Meskipun perhatian pemerintah tertuju pada kelompok penduduk miskin, yang juga harus mendapat perhatian, adalah kelompok rentan dan calon kelas menengah (aspiring middle class) yang berjumlah 160 juta orang
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 menyebabkan korban tidak terlihat dengan dampak tidak kalah berat: bertambahnya jumlah orang miskin dan prasejahtera.
Program perlindungan sosial berhasil menahan naiknya jumlah orang miskin menjadi 10,14 persen pada triwulan II-2021. Jumlah ini di bawah proyeksi Bank Dunia yang menyebutkan jumlah orang miskin di Indonesia akan menjadi 11,2 persen. Meski demikian, jumlah itu masih lebih tinggi daripada September 2019, yaitu 9,22 persen.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat berkunjung ke Redaksi Kompas, 23 September 2021, mengatakan, prioritas pemerintah adalah menghapuskan kemiskinan ekstrem pada 2024. Kemiskinan ekstrem, menurut ukuran internasional, adalah mereka yang hidup dengan pendapatan kurang dari 1,9 dollar Amerika Serikat (AS) atau kurang dari Rp 29.000 per hari. Pada tahun 2019 jumlah orang miskin ekstrem ada 3,5 persen.
Meskipun perhatian pemerintah tertuju pada kelompok penduduk miskin, yang juga harus mendapat perhatian, adalah kelompok rentan dan calon kelas menengah (aspiring middle class) yang berjumlah 160 juta orang. Selain itu, perhatian juga perlu ditujukan pada kelompok kelas menengah dengan pen- dapatan antara Rp 1,2 juta – Rp 6 juta per bulan yang jumlah sekitar 50 juta orang.
Kerentanan mereka tak sama untuk menjadi miskin atau masuk kelompok rentan, tapi kemampuan ekonominya sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Data yang muncul dalam Diskusi Ekonomi Kompas, Selasa (7/9/2021) lalu memperlihatkan, kian tinggi pendapatan sesorang, kian besar tabungan dan sebaliknya. Kelompok rentan dan calon kelas menengah menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk membeli bahan makanan. Sementara, pendapatannya berkurang atau bahkan terputus, karena terkena pemutusan hubugan kerja.
Kerentanan lain yang tidak segera tampak, adalah turunnya kemampuan keluarga atau individu memenuhi pangan bergizi. Keadaan ini rawan bagi ibu hamil, anak usia balita, serta orang lanjut usia. Bagi anak-anak, kekurangan gizi berkepanjangan bisa menyebabkan pertumbuhan fisik dan otak tidak optimal. Vaksinasi dasar anak balita dan pemeriksaan ibu hamil secara teratur juga terhambat, karena kekhawatiran tertular Covid-19 atau layanan kesehatan tidak beroperasi penuh.
Sebelum terjadi pandemi Covid-19 pemerintah bertekad menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan bayi serta anak tengkes (stunting). Kita berharap reformasi struktural Kementerian Kesehatan terhadap layanan kesehatan primer dapat mengatasi ancaman tak terlihat, tetapi berakibat dalam bagi masa depan Indonesia.
Berbagai program perlindungan sosial perlu dievaluasi penyelenggaraan dan efektivitasnya serta dikonsolidasikan agar manfaatnya maksimal. Dapat dipertimbangkan usulan memberi manfaat sosial universal dengan bantuan Rp 1 juta- Rp 1,5 juta per keluarga per bulan pada kelompok miskin, rentan, dan calon kelas menengah. Jumlah itu membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan minimum, tetapi tidak membuat mereka enggan bekerja.