Bagi Golkar, menentukan pengganti Azis juga harus lebih hati-hati. Setelah Alex Noerdin dan kemudian Azis terjerat kasus korupsi, Golkar harus lebih ekstra hati-hati.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Di tengah kisruh alih status pegawai KPK yang tak kunjung rampung, KPK menangkap dan menahan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Azis, politikus Partai Golkar itu, dari daerah pemilihan Lampung II, ditahan KPK dan dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi di Lampung Tengah. Langkah KPK itu patut diapresiasi dan diharapkan bisa memulihkan kepercayaan publik kepada KPK.
Kepercayaan publik tergerus saat KPK tetap memberhentikan 56 pegawainya yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Sementara Presiden Joko Widodo menghindar masuk dalam kontroversi tes wawasan kebangsaan dengan mengatakan, ”Jangan dikit-dikit dibawa ke Presiden.”
Putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memang telah memberikan penilaian konstitusional soal pasal normatif mengenai alih status. Namun, bukan menilai pelaksanaan alih status. Pelaksanaan alih status dinilai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Ombudsman bermasalah dari sisi prosedur dan ada indikasi melanggar HAM.
Publik mendukung penegakan hukum terhadap Azis dan mungkin juga pihak lain yang terlibat dalam permainan perkara di KPK. Kasus Azis mencuat setelah Azis mempertemukan penyidik KPK, Stephanus Robin Pattuju, dengan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial.
Dalam kasus itu, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ikut membocorkan informasi perkara yang ditangani KPK kepada Syahrial. Lili telah divonis oleh Dewan Pengawas KPK dengan hukum potong gaji. Tindakan Lili itu berpotensi pidana.
Siapa pun yang terlibat dalam kasus korupsi perlu diselesaikan. Korupsi adalah komorbid bangsa ini. Jaringan Azis perlu diungkap dan dibersihkan.
Kasus korupsi lain yang menyebut-sebut sejumlah elite negeri juga perlu diungkap agar ada keadilan. Sebut saja, misalnya, dalam kasus bantuan sosial yang melibatkan Mensos Juliari Batubara dan ekspor benur ataupun dalam kasus suap terhadap anggota KPU.
Korupsi adalah komorbid bangsa ini. Jaringan Azis perlu diungkap dan dibersihkan.
Penegakan kode etik di DPR perlu lebih ditegaskan. Potensi konflik kepentingan sejumlah anggota DPR yang berlatar belakang advokat dan penegak hukum, tetapi kerjanya mengawasi masalah hukum, perlu jadi perhatian serius.
Meski Azis telah mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua DPR, Majelis Kehormatan DPR (MKD) juga perlu bersidang untuk memastikan status Azis. Di sini sebenarnya MKD terlambat dan terlalu normatif prosedural.
Bagi Golkar, menentukan pengganti Azis juga harus lebih hati-hati. Setelah Alex Noerdin dan kemudian Azis terjerat kasus korupsi, Golkar harus lebih ekstra hati-hati. Syukur-syukur kalau Golkar bisa menemukan sosok pengganti Azis yang betul-betul punya integritas, namanya bersih dari permainan perkara, mampu menjalankan peran sebagai Wakil Ketua DPR, dan mampu mendinamiskan lembaga DPR.
Langkah cepat dan tepat untuk memitigasi risiko politik Partai Golkar perlu dilakukan. Biarlah Partai Golkar dan Ketua Umum Partai Golkar memutuskannya.