Jabatan sementara kepala desa jadi sumber korupsi baru, bahkan terjalin rangkaian korupsi lebih besar kepala daerah. Maka, dalam waktu tersisa, aturan main harus ditegaskan sejalan peraturan Mendagri tentang pilkades.
Oleh
IVANOVICH AGUSTA
·5 menit baca
Sungguh tak dikira jabatan sementara kepala desa, yang diduduki hanya beberapa bulan, jadi sumber upeti kepada Bupati Probolinggo. Pil pahit ini harus menjadi pelajaran karena peluang suap meningkat sejalan masuknya jadwal pemilihan kepala desa serentak di lebih dari 10.000 desa di seantero negeri. Pandemi sempat menjadi alasan pilkades serentak ditunda yang bermakna waktu menjabat diperpanjang.
Selama ini, fokus pemerintah terpaku pada kekhawatiran administrasi agar tanpa kepala desa definitif desa tetap resmi menyusun rencana kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Desa 2022. Solusinya menggunakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa karya kepala desa sebelumnya dan penjabat kepala desa tetap bisa membubuhkan tanda tangan resmi.
Sayang, jabatan sementara kepala desa menjelma jadi sumber korupsi baru, bahkan terjalin rangkaian korupsi lebih besar kepala daerah. Maka, dalam waktu tersisa, aturan main harus ditegaskan sejalan dengan peraturan menteri dalam negeri (permendagri) perihal pemilihan kepala desa (pilkades). Warga desa mesti terus disadarkan akan hak-haknya dalam demokrasi. Pemerintah juga mesti menyatukan rangkaian sistem informasi keuangan desa, yang kini terpilah antar-kementerian dan lembaga.
Sayang, jabatan sementara kepala desa menjelma jadi sumber korupsi baru, bahkan terjalin rangkaian korupsi lebih besar kepala daerah.
Jabatan sementara
Regulasi pilkades direvisi beberapa kali, mulai dari Permendagri Nomor 114 Tahun 2014, No 65/2017, hingga No 72/2020. Sejak 2020, harus dilaksanakan serentak di satu daerah kabupaten/kota. Kala hadir kesulitan, pilkades dilaksanakan secara bergelombang, sebanyak-banyaknya tiga gelombang dalam enam tahun.
Salah satu revisi regulasi berkaitan dengan jabatan sementara kepala desa. Di Permendagri No 114/2014, penjabat kepala desa memegang kekuasaan sejak kepala desa lama berhenti atau dihentikan sampai dilantiknya kepala desa baru. Durasinya bulanan hingga tahunan.
Permendagri No 65/2017 membatasinya. Penjabat kepala desa hanya menjabat selama-lamanya satu tahun. Andai sisa jabatan kepala desa sebelumnya lebih dari satu tahun, Badan Permusyawaratan Desa wajib mengadakan pilkades antarwaktu selambat-lambatnya enam bulan setelah kepala desa lama berhenti. pilkades antarwaktu didanai APB Desa.
Pada seluruh regulasi, penjabat kepala desa harus berasal dari PNS di kabupaten/kota setempat. Seluruh rangkaian pilkades, termasuk penjabat kepala desa dan kepala desa antarwaktu, ditetapkan kepala daerah setempat. Inilah celah baru penyuapan. Apalagi, durasi jabatan sementara kepala desa bisa diperpanjang kepala daerah lantaran tak ada calon di pilkades. Penyebab penundaan diperluas pada Permendagri No 72/2020, yaitu sesuai kondisi pandemi Covid-19 setempat.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari beserta suaminya yang juga anggota DPR, Hasan Aminuddin, tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Senin (30/8/2021). Mereka terjaring operasi tangkap tangan di Probolinggo, Jawa Timur, diduga terkait kasus jual beli jabatan.
Seharusnya regulasi penjabat kepala desa terbaru menutup celah suap, apalagi upeti terlalu besar sebagaimana di Probolinggo: Rp 20 miliar ditambah Rp 5 miliar per hektar tanah kas desa yang dikelola penjabat kepala desa. Jika sampai setahun menjabat, suap lebih dari Rp 1,6 miliar per bulan.
Maka, yang perlu didalami lebih lanjut apakah peluang penjabat kepala desa menduduki kursinya sampai kepala desa definitif dilantik (dengan Permendagri No 114/2014) atau selambat-lambatnya enam bulan (Permendagri No 72/2020).
Juga, apakah aturan kepala daerah menunda pilkades serentak salah satunya lantaran pandemi Covid-19. Sebab, penundaan ini bisa berlangsung sampai tiga tahun, yang penting kaidah pilkades serentak dalam enam tahun terpenuhi.
Mengutil hak warga
Suap penjabat kepala desa pasti tak cukup ditutup dengan penghasilan tetap kepala desa. Sesuai PP No 11/2019 jumlahnya hanya Rp 2,4 juta per bulan. Kepala daerah bisa memutuskan peningkatan penghasilan itu, tetapi di Probolinggo pasti tidak berlipat lantaran dibatasi alokasi dana desa pemda.
Dana penutup suap mungkin dicomot dari sumber pendapatan lain. Yang sudah terungkap dari tanah kas desa sebagai tambahan pendapatan kepala desa. Di Probolinggo, dari 325 desa, 310 desa memiliki tanah kas desa. Dapat pula pendapatan asli desa diambil sebagian menjadi pendapatan pribadi. Misalnya, dari aktivitas pasar desa di 27 desa, pasar khusus hewan ada di tujuh desa, pelelangan ikan di tujuh desa, dan 11 pasar khusus hasil pertanian.
Ini ironis karena kepala desa tetangganya yang inovatif, seperti Desa Oro-oro Ombo dan Sidomulyo di Malang, justru merelakan hak atas tanah kas desa bagi usaha BUMDes dan usaha warga lainnya.
Apalagi, dana desa Probolinggo sebenarnya difokuskan untuk pengurangan warga desa miskin.
Artinya, suap di Probolinggo mengutil hak warga desa. Apalagi, dana desa Probolinggo sebenarnya difokuskan untuk pengurangan warga desa miskin. Indikasinya rata-rata dana desa setiap desa di sana lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Sesuai formula pengalokasian dana desa, jumlah penduduk miskin mendominasi jumlah dana desa yang disalurkan. Pada 2021, Probolinggo mendapat dana desa Rp 429,2 miliar atau rata-rata Rp 1,32 miliar per desa. Ini di atas rata-rata nasional Rp 960 juta per desa. Maknanya, suap penjabat kepala desa lebih merugikan warga desa terbawah.
Kanal aduan warga perlu dikuatkan dengan kerahasiaan yang terjaga dan ada tindak lanjut aduan ke lapangan. Selama ini kanal Lapor! langsung ke Presiden tetap efektif memperbaiki kondisi di lapangan.
Integrasi sistem anggaran
Sepanjang 2015-2021, total anggaran dana desa Rp 401 triliun. Namun, pada periode itu keseluruhan anggaran dalam APB Desa Rp 737 triliun. Artinya, ada Rp 302 triliun dana yang diperoleh dari sumber lain, seperti alokasi dana desa dari pemerintah kabupaten/kota, bantuan keuangan pemerintah kabupaten dan provinsi, bagi hasil pajak, dan pendapatan asli desa.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga melintas di depan baliho bergambar bakal calon kepala desa Telajung periode 2020-2026 di Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/7/2020).
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berhasil menggerakkan seluruh desa mencatatkan rincian APB Desa dalam Sistem Keuangan Desa. Kementerian Keuangan mengumpulkan laporan keuangan dana desa dalam Online Monitoring Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (Om Span), sementara Kementerian Desa PDTT mengompilasi pemanfaatan dana desa menjadi kegiatan di lapangan lewat Monitoring Dana Desa.
PRAYOGI DWI SULISTYO UNTUK KOMPAS
Ivanovich Agusta
Penilapan anggaran desa yang jadi celah korupsi desa mutlak harus ditutup. Mau tak mau harus diintegrasikan administrasi APB Desa, laporan penggunaannya, dan kemanfaatannya bagi warga. Tak hanya laporan dana desa, tetapi juga administrasi seluruh kegiatan yang dicatatkan di APB Desa.
Tiada jalan lain kecuali menyatukan Sistem Keuangan Desa dengan Om Span yang diperluas bagi seluruh akun APB Desa, monitoring kegiatan, dan akuntabilitas kinerja keuangan desa.
Ivanovich Agusta, Sosiolog Perdesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi