Penyelundupan 122 kilogram sabu di perairan Kepulauan Riau membuktikan RI tetap menjadi pasar narkoba. Kewaspadaan tak boleh kendur.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Seperti diberitakan Kompas, edisi Minggu (26/9/2021), operasi laut terpadu selama 12 hari berhasil menggagalkan penyelundupan 122 kilogram sabu di perairan Kepulauan Riau dan Sulawesi. Lebih dari 90 persen narkoba yang beredar di Indonesia diprediksi masuk dari laut.
”Narkoba yang beredar di Indonesia hampir semuanya diselundupkan dari luar negeri. Karena itu, penjagaan di pintu masuk perairan sangat penting,” kata Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Arman Depari, di Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, Sabtu (25/9/2021).
Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus R Golose menyatakan, sesuai penyelidikan, sebagian sabu yang diselundupkan ke Indonesia berasal dari wilayah golden triangle atau segitiga emas. Seperti diketahui, segitiga emas meliputi negara-negara penghasil opium dan sabu terbesar di Asia Tenggara, yakni Thailand, Laos, dan Myanmar (Kompas, 26/9/2021).
Sebenarnya, selain dari kecenderungan makin banyaknya barang bukti sabu yang masuk ke Indonesia, fenomena meluasnya peredaran sabu di Asia Tenggara juga sudah diisyaratkan dalam laporan Lembaga PBB untuk Narkoba dan Kriminalitas (UNODC) 2021.
Laporan itu menyebutkan, penggunaan amphetamine, khusus methamphetamine, meningkat di Amerika Selatan dan sejumlah wilayah di Asia pada 2019 ketika diperkirakan 27 juta pengguna amphetamine sebelumnya diprediksi berkomunikasi atau berkorespondensi dengan 0,5 persen populasi warga dunia berusia 15-64 tahun. Prevalensi tertinggi tahun 2018 untuk populasi 15-64 tahun adalah di Amerika Utara yang mencapai 2,3 persen dan sebagian wilayah Australia dan Selandia Baru (1,3 persen).
Masih menurut laporan itu, tipe dan bentuk amphetamine sejauh ini disesuaikan dengan tiap area. Di Amerika Utara, misalnya, banyak dipakai stimulan farmasi dan karena itu methamphetamine jamak beredar. Adapun di Asia Timur, Asia Tenggara dan Australia mewujud dalam methamphetamine kristal, di Indonesia dikenal dengan sabu. Sementara di Eropa Tengah dan Barat, serta Timur Tengah, terbentuk dalam amphetamine, dan di Timur Tengah mengacu ke ”captagon”.
Singkat kata, kewaspadaan terkait penyelundupan berbagai jenis narkoba ke Indonesia, termasuk sabu, bisa disinyalir dari tiga hal. Pertama, makin banyaknya barang bukti narkoba yang masuk ke Tanah Air, tergolong dekatnya Indonesia dengan negara-negara segitiga emas, dan laporan UNODC 2021.
Jaringan narkoba internasional tentu akan selalu memanfaatkan celah dari kelengahan kita.
Dengan berbagai sinyalemen itu, otoritas hukum Indonesia sepatutnya terus memperketat penjagaan di pintu-pintu masuk, terutama jalur perairan. Jaringan narkoba internasional tentu akan selalu memanfaatkan celah dari kelengahan kita. Tiada alasan untuk sedetik saja lengah mengawasi gelagat penyelundupan narkoba.