Agar pekerjaan petani menjadi menarik, maka sejumlah insentif harusnya diberikan kepada generasi muda, terutama dengan membantu petani menekan pangsa pengeluaran.
Oleh
LUKMAN ADAM
ยท4 menit baca
Kompas
Didie SW
Setiap tanggal 24 September adalah hari keramat bagi petani Indonesia. Tanggal ini diperingati sebagai Hari Tani, bertepatan dengan tanggal disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960.
Namun, pertanyaan yang muncul, apakah kehidupan petani saat ini sudah lebih baik dibandingkan 61 tahun lalu? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata luas lahan yang dikuasai rumah tangga pertanian menurun dari 1,1 hektar tahun 1963 menjadi 0,8 hektar tahun 2003 dan 0,5 hektar tahun 2018.
Jumlah rumah tangga petani gurem meningkat dari 5,3 juta rumah tangga tahun 1963 menjadi 13,2 juta tahun 2003 dan 15,8 juta tahun 2018.
Untuk menunjukkan keberpihakan kepada petani, banyak undang-undang yang diterbitkan untuk membuat peningkatan kehidupan petani. Khususnya terkait dengan permasalahan petani dalam kesulitan memperoleh lahan, permodalan, input produksi, dan lainnya.
Beberapa undang-undang yang fenomenal menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada petani, khususnya petani gurem, adalah Undang-Undang No 41 Tahun 2009 dan Undang-Undang No 19 Tahun 2013. Namun, nyatanya kedua UU ini dianggap belum mampu menyelesaikan permasalahan fundamental petani, yaitu lahan dan modal usaha.
Ditambah lagi, fenomena yang terjadi di seluruh dunia menunjukkan bahwa petani semakin menua (aging farmer) dan regenerasi petani sangat lamban. Ini akan mengancam ketahanan pangan nasional.
Di tengah-tengah pandemi Covid-19, justru sektor pertanian telah menjadi penyelamat.
Menarik generasi muda ke pertanian
Pertanian di masa depan harus dikelola secara profesional. Generasi muda harus di dorong menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utama, melalui eliminasi semua kendala yang ada. Artikel ini mencoba membahas upaya yang perlu dilakukan untuk menjadikan pertanian sektor yang menarik bagi generasi muda.
Di tengah-tengah pandemi Covid-19, justru sektor pertanian telah menjadi penyelamat. Sektor pertanian tumbuh 1,75 persen tahun 2020, padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun 2,07 persen. Triwulan I-2021 secara year on year (atau dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya), sektor pertanian tumbuh 2,95 persen, pada saat pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 0,74 persen.
BPS tahun 2018 menyebutkan pangsa pengeluaran petani terbesar adalah untuk upah buruh (48,8 persen), sewa lahan (25,6 persen) dan input produksi (9,4 persen).
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Rizky Anggara (20) merawat salah satu bibit tanaman hias di shade house (rumah peneduh) Satuan Pelayanan Margahayu, Lembang, Balai Benih Hortikultura (BBH) Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (10/9/2021). Rizky adalah salah satu peserta Program Petani Milenial Jabar untuk mempelajari budidaya dan bisnis komoditas tanaman hias.
Agar pekerjaan petani menjadi menarik, maka sejumlah insentif harusnya diberikan kepada generasi muda, terutama dengan membantu petani menekan pangsa pengeluaran. Lahan pertanian yang sudah semakin sempit dan harus berkompetisi dengan sektor ekonomi lain, memerlukan solusi.
Pertama, penguasaan teknologi untuk mengatasi sempitnya lahan dan menekan biaya produksi. Pertanian urban (urban farming), pemanfaatan lahan terbatas dan budi daya pertanian secara vertikal perlu terus digalakkan. Infrastruktur harus menjadi perhatian, seperti inlet dan outlet air.
Kedua, mendorong pemerintah daerah segera menetapkan peraturan mengenai penataan ruang untuk lahan pertanian dan pemberian pajak yang rendah. Kewajiban pemerintah daerah untuk memiliki peraturan daerah (perda) tentang perlindungan lahan pertanian sering kali tidak dipenuhi.
Karenanya pemberian dana alokasi kepada daerah yang telah menetapkan lahan pertanian harus diberikan.
Penelitian menunjukkan, sesudah Undang-Undang No 41 Tahun 2009 disahkan, konversi lahan marak terjadi dibandingkan sebelumnya. Namun, tidak ada kaitan antara konversi lahan dengan produktivitas, hanya potensi produksi yang dapat diperoleh menjadi hilang.
Peningkatan produktivitas salah satunya disebabkan oleh modernisasi pertanian dan tata cara pasca panen yang tepat. Namun, potensi kehilangan pasca-panen (potential harvest loss) masih tetap besar.
Lahan pertanian yang sudah semakin sempit dan harus berkompetisi dengan sektor ekonomi lain, memerlukan solusi.
Ketiga, Kredit Usaha Rakyat (KUR). Rendahnya bunga KUR yang 6 persen dan tenor yang cukup panjang sangat baik. Hanya saja pendampingan terhadap bagaimana petani bisa memenuhi persyaratan administrasi KUR harus dilakukan.
Keempat, pemantapan subsidi pupuk. Subsidi pupuk yang diberikan harus fokus pada pupuk organik. Pengawasan di lapangan agar subsidi pupuk tepat sasaran, terintegrasi dengan kartu tani, dan keterlibatan penyuluh lapangan harus ditingkatkan.
Antara realisasi dan perencanaan subsidi pupuk tidak pernah tepat, sehingga mekanisme perencanaan harus diperbaiki.
Kelima, penyediaan pasar. Aspek penting berikutnya adalah pasar, sering kali saat panen tiba, pasar malah dipenuhi oleh komoditas impor. Kita bisa melihat China, di mana pemerintah setempat menyediakan platform yang terhubung dengan market place terbesar di China dan penyuluh membantu petani mulai dari mendaftar, memberikan informasi terhadap produk sampai kepada pengiriman barang.
ARSIP PRIBADI
Lukman Adam
Insentif seperti ini akan mampu menarik generasi muda untuk mau menjadi petani. Harapannya sektor pertanian bisa menjadi tumpuan bagi generasi muda, bukan saja saat ini, namun juga di masa mendatang. Sehingga dengan demikian tercipta petani yang bukan saja milenial, tapi juga profesional.
Petani profesional ini memiliki pengetahuan terhadap teknologi, kompeten dalam bisnis sehingga pertanian di masa depan bisa diandalkan sebagai mata pencaharian primer.
Lukman Adam Peneliti di Pusat Penelitian BKD DPR RI