreatif yang sedang dan akan terjadi.
Bustanul Arifin, Guru Besar Unila, Ekonom Indef, dan Ketua Umum Perhepi