Sektor properti di China telanjur menggelembung. Letusannya hanya menunggu waktu. Sistem pendanaannya berisiko karena lembaga keuangan tetap memberi kredit ke sektor properti dengan pasokan berlebihan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kebangkrutan perusahaan besar China yang bergerak di bidang properti, Evergrande, bukan hal baru. Kasus mendunia ini hanya sebuah pengulangan sejarah.
Asia mengalami krisis properti pada 1997. Amerika Serikat mengalaminya pada dekade 1980-an dan dekade 2000-an. Australia dan sejumlah negara Eropa sudah lebih dulu mengalaminya dan menyebabkan kesengsaraan sektor properti. Ini konjungtur bisnis yang secara alamiah sering muncul.
Lalu apa yang menjadi persoalan? Tentu saja ada efek. Setidaknya perusahaan properti dan bisnis terkait akan terkena efek domino, kecil atau besar. Para analis di luar China menyetarakan kebangkrutan Evergrande setara seperti kebangkrutan Lehman Brothers di AS pada 2008.
Namun, Adam Tooze, seorang profesor sejarah di Columbia University (AS), tidak sepakat Evergrande disetarakan dengan Lehman Brothers. ”Ini kerusakan yang terkontrol,” kata Tooze, seperti dikutip The Guardian, 22 September lalu.
Para analis di luar China menyetarakan kebangkrutan Evergrande setara seperti kebangkrutan Lehman Brothers di AS pada 2008.
Kasus ini adalah sebuah kebangkrutan properti, yang sejak lama diperkirakan akan terjadi. Sektor properti di China telanjur menggelembung. Letusannya hanya menunggu waktu (The Global Times, 23 September 2021). Sistem pendanaannya berisiko karena lembaga keuangan tetap memasok kredit ke sektor properti dengan pasokan berlebihan. Ada setara 90 juta hunian yang menganggur karena kelebihan kapasitas.
Di balik sektor properti yang bangkrut ini juga ada aspek ketamakan. Para pengembang mengabaikan rambu-rambu puluhan tahun. Mereka terus berpacu membangun dengan harapan jika ada kebangkrutan bukan mereka yang terkena. Aspek spekulasi juga sarat di dalam industri ini.
Dalam laporan Bank Sentral China, nama Evergrande secara khusus disebut berpotensi menggoyang perekonomian (The Guardian, 25 September 2021). Presiden China Xi Jinping pernah mengingatkan, perumahan adalah untuk kebutuhan papan, bukan ajang spekulasi. Sejumlah aturan sudah diluncurkan untuk meredam letusan dari sebuah gelembung. Akan tetapi, ketamakan pasar tak terhentikan. Pandemi memang memukul parah dan menambah derita.
Namun, kebangkrutan Evergrande, uniknya adalah sebuah peristiwa yang disyukuri. Kasus ini muncul dan dijadikan cermin untuk memberi efek jera. Kasus Evergrande juga cermin bagi perusahaan properti di seluruh dunia.
Dan, tentu China tidak mendiamkan pemilik Evergrande, Xu Jiayin. Pebisnis yang masuk dalam daftar warga China terkaya ini tentu juga tak bisa menghilang. Tanggung jawabnya tak akan dibiarkan lepas atau dia tidak akan bisa mencari suaka. ”Kewajiban akan dituntaskan,” kata Jiayin.
Di sisi lain pemerintah tetap memantau. Namun, apakah ada aksi pemerintah untuk menyelamatkan. The Global Times menuliskan bahwa ini bukan kasus yang terlalu berisiko jika tidak diselamatkan. Cong Yi, seorang profesor di Tianjin University of Finance and Economics, mengatakan, perekomian China kini berbasis teknologi dan tidak akan goyah.