NIIS-K Rekatkan Hubungan Taliban-Forum Shanghai
Dalam konteks itu, SCO bisa menjadi pintu masuk pertama menuju pengakuan internasional tersebut. Sebaliknya, SCO kini juga butuh Taliban untuk meredam ancaman NIIS-K.
Serangan tiga hari berturut-turut di kota Jalalabad, Afghanistan timur, pada Sabtu, Minggu, dan Senin (18-19-20/9/2021) yang diklaim oleh NIIS-K (Negara Islam di Irak dan Suriah cabang Khorasan) bisa menjadi momentum segera terbangunnya hubungan atau komunikasi antara Taliban dan Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO).
Serangan beruntun selama tiga hari di kota Jalalabad itu membawa korban sedikitnya 35 anggota pasukan Taliban, antara tewas dan luka-luka. Serangan itu juga menunjukkan keberadaan dan sekaligus ancaman NIIS-K adalah nyata di Afghanistan dan Asia Tengah.
Serangan beruntun di kota Jalalabad tersebut merupakan yang terbesar setelah serangan bunuh diri oleh NIIS-K atas Bandara Internasional Kabul pada 26 Agustus yang membawa korban lebih dari 100 orang, termasuk 13 pasukan AS dan 28 milisi Taliban.
Tentu ada pesan politik dari NIIS-K atas serangan beruntun di kota Jalalabad tersebut. Pertama, negeri Afghanistan belum aman pasca-mundurnya pasukan Amerika Serikat dari negeri itu pada 31 Agustus lalu. Kedua, NIIS-K masih ada dan mampu melancarkan serangan kapan saja. Ketiga, pertarungan di Afghanistan saat ini dan ke depan, yaitu antara Taliban dan NIIS-K. Keempat, NIIS-K mulai membuka front perang melawan Taliban dimulai dari kota Jalalabad. Pesan politik dari NIIS-K tersebut tentu harus menjadi perhatian serius oleh Taliban, baik regional maupun internasional.
Kekuatan NIIS-K di Afghanistan diperkirakan masih sekitar 1.500 hingga 2.000 personel yang selama ini berupa sel-sel tidur. Kekuatan utama NIIS-K di Afghanistan dikenal berpusat di tiga provinsi yang terletak di Afghanistan timur dan tenggara berbatasan dengan Pakistan, yaitu Provinsi Kunar, Nuristan, dan Nangarhar.
Kebetulan sehari sebelum terjadinya rentetan serangan di kota Jalalabad itu, yakni pada Jumat (17/9), SCO menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) di ibu kota Tajikistan, Dushanbe. SCO yang terbentuk pada 2001 beranggotakan sembilan negara yang sebagian besar adalah negara tetangga Afghanistan, yaitu China, Pakistan, Tajikistan, Uzbekistan, Iran, Kazakhstan, Kyrgystan, India, dan Rusia. Iran sebagai anggota baru SCO yang ditetapkan pada forum KTT SCO di Dushanbe.
Afghanistan sendiri berstatus sebagai negara peninjau dalam SCO, bersama Mongolia dan Belarus. KTT SCO memutuskan Arab Saudi, Mesir, Qatar, Turki, Armenia, Azerbaijan, Cambodia, Nepal, dan Sri Lanka sebagai mitra dialog SCO.
Pemilihan kota Dushanbe sebagai tuan rumah KTT SCO itu menunjukkan SCO kini memberi perhatian besar pada isu Afghanistan. Memang isu Afghanistan menjadi agenda utama KTT SCO. Dalam rekomendasi KTT tersebut, SCO bersedia membuka komunikasi dengan Taliban sebagai otoritas baru di Afghanistan.
Hanya tiga hari setelah berakhirnya KTT SCO itu, yakni pada Selasa (21/9), Taliban mengumumkan nama-nama tambahan yang berasal dari etnis minoritas (Tajik, Uzbek, dan Hazara) di Afghanistan sebagai anggota kabinet pemerintahan baru dalam upaya mendapat pengakuan internasional.
Di antara nama pejabat baru tersebut adalah Menteri Perdagangan Nooruddin Azizi dari etnis Tajik yang berasal dari Lembah Panjshir. Ada nama Haji Mohammad Azim Sultan Zada dari etnis Uzbek yang menjabat deputi II menteri perdagangan. Ada nama Mohammad Hassan Ghiasi dari etnis Hazara yang menjabat wakil menteri kesehatan.
Tindakan Taliban melibatkan pejabat baru dari etnis minoritas tersebut menyusul banyak kritik dari internasional atas pemerintahan Taliban yang diumumkan pada 7 September lalu karena didominasi etnis Pashtun.
Jubir Taliban, Zabihullah Mujahid, dalam konferensi pers pada Selasa (21/9) di Kabul menyerukan masyarakat internasional segera mengakui pemerintah baru Afghanistan. Ia berjanji Afghanistan tidak akan menjadi lagi basis kaum teroris yang menjadi ancaman masyarakat internasional.
Pengumuman penyempurnaan pemerintah baru Taliban yang melibatkan pejabat baru dari etnis minoritas itu diharapkan oleh Taliban sebagai momentum yang tepat, khususnya setelah selesai KTT SCO di Dushanbe, dalam upaya mendapat pengakuan internasional.
Kesedian SCO membangun komunikasi dengan Taliban tentu sebuah perkembangan positif bagi Taliban yang memperkuat legitimasinya dalam konteks geopolitik di Asia Tengah, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
SCO merupakan organisasi penting yang di dalamnya terdapat negara besar di tingkat internasional, seperti China dan Rusia, serta negara penting di tingkat regional, seperti India, Pakistan, dan Iran.
Kerja sama Taliban-SCO dirasakan sangat mendesak saat ini setelah terjadinya serangan beruntun oleh NIIS-K di kota Jalalabad. Perlu segera dibangun kerja sama regional di Asia Tengah dan Asia Selatan yang kuat untuk menghadapi NIIS-K.
Asia Tengah dan Asia Selatan perlu meniru model kerja sama kawasan Timur Tengah yang kuat dalam melawan NIIS sehingga cepat berhasil menumpas kekuatan NIIS di Irak dan Suriah.
Payung SCO merupakan wadah yang tepat untuk membangun kerja sama regional yang kuat di Asia Tengah dan Asia Selatan dalam menghadapi NIIS-K. SCO bisa menggantikan peran AS yang telah mundur dari Afghanistan pada 31 Agustus lalu dalam perang melawan NIIS-K di Asia Tengah dan Asia Selatan.
Taliban dan SCO sesungguhnya saling membutuhkan saat ini. Taliban sedang sangat butuh pengakuan internasional sebagai pintu bisa membangun Afghanistan. Tanpa ada pengakuan internasional, sangat sulit bagi Taliban bisa membangun Afghanistan. Melalui pengakuan internasional, bantuan ekonomi dan investasi asing bisa mengalir ke Afghanistan dan Taliban kemudian bisa membangun negeri itu.
Dalam konteks itu, SCO bisa menjadi pintu masuk pertama menuju pengakuan internasional tersebut. Sebaliknya, SCO kini juga butuh Taliban untuk meredam ancaman NIIS-K. Semua pemimpin yang berbicara dalam forum KTT SCO di Dushanbe pada Jumat pekan lalu meminta Afghanistan tidak lagi menjadi basis jaringan teroris dan sumber ancaman atas negara-negara tetangganya.
Kepentingan utama SCO adalah jaringan teroris, khususnya NIIS-K, bisa diredam di Afghanistan dan kemudian tidak menjadi ancaman negara-negara tetangga Afghanistan.
Dalam hal ini, tidak ada pilihan bagi SCO kecuali membangun komunikasi dan kerja sama dengan Taliban. Pada gilirannya nanti, SCO juga harus mengucurkan bantuan ekonomi ke Afghanistan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat negara itu sehingga tidak menjadi bumi bersemainya gerakan radikal jika terus diimpit kemiskinan.
Presiden China Xi Jinping dalam forum KTT SCO menyatakan, China akan membantu Afghanistan. Ia juga menyerukan masyarakat internasional membantu Afghanistan.
Presiden Iran Ebrahim Raisi dalam forum KTT SCO juga menyampaikan, kesedian Iran memberi bantuan kepada Afghanistan agar negara itu bisa membangun kembali. Iran diberitakan sudah mulai menyuplai gas dan minyak ke Afghanistan untuk membantu Taliban dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas di negara itu. Selama periode Mei 2020 hingga Mei 2021, Iran mengekspor 400.000 ton minyak dan gas ke Afghanistan.
PM Pakistan Imran Khan dalam forum KTT SCO menyerukan pula, masyarakat internasional segera memberi bantuan ekonomi kepada Afghanistan agar tidak terjadi bencana kemanusiaan dan krisis ekonomi di negara itu.
Sikap positif pemimpin SCO terhadap Afghanistan yang disampaikan dalam forum KTT SCO di Dushanbe itu merupakan momentum yang harus direspons positif oleh Taliban dengan menerapkan kebijakan sesuai dengan aspirasi internasional, seperti penegakan HAM, perang melawan teroris, dan pembentukan pemerintahan inklusif.