Keberadaan lembaga yang mandiri, seperti Badan Standar Nasional Pendidikan atau BSNP, lebih menjamin standar pendidikan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Disrupsi di berbagai bidang, termasuk pendidikan, terjadi karena maraknya penerapan teknologi digital dan datangnya Revolusi Industri 4.0.
Ditambah efek jangka panjang pandemi Covid-19, semestinya menggugah kita untuk berkonsentrasi pada program kerja dan aktivitas merespons disrupsi di bidang pendidikan itu. Namun, yang sering kita lihat justru di luar itu. Sebagaimana terjadi pada riset, dalam pendidikan energi kita lebih banyak tersedot untuk otak-atik administrasi dan tata organisasi. Kata orang, kita memang bangsa yang senang sekali berbirokrasi.
Di harian ini, Senin (20/9/2021), kita membaca berita pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 28 Tahun 2021 tertanggal 23 Agustus 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemendikbudristek yang dinilai cacat hukum. Sebagai kelanjutan, kewenangan membuat dan mengembangkan standar nasional pendidikan dialihkan pada Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek.
Kemendikbudristek di satu sisi, dan pemangku kepentingan di komunitas pendidikan serta pemerhati pendidikan di masyarakat di sisi lain, memiliki perspektif masing-masing. Media berkepentingan mendudukkan masalah dan mengutamakan kepentingan pendidikan serta konstituennya: peserta didik.
Nomenklatur BSNP, jelas Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina M Girsang, tidak ada dalam Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yang ada adalah badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan, yang disebut di pasal 35. Juga menimbang keanggotaan BSNP diangkat dan diberhentikan oleh Mendikbudristek, serta standar yang dihasilkannya ditetapkan dengan peraturan Mendikbudristek, secara kelembagaan BSNP tak bersifat mandiri. Dengan demikian, jika dihapus, hal itu tidak melanggar UU Sisdiknas.
Pandangan lain, menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Johannes Gunawan dan Bernadette M Waluyo dalam Ngobrol Pintar bertema ”Pendidikan Tanpa Standar”, Minggu (19/9), berdasarkan UU Sisdiknas ada amanat untuk membuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang badan standardisasi. Lahirlah PP No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan atau BSNP.
Keduanya berkesimpulan, pembubaran BSNP bertentangan dengan UU Sisdiknas sehingga perlu untuk diperbaiki.
Dalam artikelnya di harian ini, Sabtu (4/9), Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (1999-2007) Satryo Soemantri Brodjonegoro menulis, mengikuti Pasal 35 Ayat (3) UU Sisdiknas, ada penjelasan yang menyebutkan badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan yang bersifat mandiri pada tingkat nasional dan provinsi. Pandangan ini mengidealkan ada badan standardisasi yang mandiri, minim dari intervensi pemerintah, yang hanya merupakan salah satu pemangku kepentingan, bukan pihak yang memutuskan.
Dari berbagai argumen itu, kita berpandangan, keberadaan lembaga yang mandiri, seperti BSNP, lebih menjamin standar pendidikan. Kiranya itu lebih ideal.